Budaya Ngopi Orang Aceh Penggerak Ekonomi

Oleh: Salman Faruqi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kopi Gayo adalah salah satu jenis kopi terbaik di dunia. Kopi ini dihasilkan dari provinsi paling barat di Indonesia, yaitu Daerah Istimewa Aceh. Kopi bukan hanya komoditas yang dihasilkan dari daerah ini, melainkan juga sebuah budaya di masyarakat. Nongkrong di warung kopi sudah menjadi budaya rakyat Aceh sejak dulu. Tua atau muda, laki-laki atau perempuan semua nongkrong di warung kopi. Banyak rencana bisnis dimulai dari yang kecil hingga besar, berawal dari diskusi warung kopi. Dimulai dari persetujuan kontrak perusahaan besar sampai menjadi tempat pertemuan jual beli cash on delivery (COD). Bisa dibilang, warung kopi di Aceh merupakan penggerak ekonomi yang sesungguhnya terlepas dari jumlahnya yang sangat banyak.
Warung kopi juga menjadi pendorong ekonomi usaha kecil dan menengah (UMKM) yang lainnya. Produk usaha rumahan sering mengajak kolaborasi menitipkan barang dagangannya di warung kopi. Kolaborasi yang sering terjadi ialah dengan pedagang makanan. Hidangan yang dijual biasanya makanan khas Sumatera yaitu nasi gurih, lontong balap, sate matang, dan lain sebagainya. Menu kopi yang paling laris adalah kopi sanger. Kopi hitam yang dicampur dengan kental manis menjadi favorit semua kalangan. Rasanya bisa dibilang di atas rata-rata kopi yang dijual di tempat kopi modern. Harganya juga murah, dimulai dari lima ribu hingga 12 ribu rupiah
Warung kopi Aceh memiliki khas tersendiri seperti susunan meja panjang dan kursi plastik. Susunan kental manis ditata bak menara di depan dapur. Ditambah lagi pengunjung bisa melihat atraksi barista yang sedang menarik kopi menggunakan jaring saat menuangkan kopi ke dalam cangkir. Walaupun tempatnya kadang tidak terlihat modern, pembaca tidak perlu khawatir karena hampir di setiap warung kopi tersedia WiFi. Beberapa warung kopi pun sudah menyediakan pembayaran digital dengan QRIS. Pembayaran dengan kartu debit dan dompet digital juga tersedia, tetapi belum lumrah. Tidak hanya itu, sama seperti julukan "Serambi Mekah". Setiap warung kopi juga tersedia musala untuk kenyamanan pengunjung. Faktor-faktor inilah yang membuat pengunjung nyaman sehingga warung kopi menjadi tidak pernah sepi. Puncak dari keramaian warung kopi terjadi saat ada pertandingan sepak bola terutama ketika Tim Nasional Indonesia bermain. Pembaca harus datang satu atau dua jam sebelum pertandingan agar mendapat tempat yang strategis untuk menonton ke layar proyektor.
Baca juga:
Minum Kopi, Kontribusi Menyenangkan dalam Membayar Pajak
Mengenakan Pajak Karbon agar Kopi Tidak Langka
Menelusuri Aspek PPN pada Segelas Kopi
Di tahun 2020-an ini, banyak bermunculan warung kopi skena yang digemari oleh kawula muda termasuk di wilayah Aceh ini. Warung kopi atau biasanya disebut coffee shop tersebut, selalu ramai diserbu pengunjung. Tempatnya juga lebih modern dan estetik, bagus untuk diunggah di media sosial. Walaupun begitu, warung kopi tradisional tetap tidak kehilangan pelanggan setianya. Coffee shop menjadi bidang usaha favorit di kalangan anak muda. Alasannya adalah bidang usaha ini dirasa dekat dengan mereka sehingga lebih mudah untuk memahami proses bisnis tersebut. Banyak profesi pertama anak muda berawal dari coffee shop, mereka biasa memulai dari menjadi pelayanan, kasir, atau barista. Banyak juga yang menjadi pemilik usaha coffee shop adalah anak muda juga. Hal ini adalah hal positif karena dapat membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan jumlah entrepreneur di Indonesia yang terbilang masih sedikit.
Aspek Perpajakan
Rata-rata anak muda tersebut tidak harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan membayar pajak karena mereka belum memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau usahanya belum memiliki omzet yang besar. PTKP terendah saat ini adalah Rp60 juta per tahun untuk status belum menikah dan tanpa tanggungan (TK/0), belum lagi jika memiliki tanggungan harus menghidupi orang tua dan saudara.
Usaha warung kopi baru membayar pajak apabila omzet yang dihasilkan melebihi Rp500 juta dalam setahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022). Apabila sudah lebih dari Rp500 juta, akan dikenakan tarif 0,5% dikali dengan omzet. Apabila di atas Rp4,8 miliar akan dikenakan tarif sesuai Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tidak lupa juga, ia wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Selain harus patuh pada peraturan undang-undang perpajakan, pengusaha warung kopi juga harus mematuhi peraturan daerah Aceh yang biasa disebut qanun. Di bidang keuangan dan fiskal, qanun juga mengatur ihwal besaran pajak restoran yang diatur oleh Pemerintah Daerah. Pajak ini akan menjadi bagian dari pendapatan pemerintah daerah yang akan masuk ke kas negara. Qanun yang harus dipatuhi lainnya adalah warung kopi harus tutup sementara waktu saat azan berkumandang, tidak boleh menyelenggarakan judi, dan terkait dengan qanun lainnya.
Dapat kita simpulkan, warga Aceh adalah salah satu masyarakat yang paling tahu caranya menggerakkan ekonomi dengan riang gembira. Mereka melakukan kegiatan dimulai dari tempat yang mereka senangi dengan komoditas terbaik dari daerah mereka sendiri. Jadi sudahkan Anda ngopi hari ini?
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 138 views