Oleh: Armiaty Luckyta, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Udara bersih dan segar merupakan salah satu kebutuhan vital bagi manusia dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Manusia membutuhkan udara yang bersih dan bebas dari polusi. Tetapi belakangan ini, apalagi di Jakarta, polusi udara sudah meresahkan masyarakat karena menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Berdasarkan data inventarisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, sektor transportasi menjadi penyumbang sumber emisi terbanyak di Indonesia (44%), dan disusul oleh kawasan industri yang berbahan energi batubara (31%). Situs pemantau kualitas udara IQAir per tanggal 30 September 2023  menunjukkan kualitas udara di Jakarta masuk kategori tidak sehat dengan Indeks Kualitas Udara (AQI) 163.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sigit Reliantoro, mengatakan saat ini pemerintah sedang fokus pada upaya mengendalikan polusi udara di bidang transportasi. Beberapa solusi yang ditawarkan mencakup penerapan uji emisi kendaraan dengan tarif parkir lebih tinggi untuk kendaraan yang tidak lolos uji emisi, perbaikan fasilitas transportasi umum, dan mendorong penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).

Untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil, pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 (selanjutnya disebut PMK-38) memberikan insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) atas pembelian KBLBB untuk kurun masa April s.d Desember 2023. Tujuannya adalah untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam percepatan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik dan meningkatkan minat beli masyarakat atas KBLBB.

Insentif atas Penyerahan/Pembelian KBLBB

Sebagaimana diatur dalam PMK-38, ada beberapa persyaratan/ kondisi untuk menerima insentif PPN DTP atas penyerahan/pembelian kendaraan bermotor listrik, yaitu:

a. Dari aspek kondisi: PPN DTP diberikan hanya atas penjualan unit KBLBB baru.

b. Dari aspek Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN): untuk penjualan KBLBB jenis Roda Empat Tertentu (mobil pribadi) akan mendapatkan insentif PPN DTP sebesar 10%, apabila memiliki TKDN ≥40%. Sementara itu, untuk KBLBB jenis Bus Tertentu, insentif PPN DTP diberikan dalam dua tarif insentif, yaitu: PPN DTP sebesar 10% apabila TKDN-nya ≥40%; dan PPN DTP sebesar 5% apabila TKDN-nya 20% - ≤40%.

c. Dari aspek Tipe KBLBB jenis mobil pribadi: Insentif PPN DTP hanya berlaku untuk merek dan tipe yang tercantum dalam lampiran PMK Nomor 38 Tahun 2023, yaitu mobil dengan merek Hyundai Ionic 5 dan Wuling Air EV.

d. Dari Aspek Kewajiban Perpajakan Pengusaha Kena Pajak (PKP): PKP yang menyerahkan/menjual KBLBB Tertentu (Dealer Mobil) mempunyai kewajiban untuk:

  1. membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan;
  2. membuat Laporan Realisasi PPN DTP, berupa Faktur Pajak dengan kode transaksi 07, yang dilaporkan dalam SPT masa PPN;

Ketentuan pembuatan Faktur Pajak untuk penyerahan KBLBB tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Faktur Pajak dibuat terpisah, atas proporsi penyerahan KBLBB yang mendapatkan fasilitas PPN DTP dan atas proporsi penyerahan KBLBB yang harus dipungut PPN-nya (karena tidak seluruh nilai penyerahan mendapatkan PPN DTP).

Contoh:

Apabila atas penjualan KBLBB mendapatkan PPN DTP 10% (dengan tarif PPN saat ini = 11%), maka Dealer mobil  menerbitkan 2 (dua) Faktur Pajak, yang terdiri dari:

  1. Faktur Pajak dengan kode transaksi 01 dibuat untuk bagian 1/11 (satu persebelas) dari Harga Jual, yang tidak mendapatkan PPN DTP (harus dipungut PPN-nya). Untuk menghitung PPN terutang, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) ini akan dikalikan dengan tarif PPN 11%;
  2. Faktur Pajak dengan kode transaksi 07 dibuat untuk bagian 10/11 (sepuluh persebelas) dari Harga Jual, yang mendapatkan PPN DTP.

Misalnya atas harga mobil Rp. 200.000.000. Maka porsi penjualan yang harus dipungut PPNnya (DPP) = 1/11 x Rp200 juta = Rp18.181.818. Sedangkan, PPN-nya = 11% x Rp18.181.818 = Rp2 juta

Jadi, jika tanpa adanya insentif PPN DTP, seorang pembeli mobil harus membayar PPN Rp 200 juta x 11% = Rp22 juta, maka dengan adanya insentif PPN DTP, konsumen hanya membayar PPN Rp2 juta saja, atau sebesar 1% dari harga jual. Semakin mahal harga mobil, maka akan semakin besar insentif PPN yang diterima pembeli.

  1. Dealer mobil wajib membuat Faktur Pajak dengan kode transaksi 07, dengan mencantumkan keterangan berupa merek, tipe, varian, dan nomor rangka kendaraan, dan diberi cap dengan keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH SESUAI PMK NOMOR 38 TAHUN 2023 SENILAI Rp...”. Untuk contoh harga mobil Rp 200jt, maka DPP yang dicantumkan di Faktur Pajak = 10/11 x Rp200 juta = Rp 181.818.181. Sementara PPN DTP yang dicantumkan di Faktur Pajak = Rp 181.818.181 x 11% = Rp 20 juta;

Insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) ini dapat ditagih kembali apabila: KBLBB yang diserahkan bukan merupakan unit baru; atau tidak memenuhi kriteria nilai TKDN; atau tidak termasuk KBLBB Bus Tertentu yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perindustrian; atau Masa Pajak tidak sesuai; atau PKP tidak melaksanakan kewajiban pembuatan Faktur Pajak dan Laporan Realisasi PPN DTP. Pembeli yang merupakan Pengusaha Kena Pajak dan memanfaatkan PPN DTP saat perolehan KBLBB, tidak dapat mengkreditkan PPN DTP dalam penghitungan PPN terutang (saat pelaporan SPT Masa PPN).

Saran

Meskipun saat ini sudah ada insentif PPN DTP untuk pembelian KBLBB, kebijakan ini belum mampu mengerem penurunan kualitas udara di Jakarta yang semakin memburuk.  Untuk itu batas akhir pemberian insentif PPN DTP, yang hanya sampai akhir tahun 2023, selayaknya dipertimbangkan untuk diperpanjang waktunya. Karena di awal Januari 2024 nanti, harga mobil listrik pasti akan naik minimal sebesar PPN DTP.

Dengan semakin banyaknya mobil listrik baru dengan harga yang kompetitif, maka pemerintah dapat mempercepat sosialisasi persyaratan TKDN kepada semua produsen KBLBB, atau bahkan merelaksasi persyaratan TKDN tersebut, sehingga semakin banyak merek dan type KBLBB yang tercantum dalam lampiran PMK tersebut.

Para dealer mobil diharapkan memahami semua kewajiban perpajakan yang terkait dengan penjualan mobil listrik tersebut, seperti pembuatan Faktur Pajak dan Laporan Realisasi PPN DTP (Faktur Pajak berkode transaksi 07). Sehingga dapat menjamin insentif yang diterima pembeli KBLBB.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.