Oleh: Moh Makhfal Nasirudin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Siang itu, tampak puluhan orang duduk di ruang tunggu kantor pajak menunggu giliran dipanggil petugas. Beberapa petugas kantor pajak tampak sedang serius menjelaskan sesuatu sambil menunjuk-nunjuk layar laptop di mejanya. Sementara di depannya duduk seorang berpenampilan perlente, mengangguk-anggukkan kepala dan sesekali melihat lembaran kertas yang dibawanya.

Ada delapan pasang meja dan kursi dengan adegan yang mirip di ruangan itu. Sementara puluhan orang lainnya menunggu giliran. Sebagian menyimak layar monitor besar yang ada di ruangan itu. Monitor itu menayangkan video tutorial pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Kita lazim menjumpai pemandangan seperti itu di kantor pajak setiap akhir Maret. 

Lho? Sebentar, sebentar. Katanya sekarang lapor SPT itu sudah dapat dilakukan secara daring? Dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. 

Betul, Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas pajak di Indonesia sudah memberlakukan e-Filing sebagai sarana pengisian dan pelaporan SPT Tahunan. Walaupun masih terbatas untuk wajib pajak tertentu, di antaranya orang pribadi pegawai atau karyawan. Mereka inilah yang setiap akhir Maret berbondong-bondong lapor SPT ke kantor pajak secara daring. Fenomena di atas sudah mulai berkurang, terutama di kantor pajak yang berada di kota besar. Namun, tidak di kantor pajak lainnya.

Tak dapat dimungkiri bahwa e-Filing membawa banyak perubahan di tradisi tahunan melaporkan SPT tersebut. Jumlah wajib pajak yang datang untuk melaporkan SPT Tahunan ke kantor pajak sudah banyak berkurang dibanding lima sampai sepuluh tahun ke belakang. Saat kantor pajak ramai ibarat pasar karena hajatan tahunan ini. Hampir semua pegawai dikerahkan untuk melayani wajib pajak, bahkan beberapa KPP musti mendirikan tarup di halaman kantor.
 
Namun demikian, bahwa mengisi SPT Tahunan itu sulit dan ribet itu merupakan fakta yang tak terbantahkan. Yang bilang mengisi SPT Tahunan itu mudah, pasti orang pajak atau tidak pernah lapor pajak. 

Bagi awam, menghitung pajak dengan segala aturannya, kemudian mengisikan hasil penghitungannya di SPT Tahunan itu susah. Jadi, daripada salah hitung dan salah isi,  mereka lebih memilih datang ke kantor pajak. Dan itu hak mereka untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari kantor pajak. Walaupun antre, mereka rela. Toh, kantor pajak sekarang sudah nyaman, suasananya sudah mirip kafe kekinian. Petugasnya ramah dan ringan tangan menolong wajib pajak. Dan sekarang tiap kantor pajak sudah ada penyuluh pajak yang siap membantu.

Berdasarkan pengalaman penulis ketika bertemu dan melakukan wawancara dengan wajib pajak, sedikitnya ada tiga sebab mengapa mereka datang ke kantor pajak untuk melaporkan SPT Tahunannya. Pertama, wajib pajak mengalami kesulitan mengisi SPT Tahunannya. Kedua, wajib pajak yang sudah mampu mengisi SPT Tahunan masih butuh keyakinan diri bahwa isiannya benar. Yang terakhir, wajib pajak merasa nyaman mengisi SPT Tahunan di Kantor Pajak. Ketiga alasan tersebut bersumber dari keribetan menghitung pajak dan isian formulir SPT.

Mumpung masa pengisian SPT Tahunan Pajak Peghasilan masih jauh, saya ingin berandai-andai tentang pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi yang mudah. Versi saya, tentunya.

Pertama, Direktorat Jenderal Pajak sudah memiliki jutaan gigabit data, baik data internal maupun data dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak-pihak lain. Misalnya data penjualan dan pembelian, data pembayaran gaji dan jasa, data rekening tabungan dan cicilan kita di bank, data kepemilikan properti, atau data kepemilikan kendaraan. Selama data tersebut berhubungan dengan kita, data-data tersebut akan tampil begitu kita masuk ke laman e-Filing. Wajib pajak kemudian akan melakukan proses konfirmasi dan pembaruan data. 

Sebetulnya ini juga sudah diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pajak, dengan data bukti pemotongan pajak atas gaji dari pemberi kerja. Tinggal dikembangkan saja implementasi data-data lainnya, menjadi data prepopulated di SPT Tahunan. Selain mempermudah, cara ini juga dapat menjadi cara untuk validasi data yang dipunyai kantor pajak. 

Yang kedua, kustomisasi laman e-Filing. Setiap wajib pajak akan mendapat laman berbeda, tergantung jenis kegiatan usahanya. Pertama kali login, laman pertama yang muncul adalah data identitas kita, lengkap. Termasuk data tentang profesi ataupun pekerjaan kita. Kemudian kita diberi pilihan untuk melakukan konfirmasi maupun pembaruan data. Setelah itu, tampilan laman berikutnya sudah berbeda-beda disesuaikan dengan profesi maupun pekerjaan kita.

Saat ini, aplikasi untuk pengisian laporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang sudah dipergunakan adalah e-Filing untuk karyawan. Sehingga langkah awal kustomisasi dapat dimulai dari SPT Tahunan Orang Pribadi karyawan ini. Di bayangan saya, ketika wajib pajak karyawan login di aplikasi e-Filing, yang pertama kali tampil adalah data dan informasi tentang si karyawan yang terdapat di basis data kantor pajak. Karyawan ini tinggal validasi data yang sudah ada. 

Berikutnya baru muncul beberapa pertanyaan terkait sumber penghasilannya. Contoh, berapa gaji termasuk Tunjangan Hari Raya yang Anda terima dalam jangka waktu setahun? Berapa bonusnya? Pernah pindah kerja? Dan pertanyaan lain yang berkaitan dengan gaji dari pemberi kerja. Baru kemudian muncul pertanyaan tentang penghasilan istri dan anaknya. Sumber penghasilan mereka dari mana? Begitu seterusnya sampai perhitungan pajak yang masih harus dibayar.

Langkah berikutnya, pengembangan aplikasi e-Filing SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk beragam profesi lainnya. Pertanyaan yang tampil setelah kita login dan muncul data-data prepopulated akan berbeda-beda. Tergantung jenis kegiatan usaha orang pribadi tersebut. 

Seorang dokter, umpamanya. Pertanyaan yang muncul terkait penghasilan yang lazim diterima oleh dokter. Apakah Anda bekerja di Rumah Sakit? Apakah Anda membuka praktik di rumah atau rumah sakit selain Anda kerja? Dan seterusnya. Kemudian muncul pertanyaan terkait penghasilan istri, penghasilan anak, berapa penghasilan yang sudah dipotong pajaknya oleh rumah sakit atau klinik tempat prakteknya. Profesi lain akan mendapat tampilan dan pertanyaan yang berbeda.

Untuk wajib pajak yang tidak bekerja dan penghasilannya berasal dari kegiatan usaha, dagang sebagai contoh, pertanyaan yang muncul akan berbeda lagi. Pertanyaan pertama, Anda dagang apa? Berapa omzet penjualan dagangannya per bulan? Dan seterusnya sampai muncul jumlah pajak yang kurang dibayar.

Berikutnya, gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat awan di setiap isian yang digunakan. Jangan gunakan bahasa undang-undang. Inilah bagian yang paling sulit, tetapi krusial. Banyak istilah undang-undang yang tidak familier di telinga wajib pajak. Proses ini yang akan memakan waktu. Upaya menghindarkan kata-kata yang ambigu dan berpotensi membingungkan ini memerlukan kesepemahaman antara ahli bahasa, ahli hukum, dan ahli hubungan masyarakat. 

Yang terakhir, yang paling penting setelah kustomisasi aplikasi e-Filing impian terwujud adalah penyusunan tutorial penggunaan aplikasi yang mudah di mengerti. Percuma punya aplikasi bagus tanpa didukung tutorial yang informatif. Pengguna akan tetap merasa kesulitan menggunakan aplikasi tersebut. Direktorat Jenderal Pajak mempunyai banyak pegawai yang mumpuni dalam membuat konten tutorial ini. Panduan dibuat ringkas. Satu panduan untuk satu kegiatan usaha. Kemudian sebar luaskan panduan tersebut melalui berbagai kanal kehumasan yang dimiliki. 

Memang betul, proses perubahan ini juga akan menimbulkan keribetan lagi, khususnya bagi Direktorat Jenderal Pajak. Proses pembuatan aplikasi, pemilihan istilah, desain formulir, dan proses pembuatan tampilan aplikasi yang ramah pengguna bukan hal yang mudah. Namun biarlah, yang penting wajib pajak tidak lagi ribet mengisi SPT Tahunan. Mudah-mudahan lamunan saya ini dapat diamini. Mumpung Direktorat Jenderal Pajak lagi bebenah di segala bidang termasuk teknologi informasinya. Tabik.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.