Pajak dan Peradaban Antikorupsi

Oleh: Yacob Yahya, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Bulan ini kita memperingati setidaknya dua peristiwa penting dalam dua hari berturut-turut, yakni tanggal 9 Desember sebagai Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) dan 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia.
Dua peristiwa ini sangat berkaitan karena pada dasarnya, korupsi merupakan salah satu kejahatan luar biasa yang merampas hak asasi manusia. Korupsi merampas masa depan anak bangsa untuk memperoleh hak menikmati fasilitas publik yang seharusnya dapat disediakan oleh negara.
Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin, dalam pidato sambutan pembukaan peringatan Hakordia, di Hotel Bidakara, Jakarta, 9 Desember 2022 lalu, sebagaimana mengutip Paus Francis, menyatakan, “Tindakan korupsi dibiayai oleh orang-orang miskin (corruption is paid by the poor).” Selain itu, korupsi masih menjadi pusat dari berbagai masalah seluruh negara di dunia, seperti halnya wabah global yang belum usai dan merusak sendi-sendi kehidupan.
Namun demikian, tentu kita patut tetap optimis terhadap upaya pemberantasan korupsi. Hal ini setidaknya tercermin dari Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) yang semakin meningkat. IPAK tersebut secara berturut-turut sejak 2019 hingga 2022, naik dari 3.70, 3.84, 3.88, menjadi 3.93 dari skala 0 sampai dengan 5.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam forum yang sama, menyampaikan bahwa suatu saat korupsi merupakan masa lalu karena kita berhasil membangun peradaban antikorupsi. Peradaban yang dipupuk dari budaya dan perilaku antikorupsi sejak dini. Oleh karena itu, diperlukan langkah “orkestrasi pemberantasan korupsi” yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Setidaknya ada tiga strategi pemberantasan korupsi. Pertama, penindakan yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK. Masyarakat dapat berperan dengan melaporkan atau memberikan informasi dugaan tindak pidana korupsi. Tujuan dari langkah ini adalah memberikan efek jera bagi koruptor.
Kedua, upaya pencegahan dengan perbaikan sistem untuk menutup celah terjadinya korupsi, dengan mempermudah layanan, mengurangi interaksi tatap muka antara penyelenggara dan penerima layanan, serta membuka transparansi. Tujuan dari jurus ini adalah untuk membuat oknum tidak mampu berbuat korup, kendati masih ada niat untuk melakukannya.
Dan ketiga, pendidikan serta kampanye antikorupsi. Tujuan dari upaya ini adalah untuk membentuk karakter tidak mau dan malu berbuat korupsi. Jangankan berniat, memikirkan pun tidak. Saat ini KPK telah menerbitkan sertifikasi terhadap 2.665 penyuluh antikorupsi dan 330 ahli pembangun integritas. Mereka secara sukarela, sebagian besar bukan pegawai KPK, berasal dari beragam kalangan dan latar belakang, yang secara gigih dan tekun menggelorakan pendidikan dan kampanye antikorupsi.
Sebagai institusi pengelola keuangan negara yang senantiasa menggulirkan reformasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama Kementerian Keuangan sangat serius ikut andil dalam memberantas korupsi. Kementerian Keuangan telah menyusun seperangkat aturan mengenai pencegahan tindak pidana korupsi, antara lain kewajiban untuk menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), penanganan benturan kepentingan, dan penanganan gratifikasi. Sistem pengendalian internal dengan menerapkan tiga lini pertahanan (three lines of defense) juga selalu diperkuat.
Selain itu, baru saja Menteri Keuangan meneken Keputusan Menteri Keuangan Nomor 490/KMK.09/2022 mengenai pengukuhan Forum Penyuluh Antikorupsi dan Ahli Pembangun Integritas Dana Rakca. Forum Paksiapi Dana Rakca merupakan salah satu forum komunitas antikorupsi terbesar karena beranggotakan 412 penyuluh antikorupsi dan tiga ahli pembangun integritas. Sebagaimana artinya (dana = keuangan; rakca = penjaga), forum ini diharapkan andil dalam memberikan edukasi dan pembangunan sistem integritas dan antikorupsi.
Mengelola keuangan negara dengan target yang meningkat setiap tahun dan sudah menembus ribuan triliun rupiah, tentu diperlukan integritas yang kuat. Tahun depan, kita diberi amanah untuk mengumpulkan Rp2.021,22 triliun dari penerimaan perpajakan. Hal itu bisa jadi, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam puncak acara Hakordia di lingkungan Kementerian Keuangan pada 13 Desember 2022, menimbulkan godaan (temptation) bagi para pegawai. Oleh karena itu, sangatlah tepat tema Hakordia tahun ini adalah “Integritas Tangguh, Pulih Bertumbuh”.
DJP senantiasa mereformasi diri untuk mempermudah layanan perpajakan. Insentif perpajakan demi pemulihan perekonomian senantiasa diguyur dengan menegakkan sistem perpajakan yang berkeadilan. Di tengah suasana pemulihan ekonomi ini, kita patut bersyukur bahwa tahun lalu, berkat kontribusi para wajib pajak, DJP berhasil mengamankan realisasi penerimaan pajak Rp1.547,8 triliun (107,15%). Tentu kita berharap, prestasi ini terulang kembali pada tahun ini.
Guna membentengi diri dari godaan berbuat korup tersebut, tentu diperlukan langkah kecil berawal dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitar, dan tempat kerja, dengan menerapkan sembilan nilai antikorupsi. Nilai-nilai integritas tersebut terdiri atas jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras (lebih mudah dengan disingkat menjadi Jumat Bersepeda, Kaka).
Saya membayangkan, perilaku antikorupsi ini tentu akan membentuk karakter, dan pada gilirannya budaya antikorupsi. Budaya antikorupsi inilah yang mulai mengakar dan bertumbuh membentuk peradaban. Peradaban yang tentunya dibangun dengan sebagian besar uang pajak. Mari kita wujudkan optimisme itu bersama-sama.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 339 kali dilihat