Perkaya Basis Data dengan Kayuh Sepeda

Oleh: Ika Hapsari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Ada tren baru yang tengah diminati masyarakat di tengah pandemi Corona Virus Desease (Covid-19) saat ini. Masyarakat berbondong-bondong mengalihkan hobinya menjadi bersepeda atau biasa dikenal dengan gowes. Minat masyarakat akan sepeda kembali naik pasca pemerintah mengumumkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tertuang dalam Keppres Nomor 11 tahun 2020 di akhir Maret. Tampaknya, kegiatan ini digunakan sebagai pengalihan kejenuhan masyarakat yang harus menghabiskan waktu di rumah saja. Bersepeda dinilai sebagai olahraga yang menyehatkan sekaligus rekreasi yang menyenangkan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Bahkan di era adaptasi kenormalan baru saat ini, peminat olahraga ini bukan semakin surut, justru semakin menyemut.
Bersepeda mendukung mobilitas para pekerja di era adaptasi kenormalan baru sebagai upaya menghindari paparan Covid-19 yang sangat potensial menyebar saat berdesakan di sarana transportasi publik. Awalnya di berbagai negara, sepeda merupakan sarana yang mudah dan murah bagi masyarakat untuk sekadar keluar rumah membeli kebutuhan pokok harian atau obat-obatan tanpa perlu menaiki transportasi umum. Inilah yang kemudian mengawali lahirnya “bicycle boom” di kota-kota besar di beberapa belahan negara di dunia seperti Paris, Perancis; London, Inggris; hingga Berlin, Jerman; dan Philadelphia; Amerika Serikat.
Dilansir dari laman financialexpress.com (Minggu, 14/6), penjualan sepeda dewasa dan anak pada bulan April di Amerika Serikat naik tiga kali lipat sementara sepeda elektrik naik dua kali lipat dibandingkan tahun 2019. Penjualan sepeda pun meroket lebih dari 63% pada bulan April hingga Juni di Inggris seiring perubahan gaya hidup masyarakat urban, dilansir dari forbes.com (Senin, 3/8).
Beberapa waktu lalu isu terkait wacana pajak sepeda pun menyeruak dan viral. Hal ini semakin meramaikan jagat media sosial tentang betapa sepeda tengah digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Tampak dari reaksi beragam warganet dalam menyikapi isu pajak yang kabarnya akan dipungut dari pesepeda. Faktanya, bukan menyoal pajak, melainkan regulasi baru Kementerian Perhubungan perihal perlindungan dan keselamatan para pesepeda serta pembangunan jalur khusus sepeda.
Di sisi berbeda, pertumbuhan positif penjualan sepeda di dunia dan di Indonesia berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi dunia yang terkontraksi negatif. Memang beberapa sektor usaha tertentu justru mendulang profit berlipat di masa pandemi saat ini, meskipun tak dapat dipungkiri banyak usaha lain yang justru merugi bahkan terpaksa gulung tikar.
Dalam Laporan Analisa Big Data di Tengah Adaptasi Kebiasaan Baru, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan penjualan sepeda berikut suku cadangnya pada Maret hingga Juni 2020. Penjualan tersebut didominasi tingginya penjualan aksesoris sepeda, komponen sepeda, pakaian bersepeda, helm sepeda, hingga sepeda itu sendiri. Pada bulan Juni, penjualan sepeda dan perangkatnya mencapai lebih dari 100 ribu unit dengan proporsi terbesar pada unit sepeda. Dalam kesimpulannya, BPS menyebutkan peningkatan tersebut disinyalir karena anjuran World Health Organization (WHO) untuk melakukan olahraga bersepeda di masa pandemi.
Gowes bySikil PoI
Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan melihat tren gowes yang naik daun tersebut, Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I yang dikomandoi Kepala Kanwil, Suparno, mengambil langkah strategis untuk mencari celah potensi yang ada. Suparno menyebut inovasinya dengan Gowes BySikil PoI. Gowes sendiri merupakan bahasa ‘kekinian’ dari bersepeda. Sikil adalah bahasa Jawa dari kaki dan by adalah bahasa Inggris dari dengan sehigga bySikil bermakna dengan kaki, kendati demikian bySikil sendiri adalah pelesetan dari ‘bicycle’ atau dalam bahasa Indonesia bermakna sepeda. PoI merupakan singkatan dari Point of Interest bermakna titik fokus atau bagian yang menarik perhatian, dalam tulisan ini adalah suatu objek yang diobservasi.
Dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi yang telah dikembangkan, aktivitas gowes mingguan yang fun disulap menjadi aktivitas observasi sinyal ekonomi yang potensial. Kegiatan yang menganut konsep follow the money ini dilaksanakan dengan mencari PoI di suatu wilayah tertentu yang dilewati pada saat mengayuh sepeda. Selanjutnya dilakukan pencocokan data atau matching data antara kondisi nyata di lapangan dengan data yang terekam dalam sistem.
Adapun aplikasi yang digunakan adalah aplikasi besutan tim IT Kanwil DJP Jawa Tengah I berjuluk PANDJI (PengayaAN Data Jawa Tengah I). Aplikasi ini dapat diakses dengan mudah melalui gawai masing-masing pegawai yang terhubung jaringan internet. Seluruh pegawai Kanwil DJP Jawa Tengah I dapat berpartisipasi untuk melakukan pembaruan data pada aplikasi ini. Adapun data yang terangkum dalam aplikasi PANDJI merupakan hasil pengumpulan dan ekstraksi data yang tersedia pada Google Maps.
Prinsip dasar follow the money bukan istilah yang asing jika membahas ihwal pemberantasan kejahatan korupsi. Strategi ini digunakan untuk menelusuri aliran dana hasil korupsi, harta kekayaan, atau pencucian uang (money laundering) oleh pelaku korupsi. Pendekatan ini dilakukan dengan menelusuri arus uang terlebih dahulu sebelum menemukan pelakunya. Terbukti teknik ini telah berhasil membongkar beberapa kasus korupsi besar di Indonesia.
Mengadaptasi istilah follow the money tersebut, secara umum gowes bySikil PoI dimaksudkan sebagai upaya penggalian potensi perpajakan melalui penelusuran sinyal ekonomi (subjek dan objek pajak). Secara khusus, aktivitas ini merupakan langkah knowing your tax payer (KYTP) atau pengenalan wajib pajak (WP) oleh para Account Representative (AR) yang mengampu wilayah tertentu. Berikutnya, hasil penelusuran PoI dan KYTP dilakukan tindak lanjut tertentu yang tujuan akhirnya bermuara pada optimalisasi penerimaan perpajakan. Jumlah rupiah hasil extra effort pengayaan data PoI hingga pembayaran pajak oleh WP/ PoI yang dikenali pun dapat diketahui melalui aplikasi PANDJI.
Google Maps laksana bank data yang menyediakan data paling akurat dan terkini dari sebuah usaha/bisnis. Hal ini dikarenakan mayoritas bisnis harus melampirkan alamat lokasi usaha disertai titik koordinatnya dan kontak telepon yang valid, jam buka-tutup toko serta detail informasi lainnya sebelum mendaftar agar tampil di Google Maps. Hal inilah yang kemudian menjadi sumber informasi berharga untuk dilakukan gowes verifikasi lapangan dengan sarana aplikasi PANDJI. Pada titik koordinat sinyal ekonomi/ PoI yang telah dilalui, pegawai dapat mengidentifikasi dan merekam info pokok berupa NPWP ataupun informasi tambahan lain seperti jenis usaha, jumlah pegawai, nomor ijin usaha, aset usaha, nama sosial media, dll.
Identifikasi dilakukan dengan menyandingkan data PoI pada aplikasi PANDJI dengan masterfile DJP. Beberapa hasil gowes penelusuran PoI di antaranya diketahui adanya PoI yang belum teridentifikasi NPWP ataupun PoI yang sudah teridentifikasi NPWP namun belum terdapat pembayaran kendati usaha masih berjalan dan ramai pengunjung. Gowes bySikil PoI ini juga dapat mengidentifikasi usaha yang terdampak ekonomi positif maupun negatif dikarenakan pandemi Covid-19, berdasarkan pengamatan lapangan serta observasi jumlah pembayaran pajak yang ada di aplikasi PANDJI.
Seperti pepatah sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, aktivitas gowes bySikil PoI ini bertujuan untuk penguasaan wilayah berbasis data digital yang dilaksanakan di sela-sela Jumat Bugar atau di akhir pekan. Upaya ini merupakan pengejawantahan Reformasi Pajak pilar ketiga dan keempat yakni Teknologi Informasi dan Basis Data, di mana Teknologi Informasi dioptimalkan untuk mengoleksi data dan informasi usaha/bisnis paling update yang tersebar di internet untuk dilakukan pencocokan, pembaruan, dan pengayaan basis data pada sistem DJP. Di sisi lain di masa pandemi ini, kegiatan ini merepresentasikan flexibility working space di mana bekerja dapat dilakukan di mana pun tanpa terbatas sekat ataupun tempat, tentu dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan Covid-19. Ini merupakan komitmen Kementerian Keuangan dalam hal transformasi kelembagaan.
Persuasif vs Inisiatif
Hasil kegiatan Gowes bySikil PoI dapat ditindaklanjuti para aparatur pajak dengan kegiatan edukasi dan konsultasi. Tujuannya mengajak secara persuasif para calon WP yang belum terindentifikasi NPWPnya untuk mendaftarkan diri serta meningkatkan voluntary compliance WP untuk membayar dan melapor pajaknya sesuai ketentuan yang berlaku. Di sisi lain, Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) telah menjabarkan bahwa sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assessment System. Metode ini memberikan kesempatan bagi calon WP untuk berinisiatif mendaftarkan diri serta bagi WP terdaftar untuk berperan aktif menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri dengan benar.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja
- 332 kali dilihat