PPN Nol Rupiah Tidak Tepat Sasaran

Oleh: Fandi Ahmad, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Beberapa pekan lalu, salah satu gerai restoran cepat saji di tanah air dipenuhi dengan antrean yang melimpah. Ada apa gerangan? Ternyata hari itu restoran tersebut meluncurkan produk makanan kolaborasi dengan salah satu grup penyanyi papan atas asal Korea Selatan. Harga paket menu kolaborasi tersebut sebesar Rp 45.455,00 sebelum pajak, sehingga dengan ditambah pajak 10 persen harga belinya tepat menjadi Rp50 ribu.
Apakah pajak tersebut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? Jawabannya adalah bukan. Pajak atas makanan tersebut adalah pajak restoran yang menjadi domain pemerintah daerah, sedangkan PPN merupakan domain pemerintah pusat. PPN tidak dikenakan atas makanan tersebut atau dengan kata lain PPN nol rupiah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak dua kali atas objek yang sama.
Pemerintah telah mengenakan pajak atas makanan tersebut melalui pemungutan pajak restoran oleh pemerintah daerah. Apakah masyarakat keberatan dengan pemungutan pajak tersebut? Jawabannya dapat dilihat dari antrean yang mengular atas pembelian produk makanan tersebut. Selain jenis makanan tersebut, ternyata dalam ketentuan pajak yang berlaku sekarang, terdapat beberapa jenis barang atau jasa yang tidak dikenakan pajak atau PPN nol rupiah.
PPN Nol Rupiah
Kenapa ada istilah PPN nol rupiah? Sebenarnya tidak ada istilah resmi dalam ketentuan perpajakan mengenai PPN nol rupiah tersebut. Istilah PPN nol rupiah ini digunakan untuk memberikan gambaran bahwa pada dasarnya seluruh barang atau jasa dikenakan PPN, kecuali barang atau jasa tertentu. Pengecualian atas barang atau jasa tertentu tersebut tentu dengan pertimbangan kekhususan masing-masing barang atau jasa tertentu tersebut.
Dalam ketentuan yang berlaku sekarang, PPN tidak dikenakan terhadap barang-barang antara lain hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat banyak, makanan dan minuman yang disajikan di hotel atau restoran (rumah makan, warung, dan sejenisnya), serta uang, emas batangan, dan surat berharga.
PPN juga tidak dikenakan atas jasa-jasa tertentu antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa keagamaan, serta jasa pendidikan.
Subsidi
Subsidi merupakan bantuan uang dan sebagainya yang biasanya diberikan oleh pemerintah dengan tujuan tertentu. Bantuan tersebut dapat berupa penurunan harga barang atau jasa dibawah harga pasaran, menjaga daya beli masyarakat, serta menjaga pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat golongan bawah. Tujuan lain dari bantuan tersebut seperti keberlangsungan usaha masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi akibat resesi atau kejadian luar biasa seperti pandemi Covid-19 yang sedang melanda seluruh dunia.
Subsidi dapat diberikan secara langsung sebagaimana telah pemerintah berikan antara lain melalui bantuan sosial tunai, bantuan sosial sembako, maupun program keluarga harapan dan insentif prakerja. Adapun subsidi yang diberikan secara tidak langsung berupa subsidi energi (seperti diskon tarif listrik, subsidi harga gas LPG dan BBM) maupun subsidi nonenergi (antara lain subsidi pupuk, subsidi bunga KUR, subsidi pajak).
Lalu apa kaitannya PPN nol rupiah dengan subsidi? Jika kita analogikan PPN nol rupiah sebagai subsidi, PPN nol rupiah termasuk subsidi yang diberikan secara tidak langsung. Dengan demikian, pemerintah telah menjadikan harga barang atau jasa tertentu lebih murah dengan dikenakan PPN nol rupiah.
PPN atas Sembako
PPN nol rupiah sebagai subsidi yang diberikan secara tidak langsung contohnya pada barang kebutuhan pokok beras. Sebagai contoh, beras seharga Rp10.000,00 per kilogram jika dikenakan PPN 10 persen menjadi Rp11.000,00. Namun, pemerintah tidak mengenakan PPN atas beras atau secara tidak langsung memberikan subsidi sebesar Rp1.000,00 kepada pihak yang menikmati beras sehingga harga beras tetap Rp10.000,00.
Subsidi tersebut dinikmati baik oleh pihak dengan penghasilan dari golongan menengah bawah sampai golongan menengah atas tidak terkecuali. Contoh lain adalah beras shirataki yang banyak diminati oleh masyarakat golongan menengah atas. Harga beras shirataki mencapai Rp200.000,00 per kilogram atau 20 kali lipat dari harga beras biasa. Jika beras shirataki tidak dikenakan PPN, maka secara tidak langsung pemerintah telah memberikan subsidi sebesar Rp20.000,00 per kilogram kepada masyarakat menengah atas tersebut.
Akan lebih tepat sasaran subsidi yang diberikan apabila beras biasa yang dijual di pasar tradisional tidak dikenakan pajak, sedangkan beras premium yang biasanya dijual di pasar modern atau e-commerce dikenakan pajak.
PPN atas Jasa Pendidikan
Lalu bagaimana dengan jasa pendidikan yang juga selama ini tidak dikenakan PPN? Pada dasarnya tujuan tidak dikenakannya PPN atas jasa pendidikan ini merupakan niat baik pemerintah untuk menjamin hak seluruh warga negara memperoleh pendidikan dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu, subsidi tidak langsung dengan tidak dikenakannya PPN atas jasa pendidikan sudah sepantasnya dinikmati oleh murid atau siswa yang menempuh pendidikan.
Adapun institusi atau lembaga pendidikan yang memang mengemban misi sosial dicirikan dengan terjangkaunya biaya pendidikan di institusi atau lembaga pendidikan tersebut. Masyarakat menengah atas yang mengenyam pendidikan di sekolah dengan segudang fasilitas dan biaya yang tinggi, tidak seharusnya ikut menikmati subsidi tidak langsung tersebut.
PPN atas Jasa Kesehatan Medis
Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Tidak jauh berbeda dengan jasa pendidikan, jasa kesehatan medis juga selama ini tidak dikenakan PPN. Jenis pelayanan kesehatan yang sangat beragam menjadikan seluruh kegiatan terkait jasa kesehatan medis tidak dikenakan PPN.
Saat ini jasa kesehatan medis sudah sangat beragam mulai dari jasa yang merupakan kebutuhan dasar kesehatan hingga pelayanan kesehatan dengan tujuan kosmetik dan/atau estetik. Seluruh jasa kesehatan saat ini tidak dikenakan PPN. Bahkan pihak-pihak yang memakai jasa pelayanan kesehatan berbiaya sangat tinggi untuk mempercantik dirinya, seperti operasi plastik untuk tujuan estetik, menikmati subsidi tidak langsung ini.
Bayangkan apabila biaya setiap kegiatan tersebut mencapai ratusan juta rupiah, maka pemerintah secara tidak langsung telah memberikan subsidi dengan nilai puluhan juta kepada masyarakat menengah atas tersebut. Angka tersebut jauh dibawah biaya misalkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang sakit dan berobat ke puskesmas, yang mungkin hanya sebesar puluhan ribu rupiah dan dibayar melalui BPJS.
Uraian beberapa contoh diatas mengenai pengenaan PPN yang saat ini berlaku, memberikan gambaran bahwa terdapat ruang perbaikan untuk penataan kembali ketentuan PPN. Semoga dalam rancangan ketentuan yang sedang disusun menjadikan pengenaan pajak lebih berkeadilan dan dapat mengurangi distorsi ekonomi, sehingga pemberian subsidi tidak langsung dalam bentuk PPN nol rupiah menjadi lebih tepat sasaran.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 318 kali dilihat