Demokrasi Pajak: Ada "Hak Pilih" Juga, Lho

Oleh: Eko Priyono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pada tanggal 14 Februari 2024, Indonesia merayakan sebuah tonggak sejarah dalam pelaksanaan demokrasi, sebuah peristiwa yang menjadi pusat perhatian di tengah prinsip-prinsip demokratis yang dianut oleh negara ini. Momen ini mencerminkan pentingnya hak pilih sebagai elemen sentral dalam membangun sistem demokrasi yang kuat, yang tidak hanya mencerminkan hak asasi setiap warga negara, tetapi juga memiliki dampak yang mendalam terkait dengan tanggung jawab perpajakan.
Hak pilih dianggap sebagai fondasi utama dalam membangun sistem demokrasi yang kuat di Indonesia. Prinsip dasar demokrasi menekankan peran penting mayoritas suara warga negara dalam pengambilan keputusan politik. Kesetaraan suara menjadi landasan penting, di mana setiap suara memiliki bobot yang setara. Proses pemilihan umum harus berlangsung secara adil, bebas, dan rahasia tanpa tekanan atau intimidasi. Hak pilih, sebagai pilar utama sistem demokrasi, memberikan legitimasi pada pemerintahan dan menempatkan kekuasaan politik di tangan rakyat. Pemahaman dan implementasi hak pilihnya secara bijak tidak hanya berpartisipasi dalam membentuk pemerintahan tetapi juga memberikan kontribusi positif pada perkembangan ekonomi negara. Kesadaran akan hak pilih dan tanggung jawab perpajakan membentuk satu kesatuan utuh. Partisipasi aktif dalam pemilihan umum bukan hanya hak tetapi juga tanggung jawab warga negara. Pemahaman akan dampak hak pilih dan hubungannya dengan perpajakan menjadi langkah penting dalam membangun demokrasi berkelanjutan dan ekonomi inklusif di Indonesia.
"Hak Pilih" Pajak
Namun, hak pilih tidak hanya memiliki dampak politis. Dalam konteks perpajakan, wajib pajak dengan omzet kurang dari atau sama dengan Rp4.800.000.000,00 juga memiliki hak pilih terkait penggunaan tarif pajak penghasilan. Aturan ini menyatakan bahwa penghasilan dari usaha yang memenuhi kriteria tertentu dapat dikenai pajak penghasilan final dengan tarif sebesar 0,5% dalam jangka waktu tertentu. Tanggung jawab perpajakan menjadi aspek tak terpisahkan dari hak pilih.
Ketentuan perpajakan memiliki peran penting dalam membentuk tatanan ekonomi negara. Wajib pajak harus memahami aturan perpajakan, termasuk tata cara pemberitahuan, pemilihan tarif pajak, dan durasi pajak penghasilan yang bersifat final. Bagi wajib pajak dengan omzet kurang dari atau sama dengan Rp4.800.000.000,00, hak pilih mereka tidak hanya terbatas pada ranah politik tetapi juga mempengaruhi kebijakan ekonomi melalui partisipasi dalam pengaturan tarif pajak penghasilan (PPh). Dalam melakukan penyetoran dan pemotongan PPh yang bersifat final terutang, wajib pajak memiliki kewajiban untuk mematuhi ketentuan yang telah diatur. Pentingnya tanggung jawab perpajakan terkait dengan hak pilih tercermin dalam kewajiban wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, menyampaikan laporan mengenai peredaran bruto atas penghasilan dari usaha, dan melampirkannya sebagai bagian dari Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh). Tata cara pengajuan permohonan, penerbitan surat keterangan, dan pembatalan atau pencabutan surat keterangan juga perlu diikuti dengan seksama. Wajib pajak yang berstatus pusat terdaftar harus mengajukan permohonan Surat Keterangan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Proses penerbitan dan pembatalan/pencabutan surat keterangan dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah diatur, menunjukkan adanya pengawasan yang ketat dalam implementasi hak pilih dan tanggung jawab perpajakan.
Kesadaran akan hak pilih tidak hanya memperkuat demokrasi politik tetapi juga memberikan dampak positif pada perekonomian negara. Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, pemahaman dan partisipasi dalam kedua aspek ini membentuk fondasi yang kokoh untuk mewujudkan visi masa depan yang lebih baik bagi Indonesia. Hak pilih dan tanggung jawab perpajakan adalah dua sisi dari koin yang sama, memainkan peran penting dalam membentuk arah dan karakter bangsa. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bersama untuk menjaga integritas dan keberlanjutan keduanya, membawa Indonesia menuju peradaban yang lebih maju dan berkeadilan.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja. Sehubungan dengan kewajiban netralitas ASN dalam Pemilu, artikel ini tidak dimaksudkan untuk mendukung/mendiskreditkan kandidat siapa pun.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 138 kali dilihat