Mudahnya Lapor Harta di SPT: Ketahui Dulu Esensinya

Oleh: Ika Hapsari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Reaksi beragam mewarnai kolom komentar laman Instagram resmi Direktorat Jenderal Pajak @ditjenpajakri beberapa waktu lalu (Minggu, 21/2). Sebetulnya, unggahan di hari Minggu tersebut cukup sederhana, admin media sosial DJP atau yang biasa dikenal dengan taxmin mengunggah konten berupa foto seseorang tengah bersepeda. Takarir atau caption unggahan tersebut bertuliskan “#KawanPajak, jika memiliki sepeda, baik untuk alat transportasi, olahraga, atau hobi, silakan memasukkannya ke dalam daftar harta di SPT Tahunan dengan kode harta 041. Selamat bersepeda di akhir pekan dan sehat selalu.” Sepintas, memang tidak ada yang keliru dengan narasi pendek foto ini, pun ajakan yang disuarakan melalui sang taxmin. Konten tersebut juga diunggah di hari libur, tentunya sangat relevan dengan olahraga sepeda yang tengah digemari masyarakat dewasa ini.
Konten ini nyatanya menuai aneka umpan balik dari warganet yang dilontarkan pada kolom komentar. Total terdapat 247 respon pro kontra yang meramaikan unggahan foto pesepeda ini. Pemilik akun Instagram @rahmadisuardi meninggalkan komentar bernada kurang sepakat, “Dikit-dikit dipajakin, pemerintah kreatif lah, biar bisa nyari uang tanpa nyusahin rakyat.” Komentar ini ditanggapi bijak oleh pemilik akun Instagram @diqielazuardi, “Dimasukin dalam laporan SPT tahunan bukan berarti dipajakin. Input harta hanya untuk melaporkan harta apa yang dipunya, tidak mempengaruhi besar dan kecilnya pajak. Mari banyak belajar sebelum banyak mengkritik.”
Sebelum turut serta dalam keriuhan, mari kita simak dua esensi yang perlu diketahui agar tidak terjadi mispersepsi.
Apa-apa kok dipajakin?
Pertama, hindari asumsi sebelum melakukan observasi. Takarir sederhana pada konten pesepeda itu pada dasarnya mengajak wajib pajak yang memiliki sepeda untuk melaporkannya dalam daftar harta pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadinya.
Sebagaimana diketahui orang pibadi yang telah mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mempunyai kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan PPh. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 3 ayat (1) yang berbunyi, “Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.” Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sendiri disebutkan dalam Pasal 3 ayat (3) yaitu paling lama tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Artinya, SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2020 dilaporkan paling lambat pada tanggal 31 Maret tahun 2021.
Bagi wajib pajak orang pribadi sendiri, ada tiga jenis formulir sebagai media pelaporan SPT, yaitu formulir 1770SS, 1770S, dan 1770. Sarana pelaporannya pun sudah modern dan canggih, wajib pajak dimudahkan dengan pelaporan melalui e-Filing dan atau e-Form yang dapat diakses secara daring. Bilamana wajib pajak menggunakan salah satu formulir tersebut? Bila wajib pajak orang pribadi adalah karyawan yang penghasilannya hanya berasal dari satu pemberi kerja dengan nominal tidak lebih dari 60 juta rupiah pertahun maka dapat menggunakan formulir 1770SS. Formulir sangat sederhana ini tidak memuat rincian daftar harta dan utang, hanya menampilkan total nominal rupiahnya saja. Sementara formulir 1770S diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi karyawan dengan penghasilan bruto lebih dari 60 juta rupiah dalam setahun dan atau bekerja pada dua atau lebih pemberi kerja dalam kurun waktu satu tahun. Pada lampiran II di SPT inilah daftar harta pada akhir tahun berada, tepatnya pada bagian B. Terakhir, formulir 1770 merupakan formulir yang cukup lengkap dan kompleks dibandingkan dua lainnya. Formulir 1770 diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha dan atau pekerjaan bebas, penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja disertai dengan penghasilan lainnya seperti penghasilan dari usaha, penghasilan yang dikenai PPh final, penghasilan dari luar negeri, dan atau penghasilan dalam negeri lainnya. Pada SPT ini, daftar harta berada pada lampiran IV bagian A.
Komponen tabel daftar harta sendiri terdiri dari kode harta, jenis harta, tahun perolehan, harga perolehan, dan keterangan. Saat melakukan pengisian melalui e-Filing, kode harta telah tersedia dan dapat dipilih oleh pengguna. Klasifikasi harta berdasarkan kode harta dikelompokkan menjadi kas dan setara kas, piutang, investasi, alat transportasi, harta bergerak, harta tidak bergerak, dan harta tidak berwujud.
Sepeda sendiri terdapat pada klasifikasi alat transportasi dengan kode harta 041-sepeda. Maka saat wajib pajak akan mengisi jenis harta ini, wajib pajak dapat memilih kode 041 dengan jenis harta sepeda, isi tahun perolehan yaitu tahun saat membeli atau mendapatkan sepeda, isi harga perolehan yaitu harga beli atau perkiraan harga pasar jika didapatkan dengan cara lain, sementara keterangan dapat diisi nama merk sepeda. Jadi, tanpa mempertimbangkan apapun jenis sepedanya; berapa pun harganya sepanjang masih bernilai material jika dibandingkan dengan total aset; bagaimanapun cara diperolehnya seperti hasil pembelian, pemberian, atau hadiah; dan kapan pun diperolehnya; sepanjang harta tersebut telah ada pada akhir tahun pajak pelaporan, maka wajib dicantumkan dalam daftar harta di lampiran SPT Tahunan PPh. Mengisi daftar harta dengan benar, lengkap, jelas, dan jujur adalah perwujudan taat administrasi sekaligus patuh dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Di sisi lain, kelengkapan data dan informasi SPT ini penting bagi DJP untuk memperkaya basis data perpajakan dan data matching.
Urgensi Lapor Harta
Kedua, pahami urgensi sebelum ikut-ikutan emosi. Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yang dimaksud adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Menilik definisi tersebut, daftar harta dapat mencerminkan wujud tambahan kemampuan ekonomis yang menambah kekayaan wajib pajak. Penambahan harta dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi secara eksplisit merepresentasikan adanya penambahan penghasilan yang digunakan untuk memperoleh harta tersebut. Bahwa ya, pemajakan dapat dilakukan atas objek pajak tambahan penghasilan tersebut. Namun sebaliknya, apabila penambahan harta berasal dari penghasilan yang bersifat nonobjek pajak, maka atas penghasilan tersebut tentu tidak dikenakan PPh.
Pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi melalui e-Filing mewajibkan wajib pajak untuk mengisi daftar harta. Bila tahap ini terlewat, akan muncul notifikasi sehingga SPT Tahunan PPh tidak dapat terkirim. Di sisi lain, apabila tahun sebelumnya wajib pajak telah mengisi daftar harta, wajib pajak dapat menekan tombol lihat harta tahun lalu untuk memudahkan dalam pengisian. Wajib pajak dapat menambahkan atau mengurangi daftar harta tersebut berdasarkan kondisi terakhir pada tahun pajak pelaporan. Lalu adakah konsekuensi jika tidak mengisi laporan SPT dengan benar, lengkap, dan jelas sehingga berakibat timbulnya kerugian pada pendapatan negara? Menurut Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja Pasal 38 disebutkan bahwa wajib pajak dapat dikenakan denda paling sedikit satu kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.
Sebagai penutup, wajib pajak tidak perlu khawatir tentang pengisian daftar harta di SPT Tahunan PPh. Pada prinsipnya, tidak ada pemajakan secara langsung atas harta itu sendiri. Berbeda cerita, bila wajib pajak membeli suatu barang dan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang dimaksud. Selebihnya, sepanjang wajib pajak mampu memberikan penjelasan atas pelaporan pajak yang dilakukannya, menghitung pajak secara benar dan jujur, membayar pajak sesuai jumlah yang sebenar-benarnya terutang, dan melakukan pemenuhan kewajiban sesuai prosedur, maka tidak usah gundah karena lapor harta di SPT itu mudah.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja
- 2256 kali dilihat