
Oleh: Amalia Ulfa, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Di sudut halaman parkir Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua, tampak seorang perempuan paruh baya murah senyum melayani pengunjung bazar. Di mejanya tertata rapi keripik kentang, rengginang, kotak kolang-kaling, hingga nasi bakar teri yang aromanya menggoda. Dialah Masdati, pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM Dapur Hendrina 72. Ia merupakan salah satu peserta bazar dalam rangkaian kegiatan Business Development Services (BDS) yang digelar pada 7–8 Agustus 2025 di lingkungan kantor pajak itu.
Bazar ini bukan sekadar ajang jualan biasa, namun juga merupakan bagian dari kegiatan BDS yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai bentuk nyata pembinaan dan pemberdayaan pelaku UMKM. Melalui berbagai sarana seperti seminar pajak edukatif, pelatihan usaha, dan bazar UMKM, BDS bertujuan membantu pelaku UMKM tumbuh secara berkelanjutan, sekaligus membangun kesadaran akan pentingnya kewajiban perpajakan secara bertahap dan persuasif.
Masdati sendiri bukan hanya seorang pedagang makanan rumahan. Ia adalah gambaran nyata pelaku UMKM yang tekun belajar, terus berkembang, dan sadar akan perannya sebagai warga negara, termasuk dalam hal ketaatan pajak. Di tengah keramaian bazar, ia sempat berbagi kisah tentang perjalanan usahanya, serta pandangannya mengenai arti penting pajak dalam kehidupan pelaku usaha kecil.
“Saya percaya, uang pajak itu dari kita untuk kita. Kalau bukan kita yang taat, siapa lagi?” ucapnya sambil membungkus es doger pesanan seorang pegawai pajak.
Kegiatan BDS yang digelar oleh KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua bekerja sama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) DKI Jakarta melalui program JakPreneur. Ini bukan hal baru bagi Masdati. Ia mengaku rutin mengikuti kegiatan ini setiap tahun, termasuk kegiatan serupa yang diselenggarakan oleh JakPreneur di berbagai wilayah Jakarta.
Bagi Masdati, kegiatan bazar BDS memberi manfaat nyata. Usahanya mendapat ruang promosi yang lebih luas. Produk-produknya makin dikenal, bahkan kini sesekali menerima pesanan dalam jumlah besar dari kantor pajak maupun pegawainya.
“Alhamdulillah, sekarang banyak yang sudah kenal Dapur Hendrina 72. Pesanan datang cukup rutin, terutama menjelang kegiatan BDS. Beberapa pegawai kantor pajak juga sudah jadi pelanggan tetap,” ujarnya dengan mata berbinar.
Namun, bagi Masdati, manfaat dari BDS bukan hanya pada sisi promosi dan penjualan saja. Kegiatan ini juga memberikan edukasi perpajakan melalui seminar dan pendampingan yang dilakukan oleh para penyuluh kantor pajak. Ia mengaku bahwa sebelumnya ia tak memahami hak dan kewajibannya sebagai Wajib Pajak. Melalui BDS dan sosialisasi yang dilakukan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua, kini ia menyadari pentingnya peran pajak, bahkan bagi pelaku usaha kecil.
“Ternyata pelaku UMKM juga punya kewajiban pajak ya. Saya pikir itu bukan beban, tapi bentuk kontribusi kita untuk negara,” jelasnya.
Masdati juga aktif mengikuti pelatihan kewirausahaan dari program JakPreneur, mulai dari cara membuat kemasan (packaging) menarik, strategi pemasaran digital, hingga pengelolaan bisnis sederhana. Baginya, semua pelatihan yang diadakan tersebut tidak lepas dari keberadaan dana negara yang tentunya bersumber dari pajak.
“JakPreneur banyak bantu saya belajar. Saya pikir semua itu bisa berjalan karena ada dana dari pajak yang dikelola negara juga,” ujarnya.
Tak hanya menjadi ajang pengembangan bisnis bagi para pelaku UMKM, kegiatan BDS juga memberikan ruang apresiasi bagi pelaku usaha kecil seperti dirinya. Suasana bazar yang semarak, diselingi permainan dan kuis yang tentunya dengan berbagai hadiah menarik, membuatnya merasa dihargai dan dilibatkan.
“Rasanya seperti kami dianggap ada. Kami sebagai UMKM kecil merasa jadi bagian dari acara meriah seperti ini,” tambahnya.
Masdati berharap kegiatan seperti BDS terus berlanjut dan diperluas tidak hanya di kantor pajak, tapi juga di instansi pemerintah lainnya. Ia percaya, dengan semakin banyaknya pelaku UMKM yang diberi ruang promosi dan pemahaman pajak atau kewajiban negara lainnya, maka kontribusi terhadap negara pun akan meningkat.
“Kalau semua UMKM sadar pajak, saya yakin negara kita juga bisa makin maju. Kami pengusaha kecil pun bisa merasa punya andil,” tuturnya.
Di akhir perbincangan, Masdati kembali menegaskan prinsip hidupnya: menjadi pengusaha kecil yang taat pajak adalah bentuk rasa syukur sekaligus partisipasi dalam membangun negeri. Pajak, menurutnya, bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan wujud nyata kontribusi terhadap masyarakat.
“Saya ini cuma jualan keripik kentang dan rengginang, tapi lewat pajak, saya bisa ikut andil untuk negara. Saya merasa bangga.”
Dari dapur kecilnya, Masdati tidak hanya menyajikan camilan lezat, tetapi juga menyuguhkan pelajaran tentang tanggung jawab, semangat berbisnis, dan rasa syukur. Sebuah inspirasi sederhana yang mengingatkan kita bahwa kontribusi besar bisa bermula dari tempat yang kecil, bahkan dari sebungkus rengginang dan senyum seorang ibu paruh baya di tengah bazar.
Pewarta: Amalia Ulfa |
Kontributor Foto: Amalia Ulfa |
Editor: Yacob Yahya |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 37 kali dilihat