Bertempat di Aula Chakti Buddhi Bakti Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) menyelenggarakan Diskusi Sejarah Pajak (Jumat, 12/7). Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara dalam memperingati Hari Pajak yang jatuh pada tanggal 14 Juli. Sebagai narasumber adalah para pakar sejarah yaitu Dr. Mohammad Iskandar, Lektor Kepala Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dan Hurri Junistar, Ketua Lembaga Kajian dan Peminatan Sejarah Jakarta, penyusun buku Jejak Pajak Indonesia: Abad ke-7 Sampai Tahun 1966. Selain diikuti oleh para pegawai dari kantor pusat DJP, kegiatan tersebut turut diramaikan oleh para dosen dan mahasiswa dari universitas maupun sekolah tinggi di wilayah Jabodetabek yang berjumlah 283 orang.

Direktur P2Humas Hestu Yoga Saksama membuka acara tersebut dengan memaparkan pentingnya pengaturan pajak menggunakan undang-undang.  “Pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang, pemerintah tidak boleh seenaknya memungut pajak, harus berdasarkan undang-undang,” tegasnya. Ia juga mengingatkan tentang pentingnya mengetahui sejarah perpajakan Indonesia sehingga semua pihak paham arti pentingnya pajak bagi Indonesia. Di akhir sambutannya, Hestu menyampaikan harapan untuk menyusun buku lanjutan yang memaparkan sejarah pajak setelah 1966 sampai dengan sekarang.

Setelah membuka acara, Hestu menyerahkan buku “Jejak Pajak Indonesia: Abad ke-7 Sampai Tahun 1966” kepada para perwakilan perguruan tinggi yang hadir.

Didapuk sebagai pembicara pertama, Mohammad Iskandar memaparkan perjalanan sejarah pajak di Indonesia dimulai sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-19. Dalam salah satu paparannya, Iskandar menyampaikan bahwa pada abad ke-18 ketika Inggris berkuasa di Indonesia terjadi perubahan sistem pajak dari yang sebelumnya berupa sistem upeti menjadi pajak-pajak yang bersifat individu. Perubahan tersebut dilakukan karena penguasa Inggris melihat bahwa upeti sangat membebani rakyat kecil karena dalam pembayaran pajak persentasenya paling besar padahal mereka bukan pemilik asli lahan.

Narasumber kedua, Hurri Junistar, menjelaskan proses penyusunan buku Jejak Pajak Indonesia mulai dari proses naskah sejarah sampai dengan penelusuran fakta-fakta sejarah ke beberapa lokasi. Selain menceritakan proses, Ia juga menyampaikan ringkasan konten yang termaktub dalam buku setebal 467 halaman tersebut. Salah satu konten yang dipaparkan adalah adanya 14 jenis penyebutan petugas pajak pada masa lampau.

Sesi diskusi diwarnai oleh pertanyaan-pertanyaan kepada kedua narasumber. Dari jatah pertanyaan maksimal yang ditawarkan moderator pada kedua sesi diskusi, dilahap habis oleh para mahasiswa yang hadir.

Selain paparan narasumber dan diskusi, untuk mengurangi kejenuhan acara tersebut juga diselingi dengan pembacaan puisi berjudul Sajak Hari Pajak gubahan Aan Almaidah Anwar, Kepala Subdirektorat Penyuluhan Direktorat P2Humas.  Selain itu juga diadakan kompetisi koreografi gerakan lagu Sadar Pajak.

Kegiatan tersebut ditutup oleh Aan dengan cerita kebijakan perpajakan saat terjadi krisi keuangan tahun 1998. Masa tersebut menurutnya merupakan tonggak reformasi perpajakan dalam rangka memberikan pelayanan perpajakan yang lebih baik. Terakhir, kepada para generasi muda yang hadir di ruangan itu Aan berpesan,” Indonesia mejadi maju adalah karena generasi muda. Kami titip Indonesia.”