Oleh: Indra Hadi Widiyanto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Hari Ibu selalu menjadi waktu yang penuh makna, mengajak kita untuk merenung tentang kasih sayang dan pengorbanan seorang ibu. Pada hari ini, kita ingin berbagi kisah yang penuh haru tentang seorang anak yang merindukan ibunya, yang telah berpulang sembilan tahun lalu. Artikel ini akan ditulis seperti surat seorang anak yang tak sempat terucap di akhir hayat ibunya.

Blitar, 22 Desember 2023

Teruntuk Ibunda terkasih,

Hari Ibu tiba, dan hatiku penuh rindu padamu. Sambil menghadapimu yang tak terlihat, aku ingin menyampaikan cerita tentangmu, tentang kenangan yang tak pernah pudar sejak kau pergi sembilan tahun lalu. Hari ini adalah tentangmu, tentang pengabdianmu, tentang kasih sayangmu yang tak pernah lekang oleh waktu.

Kenangan itu terpatri begitu dalam, mengingatkanku pada hari ketika telepon dari Blitar mengubah hidupku. Kala itu, di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cirebon, suara lembutmu memanggilku dari kejauhan. "Le, Ibu ingin bicara," begitu katamu. Ternyata, kau telah berjuang melawan kanker selama enam bulan, dan hatimu merindukan kehadiranku.

Ingatkanku pada hari Rabu, hari yang mengubah segalanya. Aku tak dapat melupakan momen ketika Ibu mengatakan ingin pulang, ingin bersama keluarga tercinta. Meski aku berusaha meyakinkanmu untuk tetap dirawat di rumah sakit, engkau tetap teguh pada keinginanmu. "Sabar ya, Bu," ucapku, berharap kondisimu membaik.
Pada hari Rabu, 5 November 2009, kau dirawat intensif di rumah sakit, dan aku di sini, jauh di Cirebon. Aku tahu kau ingin aku pulang, tapi aku tidak menyadari bahwa esok paginya, 6 November 2009, akan membawa berita yang mendalam. Aku bilang akan pulang ke Blitar pada Jumat, tanpa tahu bahwa esok paginya kau telah dipanggil oleh Sang Pencipta.

Aku merasa hancur mendengar kabar itu. Aku merindukanmu begitu besar, dan aku tidak bisa memahami kenapa takdir begitu cepat mengambilmu dari kami. Segera kuajukan cuti, dan aku berangkat ke Jakarta dengan hati yang berat. Mencari tiket pesawat dengan alasan yang sedih, semua pesawat untuk siang itu telah penuh. Aku berusaha mencari dispensasi dari beberapa maskapai dengan alasan yang tak pernah aku bayangkan harus kukatakan, "Orang tua meninggal."

Alhamdulillah, akhirnya aku mendapat tiket untuk penerbangan 12:30 WIB. Namun, perjalanan ini masih jauh dari selesai.

Tibalah aku di Surabaya, dan perjalanan ke Blitar masih harus ditempuh selama empat jam dengan travel. Keluarga di sana minta izin untuk segera memakamkanmu. Aku di bandara Djuanda, antara tangisan dan doa, menjalani salat zuhur dan asar secara jamak, dipimpin oleh seorang bapak yang menjadi imam. Selesai salat, aku mohon padanya untuk menjadi imam salat gaib, untukmu, Ibu.

Aku ingat betul momen itu. Saat aku menceritakan bahwa engkau telah meninggal dan akan segera dimakamkan, air mataku tak terbendung. Aku mengingat semua kenangan indah yang kau berikan padaku. Kenangan tentang ibu yang tak pernah mengeluh, yang selalu bangga padaku menjadi petugas pajak yang berguna bagi negara.

Aku tahu ibuku sangat bangga dengan pilihanku menjadi petugas pajak yang berkontribusi dalam mengumpulkan uang bagi negara. Ibu selalu menceritakan kebanggaannya terhadap anaknya ini kepada tetangga dan teman-temannya. Aku menyadari, Ibu, harapan dan cita-cita ini semua adalah hasil dari kerja keras dan doamu di malam hari.

Tak kenal lelah, Ibu bekerja keras untuk menambah penghasilan demi membesarkan kami berempat. Ayah, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) guru, Alhamdulillah, saat itu mampu membiayai pendidikan kami semua. Aku ingat Ibu harus bangun setiap pukul 03.00 pagi untuk membuat adonan kue yang nantinya digoreng dan dijual di warung-warung. Kami juga membawa dagangan ke sekolah untuk dijual, bahkan Ibu menitipkan makanan di pangkalan angkot untuk para sopir.

Aku tidak pernah melihatmu mengeluh, Ibu. Asal kami bisa sekolah, engkau sudah puas. Surgaku, Ibu, mohon maaf karena tidak sempat melihatmu di akhir hayatmu. Aku selalu berdoa agar Allah menyiapkan surga-Nya untukmu. Aku, sebagai anakmu, juga sangat bangga menjadi petugas pajak. Akan kupersembahkan yang terbaik bagi institusi pajak ini, Bu. Ini adalah kebanggaanku yang kusampaikan padamu.

Ibu, aku memohon maaf karena tidak sempat melihatmu di akhir hayatmu. Aku merindukanmu dan mencintaimu. Aku bersyukur memiliki ibu sehebat engkau. Surga pasti telah menjadi tempat yang indah untukmu, dan aku yakin Allah akan memberikan kebahagiaan yang abadi untukmu.

Aku tahu di surga tidak ada www.pajak.go.id, tapi aku yakin malaikat pendampingmu akan membacakan surat ini untukmu. Salam hormat dan sayang dari anakmu. Meski tak bisa melihat senyummu lagi, aku berjanji akan menjaga integritas dan memberikan yang terbaik. Ibu, doakanlah agar aku tetap kuat dan lurus di jalan yang kau ajarkan.

Semoga kau bahagia di sisi-Nya. 

Aku mencintaimu, Ibunda.

Dengan penuh cinta, dari Ananda. 

Hari Ibu tahun ini menjadi momen khusus untuk merenungkan kisah ini, menghormati Ibu yang telah pergi namun meninggalkan jejak yang abadi. 

Selamat Hari Ibu, 22 Desember 2023, untuk Ibunda tercinta.
 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.