Ultimum Remedium pada Penegakan Hukum Pajak

Oleh: Mukhamad Wisnu Nagoro, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Sistem perpajakan Indonesia yang menganut asas self assessment memungkinkan wajib pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan secara mandiri. Wajib pajak diberi kebebasan untuk menghitung, membayar hingga melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri tanpa adanya intervensi fiskus. Namun, di sisi lain apabila wajib pajak melanggar, negara dapat mengeluarkan sanksi yang bervariatif mulai dari sanksi administrasi berupa denda dan bunga, hingga sanksi pidana.
Sanksi pidana menjadi menarik untuk dibahas karena menimbulkan kontroversi. Alih-alih bertujuan mengumpulkan penerimaan negara dan menjalankan fungsi budgeter, malah seolah-olah negara sedang memburu penjahat. Beberapa wajib pajak yang merasa terbebani dengan hukuman pidana pun menempuh jalan restorative justice sesuai asas ultimum remedium.
Langkah ini menjadi menarik perhatian karena selain kerugian negara “dipulihkan” juga meringankan beban penegak hukum, yakni fiskus. Lalu apa yang dimaksud dengan restorative justice dan asas ultimum remedium? Mari kita bahas.
Pengertian Restorative Justice dan Ultimum Remedium
Istilah restorative justice dan ultimum remedium nampaknya sedang naik daun belakangan ini. Beberapa kasus tindak pidana mengedepankan metode restorative justice dengan memperhatikan asas ultimum remedium. Keduanya menjadi alternatif penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan yang cukup menarik bagi wajib pajak.
Menurut Kevin I. Minor dan J.T. Morrison dalam buku "A Theoritical Study and Critique of Restorative Justice, in Burt Galaway and Joe Hudson, eds., Restorative Justice: International Perspectives" menerangkan bahwa restorative justice adalah suatu tanggapan kepada pelaku kejahatan untuk memulihkan kerugian dan memudahkan perdamaian antara para pihak.
Sedangkan azas ultimum remedium adalah salah satu azas hukum pidana Indonesia yang menyatakan bahwa hukum dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Artinya penindakan atas pelanggaran yang terjadi haruslah mengedepankan cara-cara persuasif dahulu sesuai dengan hakikat tujuan utama insitusi DJP, yakni mengumpulkan penerimaan negara.
Dari pengertian tersebut, dalam konteks perpajakan, dapat dipahami inti dari restorative justice adalah memulihkan kerugian yang timbul dan mengembalikannya ke kas negara serta mendamaikan sengketa yang terjadi. Penerapan konsep ini sebetulnya sudah ada pada beleid yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Pada Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa wajib pajak berhak menghentikan berlanjutnya proses pemeriksaan ke tahap penyidikan setelah mengakui kesalahan dan melunasi kekurangan pajak berikut denda administrasinya. Lalu, pada Pasal 44B ayat (1) disebutkan pula bahwa berdasarkan permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan. Penghentian penyidikan tersebut dapat dilakukan sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan.
Wajib pajak memiliki hak untuk menggunakan cara ini ketika sudah dihadapkan pada perkara pidana pajak dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada. Tidak hanya ketika belum dinaikkannya proses pemeriksaan ke ranah penyidikan, melainkan juga ketika tahap penyidikan sudah dilakukan namun belum dilakukan pelimpahan perkara ke pengadilan.
Metode ini dapat meringankan hukuman bagi wajib pajak. Bisa kita bayangkan apabila wajib pajak harus repot menjadi pesakitan ketika usahanya pailit. Tentunya hal itu sangat merugikan wajib pajak. Dengan adanya ultimum remedium, wajib pajak dapat menghindari hukuman pidana penjara atau kurungan yang semestinya diterima. Apalagi, setelah dihukum pidana pun biasanya tetap ada subsider dengan mengganti kerugian negara.
Memang hukuman pidana diharapkan dapat memberikan efek jera kepada wajib pajak, namun pada dasarnya penerapan sanksi perpajakan tetap memiliki tujuan untuk mencari penerimaan negara. Sehingga acap kali hakikat fungsi budgeter menjadi bias.
Ditambah lagi, penerapan hukuman pidana kepada wajib pajak terkadang kurang tepat sasaran. Wajib pajak yang seharusnya menjadi semakin sadar ketika diancam dengan sanksi pidana justru memersepsikan pandangan yang berbeda. Stigma pajak menjadi mengerikan dan kurang humanis jika melulu melakukan penegakan hukum yang tidak efektif.
Metode Efektif
Restorative justice dan ulltimum remedium menjadi metode yang cukup efektif dan jalan tengah dalam penegakan hukum pajak. Di tengah tantangan naiknya target penerimaan pajak pada APBN 2023 ini, metode ini bisa memberi solusi yang sama-sama menguntungkan.
Di satu sisi wajib pajak diampuni kesalahannya dengan mengembalikan kerugian negara yang timbul ke kas negara tanpa harus menjalani pidana. Di sisi lain pula fiskus tidak perlu repot dan mengeluarkan banyak biaya untuk menyelesaikan perkara. Meskipun pada saat ini diakui masih banyak wajib pajak yang belum memanfaaatkan metode ini.
Kendala yang dihadapi oleh wajib pajak pun bermacam-macam. Karena keterbatasan likuiditas aset, wajib pajak akhirnya kesulitan memanfaatkan metode ini. Biaya sanksi administrasi yang harus dilunasi dan hutang pajaknya cukup membuat beberapa wajib pajak yang menghadapi perkara pajak akhirnya memilih melanjutkan ke peradilan.
Namun, jika dilihat lebih jauh lagi sebetulnya negara memberikan kemudahan dan fasilitas yang sangat meringankan wajib pajak. Bagaimana pun sesuai dengan pepatah dalam bahasa Latin fiat justitia ruat caelum, hukum harus tetap ditegakan meskipun langit akan runtuh. Maka, wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya tetap harus dihukum agar tidak menimbulkan masalah lainnya.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 493 kali dilihat