Oleh: Putu Dian Pusparini, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

A woman is like a tea bag, you cant tell how strong she it until you put her in hot water,” kata politisi Amerika Serikat, Eleanor Roosevelt.

Penggambaran wanita di masa modern sudah jauh berbeda dengan masa lampau, memegang stetoskop di tangannya, laptop di meja kerjanya, atau bahkan helm proyek di kepalanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 50,7 juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah wanita pada 2020. Pekerja wanita di sektor informal seperti tenaga usaha tani, kebun, ternak, ikan, hutan, dan perburuan mencapai 26,65%. Sebanyak 9,8% pekerja wanita merupakan tenaga profesional, teknisi dan tenaga lainnya. Pekerja wanita yang merupakan tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan hanya sebanyak 0,65%. Dari 2,82 juta pekerja di jabatan manajerial, sebanyak 33,08% merupakan wanita.

Dengan banyaknya jumlah pekerja wanita yang ada di Indonesia saat ini, tidak heran apabila banyak wanita yang mulai mengurus Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP). Hal ini karena apabila seseorang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai wajib pajak, maka wajib melaksanakan kewajiban perpajakan.

Syarat subjektif dan objektif

Seseorang memenuhi syarat subjektif sebagai wajib pajak saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk tinggal di Indonesia. Terpenuhinya syarat subjektif berakhir saat orang pribadi tersebut meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan. Adapun yang dimaksud dengan penghasilan menurut UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Dengan memahami konsep persyaratan subjektif dan objektif sebagai wajib pajak, kita mengetahui bahwa seorang Warga Negara Indonesia yang bekerja dan mendapatkan penghasilan di Indonesia memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Termasuk juga wanita.

Kedudukan wanita dalam pajak

Dengan sistem pengenaan pajak penghasilan (PPh) Indonesia yang menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, membuat penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan kepala keluarga. Dalam hal ini sering kali yang menjadi kepala keluarga adalah suami atau ayah.

Meskipun demikian, seorang wanita dapat membuat NPWP atas dirinya sendiri atau terpisah dari suami maupun ayahnya. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait kategori Wajib pajak.

Kategori wajib pajak untuk seorang wanita dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu Orang Pribadi (Induk), Hidup Berpisah (HB), Pisah Harta (PH), Memilih Terpisah (MT), dan Warisan Belum Terbagi (WBT). Kategori ini muncul saat akan melakukan pendaftaran Wajib pajak.

Lantas, apa sebenarnya maksud dari Induk, HB, PH, MT, dan WBT dalam kategori Wajib pajak?

Kategori status wajib pajak

Pertama, status Induk berarti wajib pajak yang belum menikah, suami sebagai kepala keluarga, dan/atau wajib pajak yang memiliki status perkawinan cerai mati. Kategori ini digunakan bagi wanita yang akan mendaftar NPWP dengan status perkawinan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) berupa belum kawin atau cerai mati. Saat mendaftar dengan kategori ini, wajib pajak hanya perlu menyiapkan KTP.

Kedua, status HB berarti wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan putusan hakim. Bukti telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim adalah status perkawinan yang tercantum di Kartu Tanda Penduduk (KTP) sudah berganti menjadi cerai hidup.

Ketiga, status PH berarti suami-istri yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis. Untuk wanita kawin yang punya perjanjian pemisahan harta secara resmi dengan suaminya, dapat memilih kategori ini saat melakukan pendaftaran wajib pajak. Saat memilih kategori ini di pendaftaran wajib pajak, wanita diharuskan memasukkan NPWP suami dan melampirkan surat perjanjian pemisahan hartanya. Oleh sebab itu, apabila seorang wanita berencana mendaftar dengan kategori ini, harus dipastikan bahwa suaminya punya NPWP yang berstatus aktif.

Keempat, status MT berarti wanita kawin, selain kategori Hidup Berpisah dan Pisah Harta, yang dikenai pajak secara terpisah karena memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya. Kategori ini dapat dipilih apabila seorang wanita kawin yang tidak ada perjanjian pemisahan harta dengan suaminya, namun tetap ingin melaksanakan kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya. Saat memilih kategori ini di pendaftaran wajib pajak, diharuskan memasukkan NPWP suami dan melampirkan surat pernyataan menghendaki menjalankan kewajiban perpajakan terpisah. Maka dari itu, apabila seorang wanita berencana mendaftar dengan kategori ini, harus dipastikan bahwa suaminya punya NPWP yang berstatus aktif.

Terakhir, status WBT berarti harta warisan yang belum dibagi atau belum terbagi sebagai satu kesatuan yang merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris. Kategori ini dipilih apabila ada seorang wajib pajak yang meninggal dunia namun, masih memiliki warisan yang belum dibagikan atau belum terbagi ke para ahli warisnya.

Pemilihan kategori wajib pajak dengan benar merupakan suatu keharusan saat mendaftar sebagai Wajib pajak. Saat ini data perpajakan sudah tersambung dengan data kependudukan milik Kementerian Dalam Negeri. Saat melakukan pendaftaran, baik secara daring maupun secara langsung ke kantor pelayanan pajak, data yang diisikan wajib pajak akan langsung divalidasi dengan data kependudukan. Validasi akan gagal apabila ada data yang tidak sesuai dengan data kependudukan. Kegagalan validasi membuat pendaftaran tidak dapat dilanjutkan.

Memahami kategori wajib pajak dengan benar dapat mengurangi kebingungan yang dihadapi oleh para wanita. Kategori wajib pajak adalah dasar dalam menentukan kewajiban perpajakan selanjutnya. Pemahaman akan kategori juga memberikan pilihan kepada para wanita, bahwa dirinya bisa memilih untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sendiri, tidak selalu harus ikut dengan suami atau kepala keluarganya.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja