Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama Organisasi Ekonomi Internasional OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) menyelenggarakan seminar bertajuk “Joint OECD-DGT Seminar on Exchange of Information 2021” melalui media telekonferensi yang dipandu dari gedung Kantor Pusat DJP, di Jakarta (Rabu, 21/7).

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo bersama Head of Capacity Building and Outreach Unit, OECD Hakim Hamadi membuka seminar yang diselenggarakan selama tiga hari hingga Jumat, 23 Juli 2021.

Dalam sambutannya, Suryo Utomo menyampaikan, DJP terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas para pegawainya dan menjaga kerja sama dengan otoritas perpajakan di negara-negara anggota SGATAR (Study Group for Asian Tax Administration and Research) khususnya terkait pertukaran informasi.

Seminar ini diselenggarakan untuk memberikan pemahaman kepada para peserta tentang konsep Exchange of Information (EOI) secara umum dan pengetahuan terkini mengenai keterkaitan antara kegiatan pengawasan wajib pajak dengan kerangka dan kebijakan Exchange of Information secara umum.

Suryo Utomo juga mendukung para peserta untuk terus meningkatkan kemampuan analisis terkait kasus-kasus yang relevan untuk dilakukan pertukaran informasi berdasarkan permintaan kepada Competent Authority (CA) negara mitra atau yurisdiksi mitra (outbound EOI Request). Lebih lanjut, kegiatan ini dimaksudkan pula untuk dapat memberikan pengetahuan yang memadai tentang pemanfaatan data dan informasi keuangan yang bersumber dari AEOI.

Topik- topik yang dibahas dalam seminar ini meliputi, EOI on Request (EOIR), Automatic Exchange of Financial Account Information (AEOI), dan konsep beneficial ownership. Beberapa narasumber yang menyampaikan materi dalam seminar ini antara lain, Raynald Vial dan Irene Bashabe (OECD), Esther Koisin (Malaysia), dan Hiroyuki Nakamichi (Jepang).

Seperti diketahui, pesatnya perkembangan teknologi semakin mengikis hambatan bertransaksi lintas negara yang sering dimanfaatkan dalam skema penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba (base erosion and profit shifting). Hal ini tentu tidak sejalan dengan tingginya kebutuhan dana oleh negara-negara di dunia, khususnya dalam penanganan pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, otoritas perpajakan negara-negara di dunia saling bekerja sama meningkatkan transparansi perpajakan melalui mekanisme pertukaran informasi lintas negara/yurisdiksi berdasarkan berbagai perjanjian internasional. Perjanjian tersebut berfungsi sebagai dasar hukum untuk melakukan pertukaran informasi perpajakan internasional.

Selain perjanjian bilateral seperti Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Tax Information Exchange Agreements (TIEA) atau Competent Authorities Agreements, Indonesia juga telah menandatangani perjanjian multilateral sebagai instrumen legal untuk melakukan pertukaran informasi perpajakan internasional berupa Convention on Multilateral Administrative Assistance in Tax Matters (MAC) pada bulan November 2011 yang telah berlaku efektif sejak tanggal 1 Mei 2015.

Pasca berlakunya MAC, Indonesia telah dapat memperluas cakupan jangkauan pertukaran informasi secara signifikan, baik dari segi jenis pajak yang informasinya dipertukarkan maupun negara atau yurisdiksi yang dapat menjadi mitra pertukaran informasi.