Membongkar Mitos “Pajak Warisan”

Oleh: (Muh. Rahmatullah Barkat), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pembahasan “pajak warisan” berupa tanah dan bangunan tengah mengemuka. Sejatinya, masyarakat bertanya-tanya. Ketika suatu peristiwa waris terjadi, sebenarnya kewajiban pajak apa saja yang harus dipenuhi oleh si ahli waris?
PPh Sebagai Pajak Pusat, BPHTB Sebagai Pajak Daerah
Penting untuk mendudukkan pemahaman tentang aspek pajak berupa warisan. harta warisan yang diterima oleh ahli waris bukanlah objek pajak penghasilan (PPh). Hal ini merujuk ke Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Namun demikian, ketika ahli waris hendak mengurus proses balik nama sertifikat di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), akan timbul dua kewajiban, yaitu PPh dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Dalam konteks waris, kewajiban PPh dan BPHTB merupakan dua kutub berbeda. PPh Final Pasal 4 ayat (2) merupakan pajak pusat yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI). Pajaknya terutang oleh pihak yang mengalihkan hak, yaitu pewaris. Meskipun nantinya dapat bebas melalui surat keterangan bebas (SKB) yang dimiliki oleh ahli waris.
Di sisi lain, BPHTB adalah pungutan pajak daerah yang diadministrasikan oleh Badan Pendapatan Daerah atau Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPRD). BPHTB terutang dan dibayar oleh pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, termasuk ahli waris, sekalipun diberikan pembebasan PPh melalui SKB oleh DJP.
Meskipun tidak sepenuhnya bebas selayaknya PPh Final yang mendapatkan SKB oleh DJP, terdapat nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) untuk menghitung BPHTB, yaitu paling sedikit Rp300 juta sesuai ketentuan daerah masing-masing. NPOPTKP ini tergolong tinggi dibandingkan dengan transaksi perolehan umum yang hanya paling sedikit Rp80 juta.
Beleid Anyar Agar Waris Bebas PPh
Dalam administrasi perpajakan, setiap peristiwa PHTB menimbulkan terutangnya PPh Final. Untuk itu, diperlukan suatu pembuktian administratif bahwa pengalihan tersebut dapat dikecualikan alias tidak perlu dibayar PPh-nya.
Di sanalah keberadaan SKB PPh teramat dibutuhkan. SKB berfungsi sebagai dokumen formal yang menjembatani filosofi hukum-warisan sebagai bukan objek PPh-dengan fakta administratif-pengalihan hak memerlukan validasi pajak. Tanpa SKB, notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan BPN tidak dapat melanjutkan proses balik nama sertifikat sebelum melunasi PPh Final Pasal 4 ayat (2).
Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-8/PJ/2025 tentang Ketentuan Pemberian Layanan Administrasi Perpajakan Tertentu dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PER-8/PJ/2025) menyederhanakan proses pengajuan SKB.
PER-8/PJ/2025 menghapus syarat validasi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh pewaris. Sebelumnya, salah satu syarat agar warisan dapat dikategorikan sebagai bukan objek pajak adalah harta yang diwariskan harus dilaporkan ke dalam SPT Tahunan pewaris.
Persyaratan ini membuat ahli waris kesulitan memenuhi ketentuan tersebut. Terutama jika pewaris tidak pernah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), atau harta waris belum dilaporkan dalam SPT Tahunan pewaris yang sudah meninggal. Akibatnya, banyak permohonan SKB yang tertunda atau ditolak.
Dengan perubahan ini, DJP kini berfokus pada kelengkapan dokumen dan kepatuhan pajak ahli waris. Bukan lagi pada riwayat pajak pewaris. Pergeseran ini sejalan dengan tujuan reformasi administrasi perpajakan yang mengedepankan efisiensi dan kepastian hukum serta memberikan kemudahan bagi wajib pajak.
Tata Cara Pengajuan SKB
Berdasarkan PER-8/PJ/2025, permohonan SKB wajib diajukan oleh ahli waris menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) milik sendiri yang terdaftar di Coretax DJP ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat ahli waris terdaftar, bukan NPWP/NIK pewaris.
Jika terdapat lebih dari satu ahli waris, permohonan dapat diwakilkan oleh salah satu pihak sepanjang melampirkan surat pernyataan persetujuan bersama dari seluruh ahli waris lainnya dan memenuhi syarat dan dokumen lain terkait SKB waris sesuai dengan ketentuan.
Berikut adalah ringkasan syarat dan dokumen pengajuan SKB warisan sesuai PER-8/PJ/2025.
Selain dokumen pendukung yang diwajibkan dalam PER-8/PJ/2025 di atas, perlu dicatat bahwa informasi berupa identitas ahli waris dan pewaris, serta data objek warisan dalam formulir permohonan harus sesuai. Meski bukan merupakan syarat wajib, ada baiknya pengajuan permohonan SKB dilengkapi dokumen tambahan yang membuktikan kesesuaian identitas ahli waris, pewaris, dan objek warisan yang dimaksud.
Dokumen tambahan dapat berupa salinan akta kematian, dokumen identitas ahli waris dan pewaris, serta dokumen lain yang relevan terkait objek waris. Untuk memastikan permohonan lancar, ahli waris dapat berkonsultasi secara gratis di KPP tempat ahli waris terdaftar terkait dokumen tambahan yang dimaksud.
Adapun penolakan dapat terjadi jika ahli waris yang mengajukan tercatat masih memiliki tunggakan pajak atau tidak patuh dalam pelaporan SPT Tahunan PPh dua tahun terakhir yang menjadi kewajibannya. Dengan demikian, meskipun validasi SPT pewaris ditiadakan dan dokumen disederhanakan, kepatuhan pajak ahli waris sendiri menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi.
Pengajuan SKB via Coretax DJP
Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, DJP kini membuka saluran pengajuan layanan administrasi, termasuk SKB PPh Waris. WP dapat mengaksesnya secara daring pada tautan https://coretaxdjp.pajak.go.id.
Pengecekan kepatuhan ahli waris oleh DJP merupakan syarat mutlak dan dilakukan secara sistem atas data ahli waris bersangkutan. Namun demikian, jika ahli waris merupakan wanita kawin yang kewajiban pajaknya digabung dengan suami, ahli waris yang mengajukan permohonan SKB perlu memastikan bahwa kepala keluarga telah melaporkan SPT Tahunan PPh untuk dua tahun pajak terakhir yang menjadi kewajibannya. Selain itu, istri atau anak sebagai ahli waris tersebut telah terdaftar di Coretax DJP sebagai tanggungan di daftar unit keluarga (DUK) suami atau kepala keluarganya.
Berikut adalah panduan sederhana pengajuan SKB Waris oleh ahli waris di Coretax DJP.
- Akses Portal: Masuk ke portal Coretax DJP menggunakan NIK/NPWP 16 digit dan kata sandi ahli waris.
- Navigasi Menu: Dari dashboard, pilih modul “Layanan Wajib Pajak” dan kemudian menu “Layanan Administrasi”. selanjutnya, pilih submenu “Buat Permohonan Layanan Administrasi”.
- Pilih Tipe Layanan: Cari dan pilih Kategori Layanan “AS.19 SKB PPh”, kemudian Kategori Sub Layanan “AS.19-05 SKB PPh atas Penghasilan Hak atas atas Tanah dan atau Bangunan” kemudian klik “Simpan”
- Pengisian Formulir: Isi formulir serta unggah semua dokumen yang dipersyaratkan (sesuai Tabel 1) pada grid “Alur Kasus”. Pada bagian alasan permohonan, pilih opsi "Melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris yang memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan.”
- Validasi Otomatis & Submit: Setelah semua data terisi dan dokumen terunggah, sistem Coretax akan melakukan validasi status kepatuhan Wajib Pajak. Jika memenuhi, pemohon dapat melanjutkan proses penandatanganan elektronik dan menekan tombol “Kirim”.
- Kirim dan Penerimaan Bukti: Setelah permohonan berhasil dikirim, sistem akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik. Klik tombol “lanjut” agar kasus segera diproses oleh KPP tempat ahli waris terdaftar.
- Pemantauan Proses: Pastikan pada grid alur kasus terdapat tulisan “Kasus sedang dalam proses. Tidak ada tindakan yang dapat dilakukan saat ini”. Jika sudah, maka Surat Keterangan Bebas (SKB) akan diterbitkan dalam jangka waktu maksimal 3 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
- Pengunduhan SKB: Setelah SKB diterbitkan, dokumen tersebut akan tersedia secara elektronik melalui modul “Portal Saya” di menu “Dokumen Saya”.
- Memastikan Daftar Fasilitas Terekam: Pemohon memastikan bahwa SKB sudah tercatat dalam sistem DJP sebelum pengajuan ke BPN dengan masuk ke akun Coretax-nya, di modul Layanan Perpajakan → Layanan Administrasi → Daftar Fasilitas Saya.
Ilustrasi berikut ini menggambarkan skenario ahli waris tunggal dan ganda.
Contoh Kasus A: Ahli Waris Tunggal Bapak Budi meninggal dunia dan meninggalkan sebidang tanah di Jakarta. Ahli warisnya adalah Tuan Rahmat, anaknya. Untuk memproses balik nama sertifikat, Tuan Rahmat mengajukan permohonan SKB PPh. Tuan Rahmat memastikan dirinya telah melaporkan SPT Tahunan PPh dua tahun terakhir dan tidak memiliki tunggakan pajak, dan Tuan Rahmat juga tercatat sebagai bukan PKP dan tidak sedang proses tindak pidana perpajakan. Tuan Rahmat menyiapkan surat permohonan, surat pernyataan pembagian waris yang menyebutkan dirinya sebagai satu-satunya ahli waris, surat keterangan kematian Bapak Budi, dan dokumen kepemilikan tanah. Semua dokumen diunggah melalui portal Coretax DJP. Permohonan diproses dengan karena semua persyaratan terpenuhi.
Contoh Kasus B: Ahli Waris Ganda Bapak Slamet meninggal dan mewarisi sebuah rumah di Bandung kepada ketiga anaknya: Tiara, Budi, dan Siska. Untuk memproses balik nama, mereka memutuskan agar rumah tersebut tercatat atas nama "Tiara, dkk.". Salah satu ahli waris, misalnya Tiara, mengajukan permohonan SKB. Tiara menyiapkan surat pernyataan pembagian waris yang ditandatangani oleh semua ahli waris, berisi persetujuan bahwa rumah tersebut diwariskan kepada mereka bertiga. Proses pengajuan dilakukan melalui Coretax DJP dengan melampirkan semua dokumen yang dipersyaratkan. Setelah SKB terbit, mereka dapat melanjutkan proses balik nama di BPN menjadi akta pembagian hak bersama (APHB) di hadapan notaris/PPAT.
Sebagai konklusi, pengalihan hak atas tanah dan bangunan karena warisan pada dasarnya bukanlah objek PPh. Namun, untuk mendapatkan pembebasan PPh Final, ahli waris wajib mengajukan SKB. PER-8/PJ/2025 telah membawa angin segar dengan menghapus persyaratan validasi SPT pewaris, yang sebelumnya menjadi hambatan.
Perubahan ini sejalan dengan implementasi Coretax DJP yang menstandardisasi, mendigitalisasi, dan merampingkan seluruh proses pengajuan secara daring. Coretax DJP menjadikan pengajuan SKB menjadi lebih efisien. Validasi data otomatis oleh sistem dan waktu pemrosesan yang lebih cepat menjadi keunggulan tersendiri. Ahli waris kini dapat mengurus SKB dengan lebih mudah, sepanjang seluruh dokumen lengkap, serta didukung dengan kepatuhan ahli waris dalam melaporkan SPT Tahunan.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 24 kali dilihat