Oleh: Nurista Hayuningtyas Caesareay, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Indonesia dikenal sebagai negara maritim karena dari total luas wilayah 7,81 juta km2, Indonesia memiliki 3,25 juta km2 berupa lautan. Dari seluruh jumlah lautan Indonesia, 2,55 juta km2 merupakan Zona Ekonomi Eksklusif. Dengan wilayah yang lebih dari setengah bagian berupa lautan dan juga wilayah geografis yang strategis, mendukung Indonesia memproduksi banyak sekali hasil perikanan, termasuk rumput laut.

Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi rumput laut di Indonesia selama tahun 2020 sementara ini mencapai 4 juta ton. Dari jumlah produksi tersebut, 82 juta kg diantaranya diekspor dengan nilai mencapai USD130 juta. Dengan produktivitas yang begitu besar, apakah rumput laut menyumbang pajak di Indonesia?

Tahukah Anda jika rumput laut termasuk ke dalam kategori barang yang bersifat strategis? Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis, dijelaskan mengenai barang apa saja yang bersifat strategis. Kali ini, mari kita bahas rumput laut yang merupakan barang bersifat strategis.

Pasal 1 angka 1 huruf c dalam KMK tersebut menyatakan bahwa salah satu Barang Kena Pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan cara tertentu yang diserahkan oleh petani atau kelompok petani. Hasil pertanian yang dimaksud termasuk hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan maupun penangkaran, dan perikanan baik dari penangkapan atau budidaya.

 

Bidang Perikanan

Rumput laut termasuk dalam bidang perikanan dari hasil penangkapan atau budidaya biota laut bersama ikan, kerang, penyu, teripang, dan tanaman laut lainnya. Apakah barang mentah saja yang dibebaskan PPN? Rumput laut yang sudah diproses dapat dibebaskan PPN, tetapi pemrosesan tersebut dibatasi. Pemrosesan yang diperbolehkan untuk dibebaskan di bidang perikanan adalah dengan cara didinginkan/dibekukan, digarami, dikeringkan/diasap, direbus, dan/atau dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan.

Akibat dari pembebasan PPN tersebut Pajak Masukan atas perolehan rumput laut tidak dapat dikreditkan. Meskipun demikian, bagi orang atau badan yang melakukan penyerahan rumput laut tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas PPN yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Selain itu, bagi petani rumput laut juga tidak diwajibkan dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Sebagai informasi, apabila hendak memperoleh Surat Keterangan Bebas PPN dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan dokumen impor dan/atau dokumen pembelian yang bersangkutan. Permohonan Surat Keterangan Bebas PPN akan diproses dan diberikan keputusan dalam jangka waktu 5 hari kerja setelah berkas permohonan diterima lengkap.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan, pelaporan SPT Masa PPN disampaikan maksimal pada akhir bulan berikutnya. Dalam ranah ini, penyerahan rumput laut perlu dilaporkan dalam Formulir SPT Masa PPN 1111 B3 dalam daftar Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atau yang mendapat fasilitas karena termasuk BKP yang dibebaskan dari pemungutan PPN.

Kemudian, sesuai dengan KMK-155/KMK.03/2001 tersebut di atas dijelaskan bahwa petani tidak harus menjadi PKP. Namun, transaksi PPN harus dilaporkan pajaknya dalam SPT Masa PPN 1111. Menurut informasi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa lawan transaksilah yang seharusnya melaporkan pajaknya sehingga harus berstatus PKP.

Secara keseluruhan aturan ini belum dilaksanakan dengan tertib oleh masyarakat. Secara umum, KMK ini hanya mengatur bagian administrasi saja dan tidak ada pembayaran pajak. Praktiknya sekarang, kebanyakan status PKP tidak dimiliki oleh para pengepul rumput laut, mengingat transaksinya dengan banyak jumlah petani dan transaksinya tidak lebih dari Rp4,8 miliar.

Dengan demikian, hingga pada level pengepul belum ada laporan mengenai penyerahan rumput laut. Namun, pada level pabrik atau pengolahan lebih lanjut wajib pajak tersebut berstatus PKP sehingga baru muncul laporan penyerahan rumput lautnya.

 

Bukankah hasil perikanan juga dikenakan pajak PPh Pasal 22?

Benar, tapi bukan penyerahan dari petaninya. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 s.t.t.d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (2) bahwa ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak diatur dengan atau berdasarkan PMK.

PMK yang mengatur pemungutan pajak hasil perikanan adalah PMK Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain. Dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f disebutkan atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur oleh badan usaha industri atau eksportir akan dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Sesuai dengan pernyataan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pengenaan PPh Pasal 22 ini akan dikenakan pada level pengepul kepada industri, pabrik, atau eksportir. Sehingga apabila pabrik membeli rumput laut dari pengepul maka pabrik akan dikenakan PPh Pasal 22.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.