Bersatu Berkontribusi untuk Reformasi

Oleh: Lisa Amalia Artistry Ramadhani, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Inggris tak akan tetap bertahan menjadi negara maju sampai saat ini jika keluarga kerajaan tidak membuka mata untuk menerima perubahan atas tuntutan rakyat pada masa itu, seperti yang digambarkan dalam film The Queen. Kendala terbesar yang dihadapi modernisasi Inggris bukanlah dari eksternal kerajaan, tetapi pemikiran sempit yang tetap pada pendiriannya mempertahankan budaya lama kolonial yang kaku dan terlalu prosedural. Begitu pula Direktorat Jenderal Pajak yang harus berlari kencang mengejar ketertinggalan beradaptasi dengan tuntutan teknologi yang semakin modern melalui Reformasi Perpajakan jilid III yang sedang dijalankan. Kemungkinan kendala terbesar yang dihadapi bukanlah dari sisi eksternal, tetapi dari dalam lingkungan organisasi itu sendiri.
Reformasi Pajak terus bergulir sepanjang waktu sampai akhirnya memasuki gerbang reformasi perpajakan jilid III yang berpedoman pada 5 pilar reformasi dalam menciptakan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel untuk mewujudkan penerimaan negara yang optimal. Lima pilar tersebut terkait dengan organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, serta peraturan perundang-undangan. Upaya yang dilakukan adalah perubahan sistem perpajakan yang menyeluruh, termasuk pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi dan peningkatan basis perpajakan. Reformasi ini memerlukan pemahaman dan kontribusi aktif dari seluruh lapisan pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Lean Tim McMahon, salah seorang pakar bisnis, menciptakan program transformasi bisnis bernama program Lean yang cukup populer pada waktu itu. Namun beberapa studi belakangan ini menunjukkan kegagalan program Lean di berbagai negara di dunia sebesar 50-95%. Alasan utama kegagalan tersebut adalah ketidakmampuan mengatasi berbagai kendala terkait budaya perusahaan yang merupakan faktor internal.
Tidak adanya keterlibatan pimpinan menjadi hal pertama kegagalan sebuah gerakan reformasi. Pemimpin yang dimaksud haruslah sosok yang tegas dan inspiratif. Ia juga harus berkepribadian kuat, tidak kenal lelah, tangguh, penutut namun pemaaf, fokus, dan fleksibel. Lebih dari itu, pemimpin juga harus pintar dan sangat berpengaruh dalam organisasi. Setiap institusi yang sukses menjalankan program Lean setidaknya memiliki satu sosok yang demikian. Di sinilah kotribusi para pejabat eselon dibutuhkan untuk lead by example dalam menunjukkan semangat menjalankan reformasi. Konsep dasar reformasi adalah perubahan fundamental pada sistem pengadaan dan transfer nilai kepada pegawai dan masyarakat sebagai wajib pajak. Para pemimpin di setiap lini Direktorat Jenderal Pajak harus memimpin di garis depan.
Selain itu, keterlibatan pegawai dalam setiap langkah reformasi juga merupakan kunci untuk menghasilkan keberhasilan. Setiap pegawai pada umumnya memiliki pengetahuan yang lebih lengkap mengenai pekerjaan dan wilayah kerja mereka masing-masing. Keuntungan dari keterlibatan pegawai dalam setiap proses dan pengambilan keputusan adalah ketercapaian hasil yang efektif dan efisien, karena setiap kegiatan yang dilakukan pasti selalu disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Hadirnya Duta Komunikasi dalam Reformasi Perpajakan ini merupakan langkah penting untuk menciptakan kesadaran perubahan, membangkitkan semangat dan membangun dukungan untuk keberhasilan program. Namun, keterlibatan massa itu sendiri jauh lebih penting. Seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang Reformasi Perpajakan yang sedang dijalankan dan bagaimana kondisi internal terkini di dalam DJP agar setiap program yang diupayakan dapat terimplementasi secara merata dan efektif. Di sinilah metode penyampaian informasi yang dilakukan Duta Komunikasi menjadi hal yang sangat krusial dalam memastikan setiap pegawai Direktorat Jenderal Pajak benar-benar memahami Reformasi Perpajakan.
Mengedukasi pegawai mengenai konsep dasar Reformasi Perpajakan jelas menjadi hal yang sangat penting. Hanya saja isi, level, dan kedalaman pengetahuan yang diajarkan juga harus berbeda untuk masing-masing bidang. Selain itu, informasi yang disampaikan juga harus disesuaikan dengan kondisi wajib pajak yang dihadapi dan wilayah kerja masing-masing unit.
Langkah demi langkah yang dilakukan dalam Reformasi Perpajakan memang tidak mudah. Namun jika dilaksanakan sesuai dengan dasar filosofinya dan berfokus pada tujuan utama maka keberhasilan bukanlah sesuatu yang nihil. Reformasi pajak harus dijalankan dengan elemen-elemen kerja yang benar. Kabar baiknya, semua failures modes yang dipaparkan tersebut sangat mungkin dihindari dan diatasi. Jadi, tidak ada alasan Reformasi Perpajakan ini untuk gagal.
Sebagai individu, semua pegawai Direkorat Jenderal Pajak memiliki kewajiban untuk memahami dan berkontribusi dalam Reformasi Perpajakan, baik itu para pejabat eselon, pegawai struktural maupun fungsional. Reformasi ini adalah program bersama, bukan program Dirjen Pajak, bukan juga program kantor pusat. Ini adalah program milik Direktorat Jenderal Pajak. Maka, jadikan diri kita salah satu dari penyukses Reformasi Perpajakan jilid III yang proaktif berkontribusi untuk institusi kita tercinta yang lebih baik.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 151 kali dilihat