
Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Ngabang bersama dengan PT Sampoerna Agro area Landak menggelar acara Penyuluhan dan Pelatihan Perpajakan kepada Koperasi Mitra PT Sampoerna Agro (Rabu, 15/9).
Acara tersebut dibuka oleh Manager PT Sampoerna Agro Riswan Sinaga dan dihadiri oleh para jajaran pimpinan PT Sampoerna Agro, para ketua koperasi binaan, dan Fungsional Penyuluh KPP Pratama Sanggau.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala KP2KP Ngabang L. Joko Tri Santoso menyampaikan pentingnya kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan. Peraturan perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem tersebut pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.
Lanjut lagi, L menjelaskan bahwa berdasarkan kewenangan pemungutannya, pajak terbagi atas 2 jenis, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. KP2KP Ngabang beserta KPP Pratama Sanggau mengelola Pajak Pusat yang terdiri dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) khusus Perkebunan, Pertambangan dan Perhutanan. Pajak Daerah seperti Pajak Kendaraan, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, BPHTB dan PBB P2 (Perkotaan dan Pedesaan) dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Dalam kesempatan tersebut, Fungsional Penyuluh KPP Pratama Sanggau Abdul Ghafar menyampaikan bahwa banyak petani sawit yang punya persepsi keliru. Banyak petani sawit beranggapan bahwa kewajiban perpajakan sudah terpenuhi karena sudah bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Padahal itu baru pembayaran pajak atas kepemilikan tanah yang digunakan untuk kebun sawit oleh petani sawit. Atas penghasilan atau keuntungan dari kebun sawit tersebut masih harus membayar Pajak Penghasilan atas penjualan buah sawit (TBS) dan harus memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta membayarkan PPh Pasal 22 dari pengumpul atau Pabrik Kelapa Sawit yang membeli buah sawit.
Bagi wajib pajak yang memiliki omzet di atas Rp4,8 milyar, berlaku ketentuan untuk menjadi PKP. PKP adalah Pengusaha Kena Pajak yang memiliki kewajiban untuk menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN setiap kali ada penyerahan TBS. Tarif PPN ialah sebesar 10% dari nilai penyerahannya. Dari penyerahan tersebut PKP wajib menyetorkan pajak yang telah dipungut ke kas negara dan melaporkan SPT Masa PPNnya setiap bulan.
Abdul juga menjelaskan adanya pengenaan pajak PPh pasal 22 hasil pertanian. Untuk ketentuan PPh pasal 22nya, PKP dipungut 0,5% dari nilai penyerahan diluar PPN. Abdul menambahkan bahwa ada lagi kewajiban perpajakan PPh Badan Usahanya. Untuk badan usaha dikenakan tarif PPh Pasal 25 yaitu 22% dari Nilai Penghasilan Kena Pajaknya. Wajib pajak harus membayarkan pajak yang terutang dengan mengangsurnya tiap bulan.
Untuk kewajiban perpajakan orang pribadi, petani sawit juga dikenakan pajak atas penghasilannya. Wajib pajak yang memiliki omzet setahun tidak sampai dengan Rp4,8 milyar, berlaku PP 23 untuk pengusaha UMKM dan penghitungan pajaknya relatif lebih mudah. Pajak yang terutang adalah 0,5% dari nilai omzet dan dibayarkan tiap bulan nya ke kas negara. Sementara itu untuk wajib pajak yang memiliki omzet diatas Rp4,8 milyar, berlaku tarif progresif untuk beberapa lapisan penghasilan dengan rentang tarif 5% s.d. 30% dan dikenakan terhadap Penghasilan Neto. Untuk itu wajib pajak dengan omzet setahun di atas Rp4,8 milyar harus membuat pembukuan untuk menghitung penghasilan neto.
Menutup penyuluhan tersebut, L menyatakan bahwa KP2KP Ngabang akan terus berupaya mendukung dan membantu petani dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan layanan konsultasi.
- 40 kali dilihat