Terbit Meterai Baru, Simak Berikut Cara Penggunaannya

Oleh: Ni Kadek Mira Arlitayani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Menurut UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 1 Ayat 1, Bea Meterai adalah pajak atas dokumen. Dokumen yang dimaksud adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. Meterai juga memiliki arti tersendiri yaitu label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen.
Penggunaan meterai ini berlandaskan atas asas kesederhanaan yang berarti bea meterai harus dapat memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajibannya, efisiensi artinya bea meterai harus berorientasi pada minimalisasi penggunaan sumber daya untuk mencapai hasil kerja yang terbaik, keadilan memiliki arti bea meterai menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat, kepastian hukum artinya bea meterai harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum dan kemanfaatan memiliki arti bea meterai bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum. Penggunaan meterai ini bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera, memberikan kepastian hukum dalam pemungutan bea meterai, menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, menerapkan pengenaan bea meterai secara lebih adil serta menyelaraskan ketentuan bea meterai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan tujuan penggunaan bea meterai yaitu untuk mengoptimalkan penerimaan negara menjadi salah satu alasan dinaikkannya tarif bea meterai tersebut. Pemilihan bea meterai sebagai alternatif dalam meningkatkan penerimaan negara karena sifatnya yang fleksibel sehingga membantu pemerintah dalam meningkatkan penerimaan Negara. Karena pandemi inilah menjadi alasan kuat dinaikkannnya tarif bea meterai agar dapat membantu untuk pengoptimalan penerimaan negara pada masa pandemi yang sedang kita alami saat ini.
Lalu, Bagaimana Pengenaannya?
Pada Pasal 3 UU Nomor 10 Tahun 2020 dijelaskan mengenai pengenaan bea meterai yang dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata, dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan dan dokumen yang bersifat perdata seperti Surat Perjanjian, Surat Keterangan, Surat Pernyataan atau Surat lainnya yang sejenisnya, Akta Notaris beserta Grosse, Salinan dan kutipannya, Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta Salinan dan kutipannya, Surat Berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun, dokumen transaksi surat berharga, dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang dan dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp. 5.000.000,00 yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan dan dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selain yang disebutkan diatas, ada beberapa dokumen yang tidak dikenakan bea meterai yang berupa Dokumen terkait lalu lintas orang dan barang, segala bentuk ijazah, tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiunan, uang tunjangan dan pembayaran lainnya, tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank dan lembaga lainnya yang ditunjuk.
Ada beberapa perbedaan yang terlihat jelas dengan peraturan pengenaan bea meterai Rp3000 dan Rp6000. Bea meterai sebelumnya mengenakan kepada dokumen yang memiliki nominal lebih dari Rp1.000.000,00 sedangkan bea meterai Rp. 10.000 ini mengenakan pada dokumen yang memiliki nominal lebih dari Rp. 5.000.000,00. Perbedaan ini mencerminkan sebuah bukti untuk mencapai tujuan menyesuaikan kebutuhan masyarakat karena dengan ini para pelaku UMKM atau masyarakat kecil yang melakukan transaksi dibawah Rp5.000.000,00 tidak diberatkan dengan pengenaan bea meterai ini.
Setelah terbitnya materai Rp10.000, apakah materai Rp3000 dan Rp6.000 tidak berlaku lagi?
Penerbitan bea meterai Rp. 10.000 ini, pasti mengalami masa transisi yang semula 6000 menjadi 10.000. Selama belum terbitnya meterai Rp. 10000 ini diperbolehkan untuk menggunakan meterai 3000 dan 6000 dengan nilai minimal 9000 untuk tiap dokumen. Ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menyampaikan bahwa meterai sebelumnya masih dapat digunakan sampai akhir Desember 2021. Namun, setelah desember 2021 berakhir materai Rp. 6000 dan Rp. 3000 tidak dapat digunakan kembali. Pada bulan Januari 2021, Materai Rp. 10000 telah disebarluaskan dan dapat dibeli di Kantor Pos terdekat.
Selain berpengaruh pada pengenaan bea materai tempel, ada beberapa perubahan yang terjadi pada kenaikan bea meterai yaitu salah satunya adalah kewajiban stempel lunas bea meterai pada dokumen warkat. Ada beberapa ketentuan yang menyebutkan bahwa untuk wajib pajak yang memiliki dokumen warkat seperti cek ataupun bilyet giro yang masih menggunakan bea meterai Rp3000 atau Rp6000 dapat mengajukan pembubuhan stempel lunas atas selilish bea meterai sehingga dokumen warkat tersebut tidak terutang bea meterai.
Dengan dinaikkannya tarif bea meterai ini diharapkan dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan penerimaan negara republik Indonesia dan membantu meringankan para UMKM yang memiliki nilai transaksi dibawah Rp5.000.000.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 1111 kali dilihat