Sebagai rangkaian dari peringatan Hari Pajak (14 Juli), Persekutuan Oikoumene Pegawai Kristiani Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) turut mengambil bagian dari sisi kerohanian untuk menghasilkan Pegawai Ditjen Pajak yang spiritualitasnya baik dan berdampak pada kinerja dan teladan hidup yang baik dengan mengadakan Ibadah Persekutuan Oikoumene dengan tema Christian World View on Tax di Aula A Kantor Pusat Ditjen Pajak (Jumat, 13/7)
Kegiatan Oikumene yang dimulai pukul 12.00-13.15 ini menghadirkan Pdt. Arie W. Sinuhaji, M.Div., sebagai pengkotbah dan dihadiri oleh 85 jemaat. Turut pula membantu penyelenggaraan acara ini adalah KPP Pratama Jakarta Penjaringan, KPP Pratama Jakarta Tamansari Satu, dan KPP Pratama Jakarta Kalideres.
Dalam khotbahnya, Pdt. Arie membahas sudut pandang Alkitab tentang Pajak, dan bagaimana pegawai pajak bersyukur serta menyadari peran pentingnya bagi bangsa ini dengan mengutip, "Apakah kami diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka yang licik itu, lalu berkata kepada mereka: "Tunjukkanlah kepada-Ku suatu dinar; gambar dan tulisan siapakah ada padanya?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Kalau begitu berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!"(Lukas 20:22-25)
Pdt. Arie menyebutkan bahwa Yesus sendiri mengimbau umat Kristiani untuk membayar pajak, yang adalah kewajiban bagi warga negara. Yesus dan murid-murid-Nya pun ikut membayar pajak (Matius 17:27). Pdt. Arie mengakui bahwa persepsi masyarakat sekarang setiap mendengar kata “Pajak” atau “Petugas Pajak” masih banyak yang negatif.
Pdt. Arie mengajak untuk melihat bagaimana Alkitab menceritakan Pajak dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Mengutip Perjanjian Lama: “lalu (raja) menyuruh mengumumkan di Yehuda dan di Yerusalem, bahwa orang harus membawa bagi TUHAN pajak yang dikenakan Musa, hamba Allah itu, kepada orang Israel di padang gurun. Maka bersukacitalah semua pemimpin dan seluruh rakyat; mereka datang membawa pajaknya dan memasukkannya ke dalam peti itu sampai penuh.” (2 Tawarikh 24:9-10)
Menurut Pdt Arie, konteks ayat itu adalah pembaharuan kehidupan bangsa Israel yang dilakukan oleh Raja Yoas atas perintah Imam Yoyada. Bangsa Israel harusnya ingat bagaimana perintah Allah melalui Musa ketika mereka ada di padang gurun dalam perjalanan keluar dari Mesir. Waktu itu mereka belum menjadi bangsa, belum ada raja, mereka semua harus ambil bagian untuk saling menghidupi, ambil peran dalam membangun kehidupan mereka, melalui Pajak. "Dan ketika ini dilakukan (lagi), lihat di ayat 10: semua pemimpin dan seluruh rakyat BERSUKACITA (excited) membayar pajak, peti itu sampai penuh (berkali-kali). Bayar pajak harusnya dilakukan dengan senang, karena itu adalah bagian/keterlibatan setiap orang membangun kehidupan bangsanya," papar Pdt Arie.
Sedangkan mengutip Perjanjian Baru Roma 13:1-7, Pdt Arie menjelaskan bahwa pemerintah adalah perpanjangan tangan Allah untuk menegakkan kebaikan dan kebenaran di suatu negara. "Jadi, pegawai pajak sebagai pegawai negeri, adalah perpanjangan tangan negara sekaligus perpanjangan tangan Allah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di negara ini," ucap Pdt Arie.
"Bahkan," lanjut Pdt Arie, "Di ayat 6 disebutkan: yang mengurusi pajak adalah pelayan Allah. Jadi bersyukurlah atas profesi berharga ini."
"Kalau orang lain bangga akan profesinya masing-masing, apakah kita bangga, berkepala tegak, menyatakan bahwa kita adalah petugas Pajak? Dan di bagian ayat ini kembali diingatkan kewajiban warga negara untuk membayar pajak," imbuh Pdt Arie.
"Kalau dulu orang bersukacita, senang membayar pajak, kenapa sekarang sepertinya tidak demikian? Mungkin ini ada kaitannya dengan apa yang terjadi di Perjanjian Baru, di mana pemungut cukai adalah profesi yang sangat dibenci sebangsanya," ujar Pdt Arie.
"Konteks waktu itu, daerah Israel adalah jajahan Romawi. Pemerintah Romawi menugaskan orang-orang lokal untuk memungut pajak dan disetorkan ke Pemerintah Roma. Jadi pemungut cukai itu dibenci karena diragukan nasionalismenya. Mereka orang lokal, tapi memungut pajak, lalu menyetorkannya dan bekerja sama dengan penjajah. Belum lagi biasanya para pemungut cukai/pajak ini memungut pajak lebih tinggi supaya ada selisih keuntungan untuk diri mereka sendiri di luar setoran ke pemerintah Roma," papar Pdt Arie.
"Tapi kita bukan lagi demikian! Kita adalah pelayan Allah, perpanjangan tangan Allah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Kita punya tanggung jawab untuk mengingatkan masyarakat akan tanggung jawab mereka bagi negara ini," tegas Pdt Arie.
"Edukasilah wajib pajak bahwa membayar pajak adalah bagian mereka dalam pembangunan bangsa ini. Membayar pajak bukan karena takut dipenjara, tapi sukarela karena turut mengambil bagian membangun bangsa, bagian dari ketaatan atas perintah Tuhan," ajak Pdt Arie.
Mengutip 2 Korintus 8:13-15 Pdt Arie menjelaskan bahwa salah satu prinsip pajak yang Alkitabiah adalah Keseimbangan. "Jadi memang orang kaya harusnya dikenakan/membayar pajak lebih banyak dari orang yang kekurangan. Dari pajak itulah muncul pemerataan pembangunan. Orang miskin sama-sama bisa menikmati rasanya jalan yang mulus, pendidikan yang sama kualitasnya, dan seterusnya," urai Pdt Arie.
"Saat ini struktur masyarakat Indonesia masih seperti piramida, orang kaya (di puncak) sedikit, makin ke bawah (makin miskin) makin banyak jumlahnya. Padahal struktur masyarakat negara maju harusnya seperti diamond, orang yang sangat kaya (di atas) sedikit, dan orang yang sangat miskin (di bawah) sedikit, yang paling banyak adalah ekonomi menengah (di tengah) yang tidak hidup susah, hasil dari pemerataan pembangunan, tidak ada kesenjangan ekonomi yang begitu jauh," jelas Pdt Arie.
"Kita bisa belajar dari Belanda, senior citizen yang tidak perlu bayar apa-apa lagi untuk hidup (ditanggung negara) karena selama masa bekerja dia telah patuh membayar pajak. Dan masyarakat melihat pembangunan yang nyata dari hasil pajak mereka. Masyarakatnya rela/senang membayar pajak. Negara yang kuat, pasti yang Pajak-nya kuat. Hasilkanlah itu," pesan Pdt Arie.
Pdt Arie mengingatkan, "Jadilah petugas pajak yang bertanggung jawab. Jadilah warga negara yang bertanggung jawab. Kinerja dan teladan hidup yang baik hanya dihasilkan dari kehidupan kerohanian yang baik. Jadi jaga iman, dengan rajin berdoa, baca Firman Tuhan, persekutuan, supaya kita jadi alat Tuhan membawa kebaikan melalui instansi ini, jangan jadi duri dalam daging bagi Direktorat Jenderal Pajak!" (KRT/*)
- 461 kali dilihat