Oleh:  Muhammad Ulin Nuha, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah-masalah dalam pembiayaan pembangunan. Di Indonesia sendiri lebih dari 80% penerimaan Negara Republik Indonesia berasal dari pajak. Dalam normalnya APBN yang baik adalah penerimaan utamanya adalah dari pajak, bukan berasal dari pengelolaan Sumber Daya Alam semata, karena salah satu fungsi dari pajak adalah fungsi stabilitas karena dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.

Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, dan penggunaan pajak yang efektif dan efisien. Karena menilik dari sejarah Venezuela yang menerapkan kebijakan ekonomi Hugo Chavez yang penerimaan negaranya 95% berasal dari ekspor minyak bumi, sehingga ketika harga minyak bumi jatuh maka perekonomian negara juga akan jatuh pula, lain halnya dengan pajak yang dapat menstabilkan dan tetap menggerakkan roda perekonomian (melalui pihak swasta).

Dalam sejarah pajak juga telah dikenal sejak lama, bahkan sejak sebelum masehi. Sejarah pajak pertama yang diketahui adalah berasal dari Mesir. Selama beberapa periode pemerintahan Fir’aun, pemungut pajak dikenal dengan nama Scribes, yaitu pengenaan pajak berupa minyak goreng. Dan di Yunani yang dikenal dengan istilah Eisphora yaitu pajak yang dipergunakan untuk membiayai perang. Dan di Indonesia sendiri sejak zaman kononial Belanda telah berlaku cukup banyak undang-undang yang mengatur tentang pembayaran pajak, namun karena dinilai terlalu sulit dalam pelaksanaanya dikarenakan terlalu banyak jenisnya maka pemerintah Indonesia melakukan Reformasi Undang-Undang Perpajakan pada 1983 dan mengubah Sistem Official Assesment menjadi Self Assesment.

Mengingat pentingnya peran penerimaan di bidang pajak dalam suatu negara dan dalam program Nawacita ke-3 Presiden RI Joko Widodo ‘Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan’ dan percepatan pembangunan infrastruktur di Papua yang tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Maka sudah sepantasnya kita sebagai pegawai Direktorat Jenderal Pajak kita harus bisa melakukan effort lebih dalam bekerja dalam menghimpun pajak, karena peran kita sebagai penghimpun penerimaan negara sangat mempengaruhi masa depan bangsa kita.

Sumber Gambar : https://properti.kompas.com/read/2016/03/18/080522421/Jokowi.Kami.Tidak.Takut.Pembangunan.di.Papua.Terus.Berlanjut

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.