PMK 37/2025, Kesetaraan Pajak Pedagang Online dan Offline

Oleh: (Nani Susanti), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Di Indonesia, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), atau lebih dikenal dengan sebutan marketplace, menunjukkan perkembangan yang sangat pesat pascapandemi Covid-19. Beberapa faktor yang memengaruhi adalah meningkatnya pertumbuhan penduduk, pengguna smartphone, pengguna internet, dan pengguna media sosial.
Kemudahan administrasi perpajakan diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan para pelaku usaha, baik yang tergolong sebagai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) maupun non-UMKM yang melakukan kegiatan usahanya melalui PMSE. Hal ini juga dapat berperan sebagai sarana untuk memfasilitasi peran serta masyarakat dalam pembangunan melalui pembayaran pajak, memenuhi prinsip kepastian hukum, keadilan, kemudahan dan kesederhanaan administrasi, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak.
Tidak lama ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMK 37/2025).
PMK tersebut mengatur penunjukan pihak lain yang dalam hal ini adalah PPMSE sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri melalui mekanisme PMSE.
Pajak atas PMSE Bukan Pajak Baru
Pengenaan pajak atas transaksi PMSE bukanlah hal baru. Pada tahun 2018, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakukan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce). PMK ini kemudian dicabut dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2019 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakukan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce).
Setelah itu, pada tahun 2020, terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 sttd. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Adapun PMK ini kemudian dicabut dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelakanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
PMK 37/2025 lahir sebagai upaya adaptif pemerintah dalam menghadapi ledakan aktivitas ekonomi digital serta menjaga kesetaraan pengenaan pajak antara pedagang online dan offline (fisik).
Ketentuan
Pihak lain, yang dalam hal ini adalah PPMSE baik yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di dalam maupun luar wilayah Indonesia, ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPh Pasal 22. Tugasnya adalah untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri (merchant) dengan mekanisme PMSE. Adapun untuk ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22, PPMSE tersebut harus memiliki rekening eskro (escrow account).
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri sehubungan dengan transaksi yang dilakukan melalui PPMSE dipungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Pedagang dalam negeri membuat dokumen tagihan atas penjualan barang dan/atau jasa dengan mencantumkan keterangan paling sedikit memuat nomor dan tanggal dokumen tagihan, nama PPMSE, nama akun pedagang dalam negeri, identitas pembeli barang dan/atau jasa berupa nama dan alamat, jenis barang dan/atau jasa, jumlah harga jual, dan potongan harga; dan nilai PPh Pasal 22 bagi pedagang dalam negeri masing-masing.
Dokumen tagihan tersebut merupakan dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemungutan PPh Pasal 22 bagi pedagang dalam negeri sehingga PPMSE tidak perlu membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 khusus atas transaksi PMSE yang dilakukan.
Sebagai Kredit Pajak atau Bagian Pelunasan Pajak
PPh Pasal 22 yang dipungut tersebut dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak atas pajak terutang dalam tahun berjalan bagi pedagang dalam negeri. Namun, dalam hal pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas penghasilan pedagang dalam negeri yang dikenai PPh yang bersifat final sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, PPh Pasal 22 tersebut merupakan bagian dari pelunasan PPh yang bersifat final bagi Pedagang Dalam Negeri.
Pengecualian
Sebagaimana perlakuan perpajakan untuk wajib pajak orang pribadi dengan jumlah peredaran bruto tertentu, PMK 37/2025 juga memberikan batasan jumlah peredaran bruto yang dikecualikan dari pemungutan pajak kepada para pedagang dalam negeri.
Penjualan barang dan/atau jasa oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta pada tahun pajak berjalan tidak dipungut PPh Pasal 22. Namun, pedagang dalam negeri harus menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa pedagang dalam negeri tersebut memiliki peredaran bruto pada tahun pajak berjalan sampai dengan Rp500 juta.
Pemungutan PPh Pasal 22 juga dikecualikan atas transaksi penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang dalam negeri yang menyampaikan surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, jasa pengiriman (kurir, mitra ojek online), penjualan pulsa dan kartu perdana, emas dan perhiasan, serta transaksi pengalihan tanah dan/atau bangunan.
Kesetaraan dan Simplifikasi
Diharapkan pemberlakuan PMK 37/2025 ini dapat menciptakan keadilan dalam perpajakan, bahwa pelaku usaha kecil tidak dibebani dengan beban pajak yang sama dengan pelaku usaha besar. Wajib pajak dengan batasan peredaran usaha tertentu tidak dikenakan pajak. Selain itu, PMK 37/2025 juga menciptakan level playing field. Artinya, pedagang online dan offline diperlakukan setara dalam sistem perpajakan.
Yang tidak kalah penting, PMK 37/2025 diundangkan untuk memberikan kemudahan karena pemungutan pajak dilakukan oleh marketplace atau PPMSE, bukan oleh pedagang sendiri. Hal ini mengurangi beban administratif dan risiko kesalahan pelaporan bagi pedagang dalam negeri.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 813 kali dilihat