Oleh: Amardianto Arham, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Tanggal 2 Agustus 2021 menjadi hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada saat itu, sebagian besar penduduk negeri ini mengisi waktu istirahat siangnya dengan menyaksikan siaran langsung pertandingan babak final cabang olahraga bulu tangkis di ajang Olimpiade Tokyo 2020.

Momen-momen penuh rasa bangga, bahagia, dan haru memenuhi media sosial usai pasangan atlet ganda putri Indonesia, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, berhasil mengalahkan pasangan Tiongkok dalam dua gim langsung. Dengan kemenangan tersebut, Indonesia akhirnya memperoleh medali emas pertama dan satu-satunya di ajang ini. Bendera merah putih berkibar dengan gagah di tiang tertinggi diiringi lagu Indonesia Raya.

Pencapaian ini seolah menjadi oase di tengah perjuangan negara kita melawan pandemi Covid-19. Euforia atas kemenangan mampu membangkitkan kembali semangat nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, berdasarkan sejumlah penelitan, perasaan senang juga mampu meningkatkan imunitas tubuh melawan Covid-19.

Tentu, kita tak ingin euforia dan kemenangan ini hanya berakhir sampai di sini. Kita semua pasti ingin agar para atlet bulu tangkis Indonesia selalu membawa nama baik dan membanggakan bangsa Indonesia dalam berbagai perhelatan internasional. Lantas, sebagai rakyat Indonesia yang selama ini menjadi penonton setia mereka, apa yang bisa kita lakukan untuk terus mewujudkan kejayaan bulu tangkis Indonesia?

Sebagai warga negara yang baik, salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk terus mewujudkan kejayaan bulu tangkis Indonesia adalah dengan membayar pajak. Setiap warga negara menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik, mulai dari menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Mengapa pajak dapat menjadi solusi untuk kejayaan bulu tangkis Indonesia? Seberapa besar peran pajak dalam pengembangan bulu tangkis Indonesia? Dan apa manfaat pajak yang dirasakan oleh para atlet bulu tangkis Indonesia? Mari kita ulas satu per satu.

 

Penopang Anggaran Pelatnas

Keberhasilan para atlet Indonesia di ajang internasional tidak serta-merta terjadi begitu saja. Semua itu melalui proses yang panjang. Para atlet yang akan mewakili Indonesia digembleng oleh pemerintah melalui pemusatan latihan nasional (Pelatnas). Khusus untuk bulu tangkis, para atlet dibina oleh Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) di bawah naungan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa segala keperluan terkait pelatihan hingga keberangkatan para atlet dibiayai oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara, alokasi anggaran untuk pembinaan olahraga di Indonesia jauh lebih rendah. Thailand dan Singapura masing-masing mengalokasikan sebesar 0,2% dan 4% dari total APBN mereka, sementara Indonesia hanya mengalokasikan sebesar 0,03%.

Pada 2020, pemerintah mengalokasikan total anggaran sebesar Rp143,2 miliar untuk Pelatnas. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp99 miliar dialokasikan untuk Pelatnas cabang olahraga yang akan dipertandingkan di ajang olimpiade. Khusus untuk bulu tangkis, PBSI mengajukan usulan anggaran senilai Rp32,2 miliar. Namun, pemerintah hanya menyetujui dan memberikan anggaran sebesar Rp18,6 miliar.

Tidak dapat dimungkiri, terlepas dari adanya pertimbangan efisiensi, rendahnya alokasi anggaran maupun pengurangan anggaran sedikit banyak disebabkan oleh rendahnya penerimaan pajak. Keinginan pemerintah untuk memberikan anggaran lebih besar bagi pembinaan olahraga terbentur oleh sempitnya ruang fiskal dalam APBN. Lebih dari 80% penerimaan negara dalam APBN berasal dari pajak.

Oleh karena itu, jika masih ingin terus melihat kejayaan bulu tangkis Indonesia, menjadi pembayar pajak yang patuh adalah langkah bijak yang sepatutnya diambil oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan meningkatnya penerimaan pajak, semakin banyak putra-putri terbaik Indonesia yang dapat memperoleh pembinaan yang memadai untuk cabang olahraga bulu tangkis. Dengan begitu, peluang Indonesia menjadi semakin besar untuk meraih berbagai gelar juara di ajang internasional.

 

Sumbangan Pembinaan Olahraga Bebas Pajak

Bentuk dukungan pemerintah terhadap pembinaan olahraga di Indonesia juga diwujudkan melalui peraturan perpajakan yang membebaskan pajak atas sumbangan pembinaan olahraga. Pada dasarnya, sumbangan memang bukan merupakan objek pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Lebih lanjut, pemerintah secara khusus memberikan “fasilitas” kepada para donatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Berdasarkan aturan tersebut, para donatur dapat menjadikan sumbangan yang telah diberikan sebagai pengurang penghasilan bruto pada saat menghitung penghasilan kena pajak. Dijelaskan pula bahwa yang dimaksud sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga adalah sumbangan untuk membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olahraga.

Ketentuan teknis pemberian sumbangan pembinaan olahraga juga telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa sumbangan yang diberikan dapat berupa uang dan/atau barang. Dengan begitu, untuk bulu tangkis, jika donatur memberikan sumbangan berupa uang dan/atau barang kepada PBSI misalnya, maka nilai sumbangan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam penghitungan penghasilan kena pajak.

Dengan adanya peraturan tersebut, pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya sekaligus memberikan apresiasi bagi siapa saja yang ingin mendukung kemajuan pembinaan bulu tangkis di Indonesia. Khusus bagi perusahaan, hal ini juga dapat menjadi pilihan untuk pelaksanaan corporate social responsibility (CSR) yang menjadi salah satu kewajiban perusahaan.

 

Pengangkatan Atlet sebagai CPNS

Selain menjadi penopang saat para atlet bulu tangkis menjalani proses pembinaan dan pelatihan hingga pertandingan, pajak juga hadir menemani masa tua para pahlawan bangsa ini. Pada tahun 2018, pemerintah melalui Kemenpora memutuskan untuk mengangkat para atlet berprestasi internasional menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pada 2019, secara resmi, sebanyak 286 atlet diangkat sebagai CPNS.

Dengan berstatus sebagai CPNS, berarti nantinya para atlet berhak memperoleh gaji dan uang pensiun bulanan di masa tua. Tentu, kita ketahui bersama, gaji dan uang pensiun PNS yang dibiayai oleh APBN mayoritas ditopang oleh pajak yang kita bayarkan. Dengan begitu, dukungan kita terus mengalir kepada para atlet bulu tangkis kebanggaan Indonesia, tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa senja mereka nanti.

Dengan terus menjadi pembayar pajak yang patuh maupun menjadi donatur untuk pembinaan olahraga bulu tangkis, impian kita di masa depan untuk mendengarkan lagu Indonesia Raya dikumandangkan dalam berbagai ajang olahraga internasional dapat semakin mudah terwujud. Pajak kita untuk kejayaan bulu tangkis Indonesia.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.