Plotinus dan Ilmu Administrasi Perpajakan
Oleh: Muhammad Mustakim, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
"Ilmu pengetahuan memiliki tiga tingkatan: opini, sains, dan pencerahan. Tingkat pertama menggunakan indra, kedua menggunakan dialektika, dan ketiga menggunakan intuisi." (Plotinus, 204-270 SM)
Kata bijak di atas menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah sesuatu yang dinamis dan terus berkembang. Seiring dengan perkembangan zaman dan pemikiran hasil dari pengalaman, maka teori-teori dan gagasan-gagasan baru akan terus bermunculan. Hal ini juga berlaku untuk pengetahuan perpajakan di mana teori dan gagasan baru baik dari praktisi maupun akademisi terus didengungkan.
Terkait dengan pengetahuan perpajakan khususnya administrasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), mencari referensi yang komprehensif adalah cukup menantang. Pengertian komprehensif di sini adalah pandangan atas administrasi perpajakan berdasarkan opini, sains, dan pencerahan terlebih yang dilakukan oleh insan DJP sendiri.
Hal ini dikarenakan dari internal pegawai DJP, sepanjang pengetahuan penulis, masih sangat minim yang menerbitkan referensi utamanya buku yang khusus mengupas aspek administrasi perpajakan Indonesia. Secara khusus, referensi dimaksud adalah terkait pembahasan secara mendalam atas administrasi perpajakan Indonesia sejak awal penerapan sampai dengan proyeksi masa datang yang disertai dengan penjelasan dan pembahasan yang mudah dipahami, sesuai dengan kondisi riil, dan gambaran kondisi masa datang yang disertai dengan analis yang mendalam dan ilmiah.
Ketika penulis sedang mengambil cuti akhir tahun, maka keinginan itu dapat dikatakan terkabul. Saat itu, di antara jejeran buku yang baru diterbitkan di salah satu toko buku dan penerbit utama di Indonesia, penulis melihat buku "Pajak dan Pendanaan Peradaban Indonesia" karya Gatot Subroto, salah satu penulis buku yang juga merupakan pegawai DJP. Sebelumnya penulis sudah pernah membaca dua buah buku yang dihasilkan oleh beliau yaitu "Belajar Bikin SPT Sendiri, Nyok!" dan "How to Be a Smarter Taxpayer" yang isinya sangat bermanfaat dengan pemikiran yang "out of the box".
Penulis yakin bahwa buku baru tersebut pun akan sarat dengan pengetahuan dan membuka cakrawala berpikir. Terlebih dengan alur penyajian layaknya novel fiksi karya Agatha Christie, J K Rowling, atau Tere Liye yang semakin dibaca maka semakin membuat penasaran, menyebabkan tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan membaca buku tersebut.
Kesimpulan penulis setelah membaca buku tersebut adalah buku dimaksud memenuhi aspek komprehensif dan referensi yang sesuai sebagaimana dibahas pada bagian sebelumnya. Buku ini sarat akan pengetahuan dan membuka wawasan serta cakrawala berpikir, khususnya terkait dengan administrasi perpajakan di Indonesia berdasarkan pemahaman, pengalaman, dan insting kuat penulisnya.
Buku ini mengupas pajak dari sisi ilmu administrasi publik dan induknya yaitu ilmu politik. Menurut penulisnya, buku tersebut berusaha untuk mengisi celah kekosongan literatur dan memberi pemahaman kepada masyarakat Indonesia bahwa pajak seharusnya menjadi isu politik. Karena itu, politik perlu diberi proporsi untuk menjadi salah satu penentu dalam kebijakan pemajakan di Indonesia. Menurutnya, ada empat komponen utama penentu keberhasilan pemajakan di Indonesia, yaitu:
1. Kontraprestasi, yaitu manfaat yang diberikan negara. Jika dihubungkan dengan sistem demokrasi, maka masyarakat memandang hubungannya dengan negara sebagai pertukaran yang saling menguntungkan. Meskipun berdasarkan definisi pajak tidak memberikan kontraprestasi langsung, tetapi jika melihat sisi kemanfaatannya maka pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Kepercayaan (trust), yaitu sejauh mana masyarakat percaya kepada negara. Sejatinya, pajak merupakan kontrak fiskal sosial yang membentuk budaya pajak dan moral pajak. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepercayaan ini adalah kualitas pelayanan kepada masyarakat, efektivitas belanja negara, keseragaman penegakan hukum, dan tingkat korupsi.
3. Partisipasi masyarakat, yaitu adanya kesadaran penuh masyarakat sebagai bagian dari negara untuk berpartisipasi dalam membangun negara. Karena itu, kebijakan perpajakan seharusnya mencakup dua sisi yaitu negara dan masyarakat agar sistem yang dibangun dapat berjalan secara seimbang, ekonomis, efektif, dan efisien.
4. Komitmen politik, yaitu adanya dukungan kekuatan politik untuk melaksanakan agenda dan strategi reformasi perpajakan. Hal ini mengisyaratkan pentingnya reformasi fundamental dalam penataan institusi dan penguatan legitimasi negara.
Buku ini terdiri atas tiga bagian utama. Bagian pertama adalah sejarah dan fitur-fitur reformasi yang memotret keadaan administrasi pajak dan capaian reformasi Indonesia. Bagian kedua terkait penilaian terhadap lingkungan proses perpajakan, di mana digambarkan garis besar perjalanan dan pencapaian administrasi pajak, identifikasi masalah, hambatan, serta tantangan yang dihadapi administrasi perpajakan. Bagian ketiga berisi masa depan administrasi perpajakan, di mana diberikan beberapa gagasan inisiatif strategis untuk membantu terciptanya kehidupan perpajakan yang sehat dengan memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan yang ada serta gagasan mengenai penataan institusi administrasi perpajakan di masa datang.
Untuk itu, buku ini patut direkomendasikan bagi pembaca yang ingin mengetahui secara menyeluruh gambaran administrasi perpajakan Indonesia karena ditulis langsung oleh salah satu pegawai DJP yang sarat pengetahuan dan pengalaman mengenai perpajakan umumnya dan DJP khususnya. Buku ini bisa saja akan menimbulkan perdebatan karena isinya yang cukup berani dan beberapa pemikiran kontroversial. Namun, sebagaimana adagium bahwa "laut yang tenang tidak melahirkan pelaut yang handal" maka penulis yakin bahwa buku tersebut merupakan manifesto dari indra, dialektika, dan intuisi penulisnya sebagaimana yang digambarkan oleh Plotinus pada preambule artikel ini.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja
- 998 kali dilihat