Oleh: Suci Zuliyan Safitri, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

BRI Liga 1 2023/2024 telah berjalan beberapa pekan. Liga profesional tingkat pertama dalam persepakbolaan Indonesia ini masih didominasi oleh pelatih asing. Saat perhelatan baru dimulai, hanya empat dari 18 tim yang masih mengandalkan pelatih lokal.

Dominasi ini tentu memunculkan beberapa polemik. Kabar terbaru yang masih hangat adalah permintaan Ketua Umum PSSI Erick Thohir untuk mengevaluasi kembali aturan liga tahun depan mengenai tenaga kerja asing dan memperketat standardisasi pelatih asing.

Erick Thohir juga ingin pelatih asing ini tidak hanya mengejar prestasi untuk timnya saja namun ikut berkontribusi untuk bangsa. Tentunya, salah satu kontribusi wajib yang harus dilakukan oleh para pelatih asing ini adalah membayar pajak. Pajak Penghasilan (PPh) menjadi keharusan ketika mereka mendapatkan gaji di Indonesia meskipun status mereka Warga Negara Asing (WNA).

Aturan perpajakan di Indonesia dapat membuat pelatih asing ini menjadi seperti Warga Negara Indonesia (WNI). Jika pelatih asing telah memenuhi beberapa kriteria, maka ia akan berkontribusi layaknya WNI di mata perpajakan.

 

Subjek Pajak

Setiap orang yang tinggal atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia dapat menjadi subjek pajak. Subjek pajak merupakan istilah dalam aturan perpajakan untuk menyebut pelaku atau pihak yang akan dikenakan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, baik itu perorangan, badan, dan lainnya.

Pengertian subjek pajak ini tidak serta merta membuat semua individu yang berada di Indonesia harus membayar pajak dengan level yang sama. Ada dua jenis subjek pajak dalam perpajakan Indonesia, yakni Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN).

Warga Negara Indonesia (WNI) yang bertempat tinggal di Indonesia merupakan SPDN. Akan tetapi, SPDN tidak terdiri dari WNI saja, WNA akan dianggap SPDN ketika ia telah memenuhi beberapa kriteria.

Kriteria SPDN diatur lebih rinci di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Dalam Bagian Tujuh UU Ciptaker (kluster perpajakan) Pasal 2 ayat (3a) mengatakan bahwa SPDN adalah orang pribadi, baik WNI maupun WNA yang bertempat tinggal di Indonesia, atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau dalam suatu Tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

 

Subjek Pajak Dalam Negeri

Pengertian SPDN ini telah dijelaskan secera detail dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU Ciptaker.

Bertempat tinggal di Indonesia memiliki arti:

a. orang pribadi yang bermukim di suatu tempat di Indonesia, yang dikuasainya atau dapat digunakannya setiap saat, dimilikinya, disewanya, atau tersedia untuk digunakannya, dan bukan sebagai tempat persinggahan saja;

b. memiliki pusat kegiatan utama di Indonesia yang digunakannya sebagai pusat kegiatan atau urusan, baik itu urusan pribadi, sosial, ekonomi, atau keuangan;

c. menjalankan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari di Indonesia, termasuk aktivitas kegemaran atau hobi.

Jangka waktu 183 hari atau dapat kita simpulkan kurang lebih enam bulan, berarti orang pribadi tersebut harus berada di Indonesia selama enam bulan dalam waktu satu tahun. Jangka waktu itu berlaku untuk 183 hari yang dijalani secara terus menerus ataupun terputus putus.

Niat untuk bertempat tinggal di Indonesia merupakan suatu anggapan yang dapat dibuktikan dengan beberapa dokumen, antara lain :

  1. Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP);
  2. Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 hari;
  3. Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 hari;
  4. kontrak atau perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih dari 183 hari;
  5. dokumen lain yang dapat menunjukkan niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti kontrak sewa tempat tinggal lebih dari 183 hari atau dokumen yang menunjukkan pemindahan anggota keluarga.

Subjek pajak yang tidak memenuhi kriteria SPDN maka akan menjadi  SPLN.

SPDN akan menjadi wajib pajak apabila ia telah menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Pengenaan tarif pajak atas penghasilan tersebut yang akan membedakan antara SPDN dan SPLN.

Ketika SPLN memperoleh penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan pekerjaan, maka penghasilan tersebut akan dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto (gaji kotor) yang dibayarkan kepadanya. Aturan ini dibahas dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Untuk SPDN sendiri, baik WNI maupun WNA, tarif yang dikenakan sama-sama merujuk pada tarif Pasal 17 UU PPh sebagaimana diubah terakhir dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

 

Pelatih Asing di Mata Pajak

Pelatih asing dikontrak untuk melatih suatu tim sepak bola paling sedikit untuk satu musim. Liga 1 untuk musim 2023/2024 akan berlangsung selama 11 bulan mulai dari 1 Juli 2023 hingga 31 Mei 2024. Sehingga, pelatih asing setidaknya berada di Indonesia dan menjalankan pekerjaannya dalam jangka waktu tersebut.

Agar dapat bekerja dalam dunia sepak bola Indonesia, pekerja asing, baik itu pelatih maupun pemain, harus mengantongi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS).

Berdasarkan kriteria SPDN, setiap pelatih asing di Liga 1 ini harusnya telah memenuhi kriteria bertempat tinggal dan berkegiatan di Indonesia dalam jangka waktu lebih dari 183 hari (± 6 bulan). Mereka juga telah memiliki KITAS dan kontrak kerja sebagai pelatih tim sepak bola.

Ketika mereka telah memenuhi kriteria ini, maka mereka akan diperlakukan layaknya WNI dalam urusan perpajakan di Indonesia. Pelatih asing ini pun harusnya mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP serta melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Gaji yang mereka peroleh juga akan dipotong PPh dengan tarif versi WNI. Jika gaji mereka di angka lebih dari Rp70juta per bulannya, maka penggunaan tarif versi WNI (tarif progresif) akan membuat jumlah pajak yang dibayar lebih besar dibandingkan tarif untuk WNA (tarif tunggal 20%). Rumor yang beredar mengatakan gaji pelatih asing ini mencapai angka ratusan juta tiap bulannya. Sehingga kontribusi nyata yang dapat mereka berikan adalah membayar PPh selayaknya WNI biasa.

Sebagai WNA, mereka tentunya tetap memiliki kewajiban perpajakan terhadap negara asal. Mengenai pemajakan berulang ini telah ada aturan lebih lanjutnya, yaitu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan negara terkait.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.