Oleh: Halimah Kurnia Sari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang berada di usia produktif tahun 2020 mencapai 185,22 juta jiwa atau sekitar 68,75% dari total populasi. Dari jumlah tersebut, banyak dari mereka yang memiliki kesadaran untuk mengatur penghasilan mereka atau sebisa mungkin menambah penghasilan yang ada dengan terjun ke dunia investasi. Terdapat berbagai macam bentuk investasi seperti tabungan, deposito, reksadana, obligasi, saham, properti, dan emas yang dapat dipilih berdasarkan profil risiko masing-masing investor.

Salah satu instrumen investasi yang memiliki risiko rendah dan sering disebut sebagai safe heaven adalah emas karena aset ini diharapkan nilainya sejalan dengan inflasi untuk jangka waktu yang lama. Terlebih dalam kondisi pandemi seperti sekarang menyebabkan harga emas melambung tinggi karena banyaknya permintaan emas sebagai instrumen investasi yang aman di tengah kekhawatiran krisis ekonomi.

Standar perekonomian dunia mungkin tidak berhubungan dengan nilai emas, namun nilai emas adalah dasar nilai riil. Selain itu emas juga disebut sebagai alat penyimpan nilai atau store of value. Nilai dari komoditas emas tidak dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga yang ditetapkan pemerintah. Emas yang sering dipakai dalam investasi berbentuk emas batangan yang tidak mengalami penyusutan atau ongkos pembuatan yang biasa dikenakan apabila di jual dalam bentuk perhiasan.

Banyak yang belum mengetahui bahwa terhitung sejak tahun 2015 berdasarkan PMK Nomor 107/PMK.010/2015 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain yang kemudian ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pungutan Pajak Penghasilan 22 ditetapkan pada 1 Mei 2017 pembelian emas batangan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

Bagaimana pajak terhadap pembelian emas batangan?

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf (h) dalam PMK Nomor 34/2017 tentang Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan PPh Pasal 22 atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan sebesar 0,45% bagi pembeli yang memiliki NPWP dari harga jual emas batangan. Namun, sebesar 0,9% untuk pembeli yang tidak memiliki NPWP. Kemudian berdasarkan Pasal 3 ayat (4) masih dari PMK yang sama, produsen emas batangan akan menyetorkan pajak penghasilan badan tersebut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Produsen emas batangan yang dimaksud yaitu wajib pajak yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, dalam kasus ini contohnya PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. Hal ini mengartikan bahwa pembeli emas tidak menyetorkan pajak penghasilan tersebut namun pajak tersebut sudah termasuk dalam harga pembelian emas. Setiap pembelian emas batangan akan dipungut PPh Pasal 22 oleh badan usaha penjualnya dan pembeli akan mendapatkan bukti potong PPh Pasal 22.

Setelah membeli emas, wajib pajak harus melaporkannya pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagian harta akhir tahun. Dalam buku petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi disebutkan tentang harta-harta apa saja yang perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan. Kategori besarnya harta dalam bentuk kas dan setara kas, piutang, investasi, alat transportasi, harta bergerak lainnya dan harta tidak bergerak. Sub kategorinya secara spesifik menyebutkan uang tunai dan tabungan saham, obligasi, surat utang, reksadana, sepeda motor, mobil, logam mulia, peralatan elektronik, dan tanah dan bangunan. Selain itu, bukti potong yang didapat saat pembelian emas dapat digunakan sebagai kredit pajak pada SPT Tahunan.

Bagaimana pajak saat penjualan emas kembali?

Setelah menyimpan emas dengan jangka waktu tertentu, akan ada masanya memperoleh keuntungan dari investasi tersebut dengan penjualan emas kembali atau sering disebut buy back. Hal yang perlu diperhatikan saat penjualan emas kembali agar mendapat keuntungan maksimal, pertama pantau grafik pergerakan harga emas mengingat emas sebagai instrumen jangka panjang yang harus disimpan dalam waktu lama untuk merasakan untung. Kedua, perhatikan harga jual emas dan beli karena terdapat selisih yang cukup jauh.

Selain itu sesuai dengan PMK Nomor 34/PMK.10/2017 penjualan kembali emas batangan dengan nominal lebih dari 10 juta, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% untuk pemegang NPWP dan 3% untuk non NPWP. PPh Pasal 22 atas transaksi penjualan emas kembali dipotong langsung dari total nilai penjualan emas. Pemotongan terjadi jika transaksi penjualan emas kembali dilakukan dengan badan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak, seperti bendahara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penjualan kembali emas yang melebihi batasan 10 juta akan dipotong PPh Pasal 22 kembali. Namun, hasil potongan pajak ini dapat dikreditkan pada SPT Tahunan jika wajib pajak dengan memasukkan bukti potong PPh Pasal 22 pada SPT Tahunannya.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa melakukan investasi emas akan memberikan keuntungan jika dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Setiap pembelian emas akan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,45% bagi pembeli yang memiliki NPWP dan 0,9% untuk pembeli yang tidak memiliki NPWP dari harga jual emas batangan. Pembeli emas tidak menyetorkan pajak penghasilan tersebut namun pajak tersebut sudah termasuk dalam harga pembelian emas. Kepemilikan emas nantinya harus dilaporkan sebagai harta akhir tahun pada SPT Tahunan pemiliknya. Selain itu, penjualan kembali emas akan dipotong PPh Pasal 22 jika transaksi melebihi 10 juta dan dilakukan dengan wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22. Setiap transaksi yang dilakukan pemotongan PPh Pasal 22 akan diperoleh bukti potong yang nantinya dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja