Menularkan Semangat Bocah Joni

Oleh: Anang Purnadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Media online maupun grup whatsapp Sabtu, 18 Agutus 2018 pagi dihebohkan pemberitaan tentang bocah 13 tahun yang memanjat tiang bendera setinggi 23 meter untuk menarik tali bendera yang tersangkut. Upacara kemerdekaan 17 Agustus 2018 Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengawali semua keberuntungannya.
Keberuntungan tidak dapat ditiru apalagi diirikan. Yohanes Ande Kala alias Joni mendapatkan momen yang mengubah sejarah hidupnya. Berkat keberaniannya itu, PLN Peduli memberikan beasiswa hingga S1. Tentara Nasional Indonesia memberi prioritas apabila Joni ingin menjadi tentara, sesuai cita-citanya.
Kekuatan media sosial membawa berkah sendiri untuk Joni, bisa mengajak kedua orangtuanya ke Jakarta, bertemu dan digendong Menteri Olahraga, menonton pembukaan Asian Game, diajak naik mobil Lamborgini dan diberikan uang 'permen' 50 juta rupiah oleh pengacara Hotman Paris. Yang paling tidak terpikir sebelumnya adalah bisa bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo.
Jika keberuntungan tidak dapat ditiru, mari kita meniru semangat Joni. Semangat cinta Indonesia, semangat untuk bendera Indonesia tetap bisa berkibar. Jika Joni sempat berhenti mengumpulkan tenaga sebelum mencapai puncak, seperti itu pula perjuangan kita semua untuk tetap menegakkan negara Indonesia.
Kita berada di era merdeka, tetapi perjuangan untuk menjaga kemerdekaan tidak pernah usai. Tantangan jauh lebih berat, menjadikan Indonesia negara yang maju sejajar dengan negara-negara besar lainnya.
Pastinya kita berharap tidak perlu keberuntungan untuk anak-anak Indonesia lain mendapatkan pendidikan yang layak dan terjangkau sampai dengan tingkat sarjana. Tidak perlu memanjat tiang bendera untuk bisa merasakan naik pesawat terbang dan melihat bagaimana sebuah kota modern seperti Jakarta.
Pembangunan di bidang infrastruktur, pembangunan pendidikan, pembangunan kesehatan, dan pemerataanya menjadi pekerjaan rumah negara kita. Semua tidak akan terwujud tanpa partisipasi semangat ‘Joni-Joni’ lain dalam membiayai pembangunan. Lebih dari 70% sumber pendapatan negara berasal dari pajak yang kita bayarkan. Sampai kapan kita mengandalkan utang untuk pembangunan?
Bagaimana cara untuk menjadi ‘Joni’?
Tidak mudah memang untuk memiliki semangat ala Joni, terlebih berperan aktif dalam pembiayaan pembangunan melalui pajak. Pola pikir yang melihat bahwa orang lain tidak mendapatkan sanksi meskipun tidak membayar pajak masih menjadi kendala yang dihadapi. Yang dibutuhkan adalah tahu, mau, dan mampu.
Mari kita sadari seberapa besar kegunaan pajak untuk pembangunan negara kita. Mari kita mau untuk menjadi bagian dari pembangunan Indonesia melalui membayar pajak. Mari kita mampu untuk membayar pajak sesuai dengan kemampuan kita. Tidak perlu merasa belum mapan, jangan merasa pajak yang kita bayar terlalu kecil sehingga tidak perlu berkontribusi.
Pelayanan pajak kini sudah dalam genggaman. Berbagai kemudahan dalam pendaftaran, penghitungan, pembayaran, maupun pelaporan pajak terus diciptakan. Saluran-saluran konsultasi dan pemenuhan perpajakan dapat dilakukan melalui gawai masing-masing.
Andaikan kita semua memiliki semangat Joni, semangat dari dalam hati, penuh kesadaran untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan Indonesia niscaya pembangunan kota seperti Jakarta akan ada di berbagai penjuru negeri. Pendidikan sarjana bukan lagi barang mahal, cita-cita bukan sekadar ‘cita-cita’.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 42 views