Korupsi Adalah Musuh Bersama

Oleh: Nurfita Kusuma Dewi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pada hari Jumat (7/12), Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga melakukan kampanye aksi simpatik dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi se-Dunia (Hakordia). Para pegawai turun ke jalan untuk membagi-bagikan suvenir sekaligus berdialog dengan masyarakat perihal sikap antikorupsi. Masyarakat pun menyambut antusias dengan mengutarakan harapan-harapan untuk Indonesia yang bebas korupsi serta membubuhkan tandatangan pada spanduk Hakordia sebagai bentuk dukungan terhadap aksi melawan korupsi.
Aksi simpatik ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat terhadap bahaya korupsi di negeri ini. Korupsi belum sepenuhnya hilang dari negeri kita, pun ketika slogan “Reformasi Birokrasi” telah santer diumumkan kepada masyarakat. Korupsi adalah sebuah extraordinary crime yang menimbulkan efek kerusakan yang luar biasa dengan korban yang bersifat massal. Oleh sebab itu, korupsi harus dilawan bersama oleh semua lapisan masyarakat.
Birokrasi yang Anti Korupsi
Masih banyaknya kasus korupsi di negeri ini harus menjadi cambuk bagi proses reformasi yang masih terus berjalan. Di tengah banyaknya nada pesimis dan intrik politik kotor yang melelahkan, mentalitas birokrasi yang bersih harus tetap dibangun. Sikap optimis bahwa masih banyak pegawai pemerintah yang memiliki jiwa-jiwa pembaharu (reformer) harus ditularkan kepada masyarakat.
Berita tentang korupsi di media massa seringkali memperluas ketidakpercayaan masyarakat (public distrust) terhadap institusi pemerintah, termasuk Direktorat Jenderal Pajak. Kondisi ini diperparah dengan fabrikasi media yang seolah-olah menggambarkan bahwa seluruh sistem reformasi birokrasi di Indonesia telah buruk dan runtuh. Pemberitaan dan respon masyarakat yang geram dengan perilaku korup adalah wajar, karena ini membuktikan bahwa masyarakat masih peduli dengan budaya korupsi yang nyata-nyata telah membawa bangsa ini pada krisis multidimensional yang berkepanjangan.
Masyarakat harus tahu bahwa saat ini di dalam tubuh birokrasi, utamanya Direktorat Jenderal Pajak, masih terdapat banyak anak-anak bangsa dengan jiwa-jiwa pembaharu yang benar-benar mencintai negeri ini. Mereka adalah orang-orang yang ingin menunjukkan bahwa reformasi menuju birokrasi yang bersih masih terus berjalan, tidak mandeg dan terputus.
Manusia Reformer
Rhenald Kasali, sebagai guru perubahan, pernah menulis tentang morale (spirit, kegigihan, dan kegairahan) yang harus dimiliki oleh para reformer birokrasi. Paham yang mengatakan bahwa mentalitas semua birokrat sama bejatnya dengan koruptor adalah salah besar. Manusia bukan lagi sebuah objek yang duduk dalam hierarki vertikal pada suatu jajaran birokrasi. Para manusia reformer ini adalah makhluk hidup yang dilahirkan dengan nalar, kehendak, dan perasaan.
Menurut Rhenald, perubahan selalu datang bersama dengan penyangkalan, perlawanan, kecurigaan, dan pengkhianatan internal. Perubahan tidak bergerak lincah seperti garis lurus yang mengikuti pola teratur. Perubahan melewati lekuk liku kontur yang kadang menanjak, menurun, kemudian naik lagi. Perubahan adalah sebuah dinamika.
Tidak semua orang dapat diajak berubah. Apel-apel yang busuk harus dipisahkan dari apel yang masih baik dan segar. Ibarat menanam benih di sebuah ladang, para reformer birokrasi ini tidak perlu berambisi untuk menamami semua lahan dengan kebaikan. Cukuplah menanam benih di tempat-tempat yang memang subur, biarkan batu-batu itu tetap ada. Benih-benih yang tumbuh hijau ini akan menjadi pohon-pohon besar yang mengeluarkan biji. Biji-biji ini akan dibawa angin, musang, tikus, dan seterusnya menambah area persebaran kebaikan.
Batu tetaplah batu, bukan tanah. Tugas para reformer birokrasi bukan untuk melakukan pekerjaan sia-sia mengetuk batu, melainkan melindungi pohon-pohon yang tumbuh. Sehingga seiring berjalannya waktu, keberadaan batu-batu itu tidak akan berarti lagi dibanding luasnya ladang kebaikan yang terbentang di tubuh birokrasi.
Jangan pernah berputus asa untuk mencintai republik ini, karena kecintaan terhadap negeri inilah yang akan terus menjaga suara hati dan mentalitas aparat birokrasi. Selalu ada awal untuk sebuah perjuangan, namun tak pernah ada akhir. Sudah sepantasnya, semua elemen masyarakat mendukung perjuangan anak-anak bangsa yang masih teguh mempertahankan integritas. Para lokomotif penggerak yang memiliki kepribadian tangguh. Sehingga harapan masyarakat tentang bangsa Indonesia yang bebas korupsi bukanlah sebuah angan belaka. Tidak ada toleransi bagi korupsi di negeri ini. Zero tolerance for corruptor. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 649 kali dilihat