Menyongsong Mahadata NIK sebagai NPWP

Oleh: Kiagus Abdul Rahman, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-112/PMK.03/2022 tentang NPWP bagi Orang Pribadi, Badan dan Instansi Pemerintah telah berlaku sejak tanggal 14 Juli 2022.
Artinya penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sudah dapat dilakukan oleh wajib pajak walaupun masih terbatas di aplikasi tertentu misalnya situs web pajak. Tentu saja untuk NIK yang bisa digunakan adalah NIK yang sudah valid. Baik yang memang sudah valid ketika mendaftar NPWP ataupun NIK yang dilakukan validasi atau pemutakhiran secara mandiri oleh WP.
Dalam ketentuan PMK tersebut, validasi atau pemutakhiran data berkaitan dengan NIK dapat dilakukan oleh wajib pajak secara mandiri melalui saluran yang telah ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yaitu melalui kantor pajak, situs web pajak, Kring Pajak dan live chat yang ada di pajak.go.id ataupun media lain yang ditentukan oleh DJP.
Penggunaan NIK sebagai NPWP ini mulai wajib berlaku pada 1 Januari 2024, artinya seluruh masyarakat Indonesia yang telah memiliki NIK dan melakukan transaksi apa pun dengan menggunakan NIK, maka data transaksi tersebut bisa masuk ke DJP.
Berdasarkan ketentuan PMK tersebut terdapat beberapa layanan yang wajib menggunakan NIK di antaranya layanan pencairan dana pemerintah, layanan ekspor impor, layanan perbankan dan sektor keuangan lainnya, layanan pendirian badan usaha dan perizinan berusaha, layanan administrasi pemerintahan selain yang diselenggarakan DJP dan layanan lain yang mensyaratkan penggunaan NPWP.
Siapkah DJP menyambut era itu? Era dengan begitu banyak transaksi yang menggunakan NIK akan masuk ke DJP. Selanjutnya bagaimana pengawasan terkait kewajiban perpajakan yang dilakukan orang pribadi tersebut? Apakah sudah melakukan kewajiban pajak dengan seharusnya atau masih banyak yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya?
Selama ini pengawasan yang dilakukan DJP adalah melalui NPWP yang sudah terdaftar dan masih banyak wajib pajak yang luput dalam pengawasan karena banyaknya wajib pajak yang terdaftar dengan petugas yang melakukan pengawasan masih belum sebanding. Satu orang petugas pajak bisa mengawasi sampai seribu wajib pajak atau lebih.
Bagaimana nanti ketika begitu banyak data transaksi yang menggunakan NIK yang masuk dan akan diuji silang antara data dan kewajiban perpajakannya? Tentu ini bukan pekerjaan mudah, namun ini juga merupakan tantangan bagi DJP dalam rangka perluasan basis data pajak dan pencapaian target penerimaan pajak yang dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Target penerimaan yang dari tahun ke tahun akan semakin meningkat ini, dapat dilihat juga melalui kegiatan perekonomian yang mulai bergerak normal setelah masa pandemi. Ini bisa juga dilihat bagaimana DJP dapat mencapai target penerimaan di tahun 2021. Di triwulan terakhir tahun itu perekonomian sudah mulai meningkat, maka target pajak pun juga tercapai.
Di tahun 2022 ini pun kemungkinan target penerimaan pajak secara nasional juga akan tercapai. Tentu saja untuk mencapai target tersebut perlu disiapkan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh DJP. Baik langkah-langkah berkenaan dengan kondisi sekarang ataupun langkah-langkah yang akan dihadapi berkaitan dengan kondisi yang akan dihadapi di masa yang akan datang.
Sekarang, DJP memang sedang menyiapkan langkah-langkah itu. Salah satunya dengan pengelolaan data yang lebih baik dalam rangka mencapai target penerimaan dan kesiapan menyambut mahadata tersebut. Saat ini, DJP sedang menyiapkan reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan ini sedang berjalan dan akan terus berlangsung dalam rangka menyongsong era baru mahadata.
DJP sebagai tulang punggung penerimaan negara melalui sektor pajak diharapkan ke depannya harus bisa menghadapi kondisi dunia yang semakin “kecil”. Transaksi perdagangan akan semakin mudah dilakukan melalui media elektronik, tidak hanya transaksi yang dilakukan di dalam negeri, tetapi juga transaksi yang dilakukan antarnegara. Sekali lagi ini merupakan tantangan bagi DJP agar kondisi itu bisa menjadi berkah dalam rangka mencapai target penerimaan.
Dengan adanya PMK di atas, maka penegasan tentang akan berlakunya NIK ini tentu saja akan dapat memberikan kepastian hukum, keadilan dan kesetaraan dari sisi perpajakan serta mendukung identitas tunggal bagi seluruh warga negara yang selama ini digaungkan oleh pemerintah.
Selama ini mungkin yang menjadi perhatian dari sisi DJP adalah mereka yang hanya mempunyai NPWP, namun ke depan perhatian akan transaksi-transaksi yang dilakukan akan bisa menyisir semua warga negara karena transaksi-transaksi tersebut menggunakan NIK.
Sanggupkah DJP menjawab tantangan ini untuk mengolah mahadata yang begitu besar? Semoga dengan reformasi perpajakan yang sedang berlangsung ini dapat menjawab tantangan tersebut demi mewujudkan target penerimaan pajak yang optimal. Dan tentu saja dengan penerimaan yang optimal, proses pembangunan menuju Indonesia Maju juga akan dapat mudah terlaksana.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 392 kali dilihat