Pengelola keuangan dari 42 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) se-Provinsi Jawa Tengah menghadiri kegiatan Sosialisasi Penatausahaan Keuangan APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2022 secara luring di Aula Muzdalifah, Asrama Haji Donohudan, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (Rabu, 23/3).

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Tengah selama 2 hari, yaitu Rabu (23/3) s.d. Kamis (24/3). Jumlah total peserta sebanyak 126 orang, terdiri dari Kepala Subbagian Keuangan, Kepala Subbagian Pengadaan Barang dan Jasa, serta Bendahara Instansi Pemerintah.

Dalam kesempatan tersebut, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Selatan diundang sebagai salah satu narasumber. Adapun materi yang disampaikan terkait hak dan kewajiban bendahara pemerintah serta Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Bertindak sebagai pembicara adalah Fungsional Asisten Penyuluh Pajak Terampil Ika Hapsari dan Account Representative Seksi Pengawasan V Ervian Jocky Sanjaya.

Pada hari pertama, acara dibuka oleh Kepala BPKAD Provinsi Jawa Tengah Slamet. Dalam sambutannya, Slamet menegaskan pentingnya bendahara pemerintah untuk terus memperbarui informasi terkait aturan perpajakan, khususnya sejak terbitnya UU HPP. “Kegiatan hari ini dimaksudkan untuk memastikan penatausahaan keuangan dapat terjaga akuntabilitasnya,” ujar Slamet. Ia menambahkan pesan kepada hadirin, “Akan ada surat edaran mengenai kewajiban Bapak Ibu pengelola keuangan di Provinsi Jawa Tengah untuk menggunakan aplikasi e-Blankon dalam hal pengadaan barang dan jasa. Untuk itu sebagai wajib potong dan wajib pungut, panjenengan harus mengetahui aturan perpajakan terbaru.”

Sambutan dari KPP Pratama Semarang Selatan diwakili oleh Kepala Seksi Pengawasan V Aris Wikananto. Ia menjabarkan tentang pembagian tugas pasca reorganisasi di Direktorat Jenderal Pajak, yaitu konsultasi wajib pajak dilayani oleh Fungsional Asisten Penyuluh Pajak, sementara fungsi pengawasan oleh Account Representative.

Sesi paparan dan diskusi dimoderatori oleh Sri Sulastri, Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda. Pembicara pada hari pertama adalah Fungsional Asisten Penyuluh Pajak Terampil Ika Hapsari. Ia menjelaskan tentang beberapa pokok bahasan antara lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, hak bendahara pemerintah, kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak oleh bendahara pemerintah, jenis-jenis pajak yang harus dipotong dan dipungut oleh bendahara disandingkan dengan aturan terbaru menurut UU HPP, serta sekilas informasi seputar Bukti Pemotongan dan Pemungutan Elektronik (e-Bupot) Unifikasi dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Unifikasi.

Topik yang menyedot perhatian bendahara adalah mengenai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang semula 10% menjadi 11%. “Dalam rangka melaksanakan amanah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sekaligus sebagai wujud Reformasi Perpajakan yang adil demi terjaganya penerimaan APBN, maka mulai 1 April 2022 tarif PPN akan naik menjadi 11%, dan selambat-lambatnya 1 Januari 2025 menjadi 12%,” papar Ika.

Kenaikan tarif PPN ini menjadi pemantik diskusi yang hangat pada sesi tanya jawab. Sejumlah bendahara menanyakan terkait perhitungan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan penegasan penyesuaian tarif PPN untuk kontrak yang sudah berjalan. Mahendra dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah menanyakan apakah kenaikan tarif PPN menjadi 11% akan mempengaruhi perhitungan DPP. Sementara peserta dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah menanyakan terkait pengenaan PPN mulai bulan April 2022 apabila kontrak sudah berjalan sejak bulan-bulan sebelumnya.

Pada hari kedua, materi dipaparkan oleh Account Representative Ervian Jocky Sanjaya. Ia mengingatkan kembali kewajiban bendahara untuk melakukan pemungutan PPN dengan nominal transaksi di atas 2 juta Rupiah bukan dalam jumlah yang terpecah-pecah, serta pemungutan ini dilakukan dalam hal rekanan bendahara adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pembahasan mengenai pemungutan PPN masih menjadi diskusi utama di sesi tanya jawab pada hari kedua. Rumini, peserta dari Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah menanyakan terkait Pajak Penghasilan (PPh) yang harus dipungut disamping PPN, dalam hal bertransaksi dengan PKP maupun nonPKP.

Kegiatan lokakarya selama 2 hari tersebut dilanjutkan dengan paparan dari narasumber lainnya di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah.