Kantor wilayah DJP Jakarta Khusus meluncurkan buku "Panah dan Busur". “Tulisan, apalagi dalam bentuk buku, merupakan catatan sejarah yang bisa menjadi sesuatu yang dibaca oleh generasi penerus,” ungkap Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti pada peluncuran buku “Busur: Meramu untuk Maju” dan “Panah: Cerita untuk Kita” yang diselenggarakan secara daring oleh kantor wilayah DJP Jakarta Khusus di Jakarta (Selasa, 27/7).

Kedua buku mampu membingkai satu waktu, yaitu ketika pandemi Covid-19. “Kalau enggak dituliskan, akan hilang dengan begitu saja.  Begitu ditulis, dia akan menjadi sejarah, bahan bacaan, dan bahkan referensi jika pandemi terjadi lagi,” pungkasnya. Para penulis berhasil memotret kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah maupun kejadian-kejadian di tengah pandemi Covid-19.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor yang juga hadir dalam peluncuran buku, memberikan pujian yang sama, “Buku ini merupakan hasil diskursus berbagai pihak terhadap situasi pandemi Covid-19, yang tentunya memicu pemerintah untuk menyusun berbagai kebijakan fiskal.”

Lewat buku, para penulis telah membuktikan kepeduliannya untuk berperan dalam situasi yang memprihatinkan ini. “Para pegawai di lingkungan DJP Jakarta Khusus masih mampu berpikir kritis dan menuangkan ide-ide berliannya ke dalam sebuah buku, di tengah-tengah kesibukannya menghimpun penerimaan negara,” ucap Neil.

Sementara itu, Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menyambut bangga. Peluncuran kedua buku itu sebagai bentuk komunikasi kepada masyarakat. “Teman-teman berhasil mengangkat problem perpajakan, yang mustinya sangat teknis, tidak semua orang ngerti,” kata Prastowo. Dari sebuah masalah kemudian diabstraksi menjadi suatu cerita yang universal atau general. “Cara fiskus mengenali masalah, lalu memproblematisasi, menyodorkan alternatif solusi, ini yang menurut saya menarik,” lanjutnya.

Kedua buku ini mengubah persepsi publik yang mengatakan pajak itu ilmu kering atau tidak menarik. Belum lagi, citra negatif fiskus yang dianggap seperi robot, tidak punya hati atau perasaan. “Itu terkikis dari narasi-narasi dalam kedua buku ini,” imbuhnya.

Menurutnya, tulisan itu adalah embodiment apa yang ada di pikiran kita dan merupakan penubuhan suatu gagasan. “Kalau cara kita bicara ke publik seperti ini, apa yang ditulis, kalau dipraktikkan dalam ucapan keseharian, dengan wajib pajak, dengan masyarakat, akan lebih dahsyat.

Ini pencapaian yang sangat luar biasa di Kanwil DJP Jakarta Khusus. “Bisa menulis dengan baik. Setelah ini bisa mengkomunikasikan isi tulisan dengan baik, saya rasa akan lebih dahsyat.

Tidak ketinggalan, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Budi Susanto menaruh harapan dengan hadirnya kedua buku ini, “Mudah-mudahan penerimaan tercapai dan itu didukung oleh para penulis muda kita yang memberikan warna dalam menjalankan pencapaian penerimaan.” (kjo)