Oleh: Mukhamad Wisnu Nagoro, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Peristiwa penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu anggota keluarga pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membuat warganet tidak tinggal diam. Doxing pun dilakukan sampai akhirnya berujung kepada reaksi yang intinya mendiskreditkan integritas pegawai DJP sebagai institusi pemungut pajak.

Masyarakat awam yang marah ramai-ramai menghujat di jagat maya maupun fisik. Integritas instansi dipertanyakan sampai-sampai Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati pun turun gunung.

Berita bergulir, kabar mengalir sampai tulisan ini dibuat. Namun, ada satu berita yang menurut saya sangat disayangkan. Berita yang mengajak warga Nahdliyin untuk berhenti bayar pajak jika terbukti ada penyelewengan pajak yang dilakukan. Bagi saya, ini seperti suara petir yang mengagetkan. Menurut saya ini akan jadi bola liar yang panas jika tidak diluruskan.

Membunuh NKRI

Menanggapi pemberitaan mengenai seruan boikot bayar pajak tersebut, saya akan menyampaikan pandangan pribadi saya sebagai warga Nahdliyin dan tidak mewakili instansi. Saya mau menanggapi pemberitaan tersebut karena semata-mata wujud peduli akan nasib negara ini di masa depan jika benar seruan ini dilakukan dan nyata terjadi.

Menurut saya pernyataan boikot bayar pajak ini sudah melawan semangat ‘NKRI Harga Mati’ ala NU.  Karena, negara ini denyut nadinya dari pajak. Mengajak orang ramai-ramai tidak bayar pajak sama saja mengajak orang untuk membunuh negara ini karena APBN negara ini secara mayoritas dibiayai dari masyarakat melalui pajak.

Dalam konsep Islam, suatu negara dibiayai dengan iuran yang ditampung di Baitul Mal. Dari Baitul Mal digunakan untuk membiayai pengeluaran urusan umat. Namun, Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik. Bukan negara Islam. Hanya saja mayoritas penduduknya beragama Islam. Banyak agama, namun disatukan dengan persaudaraan karena rasa cinta tanah air.

Maka tidak mungkin kita mendirikan Baitul Mal. Yang paling mendekati adalah dengan APBN. APBN ini adalah manifestasi paling logis dari Baitul Mal yang diterima seluruh elemen rakyat Indonesia. Mengapa? Ini karena disepakati dan disusun bersama oleh legislatif (DPR) bersama eksekutif yaitu (Presiden dan jajarannya) serta diawasi oleh BPK.

APBN nantinya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mulai dari pendidikan, membiayai pemerintahan termasuk gaji presiden dan wakil presiden, TNI, Polri, ASN, DPR. Digunakan juga untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pemberian berbagai macam subsidi. Bahkan penanggulangan Covid-19 menggunakan APBN dan keuangan negara. Sudah terbukti manfaatnya!

Lalu darimana sumbernya? Tentu 80% dari pajak. Bagaimana mekanismenya? Pajak ini disetor sendiri oleh masyarakat ke bank atau kantor pos dan langsung masuk ke kas negara untuk membiayai APBN. Nah, kalau pajaknya diboikot, kiranya tidak salah saya sebut sama saja dengan membunuh NKRI.

Salah satu kutipan terkenal sesepuh NU yaitu Kyai Wahab Chasbulah dalam syiir Ya Ahlal Waton. 'Hubul Waton Minal Iman' artinya cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Ya kalau dibilang marah, kami pun marah atas kejadian ini. Cuma untuk membersihkan lumbung padi dari hama, apa harus membakar padinya? Atau harus menghancurkan rumahnya?

APBN ini kalau sampai goyah, negara akan bangkrut. Kalau negara bankrut 'ndak' enak. Paling minim ekonomi semakin sulit, negara jadi tambah utang, yang susah kita lagi. Lagipula, bayar pajak itu dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak ke bank atau kantor pos. Uangnya langsung masuk ke bank sebagai penampung devisa negara. Tidak ke kantor pajak bahkan orang pajak.

Kalau ada orang bilang bayar pajak uangnya masuk ke kantong orang pajak secara langsung, bisa jadi orang itu belum pernah bayar pajak. Intinya pajak ini sekarang dikelola dengan penuh kehati-hatian dan terdigitalisasi demi mewujudkan pengelolaannya yang penuh integritas.

Saya pribadi sebagai warga Nahdliyin justru akan sekuat tenaga menyampaikan bayar pajak itu penting karena negara ini adalah amanah dari para pendiri bangsa, termasuk sesepuh Nahdhatul Ulama. Saya ingat cerita kakek saya dulu, tentang bagaimana perjuangan Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy’ari berjihad mengusir penjajah dengan penuh pengorbanan. Maka saya pun menyadari bahwa negara ini adalah amanah yang betul-betul harus kita pertahankan.

Pun dalam Keputusan Bathsul Masail Maudluiyyah pada Munas dan Konbes NU tahun 2012 yang membahas soal perpektif pajak dalam Islam ditetapkan bahwa legitimasi negara dalam perspektif Islam hilang jika benar-benar terjadi banyak penyelewengan. Pajak juga wajib dibayarkan demi kemaslahatan rakyat. Jikalau pun terjadi penyelewengan, maka negara harus berbenah dan berkomitmen untuk memberangus penyelewengan. Dan saat ini kita bisa pegang sama-sama janji Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk terus berbenah dan memberangus penghianat negara di tubuh Kemenkeu, khususnya DJP.

Sehingga saya mengajak seluruh masyarakat untuk ramai-ramai menolak dengan argumentasi yang saya kemukakan, bukan sebagai pegawai DJP, bukan mewakili instansi melainkan sebagai pribadi saya sendiri. Seorang Nahdliyin akar rumput yang mungkin kecil sekali didengar. Namun, saya percaya air di lautan tidak akan sedemikian kuat kalau tidak dimulai dari buliran kecil air.

Meskipun saya dan pimpinan menyadari keterbatasan yang kami miliki, tetapi saya juga percaya rekan-rekan semua yang membaca tulisan saya adalah rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia tentu akan melindungi negaranya bagaimanapun caranya. Karena Indonesia adalah rumah kita. NKRI Harga Mati! Allahuakbar!

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.