Kantor Pajak Tutup, Bagaimana dengan Pelaporan SPT Manual ?

Oleh: Afrialdi Syah Putra Lubis, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Setelah Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat edaran dengan menghentikan sementara aktivitas tatap muka pelayanan kepada wajib pajak guna mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 timbul pertanyaan bagi wajib pajak yang masih bergantung dengan konsultasi secara tatap muka.
Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) yang merupakan akses awal dalam melayani kebutuhan wajib pajak saat ini harus berhenti berfungsi selama wabah virus ini belum berhenti menghantui negeri ini.
Sebagai gantinya, para pegawai menggantikan aktivitasnya dengan bekerja di rumah atau dikenal dengan Work Form Home (WFH). Selama masa ini, wajib pajak tetap dapat berkonsultasi dengan Account Representative melalui telepon, email, chat maupun saluran komunikasi online lainnya yang sudah disampaikan di media informasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) .
Sebagai bentuk respons dari berhentinya aktivitas tatap muka, kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dikompensasi dengan relaksasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan memberikan perpanjangan pelaporan SPT, khusus untuk SPT Tahunan Orang Pribadi dan SPT Pot/Put Masa Februari sampai dengan 30 April 2020 tanpa diterbitkan sanksi keterlambatan.
Lalu bagaimana bagi mereka yang selama ini masih melakukan kewajiban perpajakan secara manual, masih bisakah melaporkan SPT secara manual ?
- Pengalihan Cara Pelaporan SPT Manual
Meskipun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ/2020 Tahun 2020 mengarahkan wajib pajak untuk melaporkan SPT Tahunan dan SPT Masa melalui optimalisasi sarana elektronik yang tersedia, namun KPP masih menerima pelaporan SPT secara manual, tetapi hal ini dilakukan apabila sarana elektronik belum tersedia.
Bagi wajib pajak yang selama ini lebih memahami cara pengisian secara manual dipersilakan untuk tetap melaporkan secara manual.
Tidak semua wajib pajak memahami tata cara pengisian SPT secara elektronik, terutama wajib pajak yang berada di daerah yang masih minim akses internet dan selama ini masih dibimbing cara pengisiannya oleh petugas.
Oleh karena itu, pengisian SPT secara manual rasanya masih menjadi pilihan utama wajib pajak dengan tipe ini. Pelaporan SPT secara manual memang masih diperkenankan sampai dengan sekarang baik untuk SPT masa atau tahunan, dikarenakan DJP mengetahui bahwa wajib pajak tidak seluruhnya memahami konsep pengisian secara elektronik.
Namun tidak seperti biasa yang dilakukan wajib pajak, selama surat edaran ini dilaksanakan wajib pajak diwajibkan untuk mengirimkan berkas SPT yang sudah diisi secara lengkap dengan mengirimkannya melalui pos ataupun jasa pengiriman lainnya. Dengan cara ini, meskipun berkas SPT diterima oleh perwakilan KPP sudah melewati batas waktu jatuh tempo pelaporan, wajib pajak tidak perlu khawatir karena yang dijadikan dasar tanggal pelaporan adalah tanggal pengiriman berkas SPT yang terlampir pada resi pengiriman.
Wajib pajak diharapkan juga untuk tidak mengantarkan langsung berkas SPT dan memberikannya kepada petugas keamanan kantor karena ini bukan cara yang dibenarkan dalam proses pelaporan SPT manual.
Sebenarnya langkah ini sudah dijalankan dan masih berlangsung sampai dengan sekarang, namun cara ini masih awam bagi mereka yang selama ini melaporkan langsung ke KPP.
- Pelaporan Secara Manual Menurun
Ada dampak positif yang dapat diambil pada masa “social distancing” seperti ini yakni menurunnya angka pelaporan SPT Manual dan meningkatnya pelaporan SPT secara elektronik.
Seperti dilansir media daring, data pelaporan SPT yang masuk per Jumat (20-03-2020) adalah sebanyak 7,97 juta SPT. Dari jumlah tersebut pelaporan SPT secara manual tercatat sebanyak 318.238 atau turun 30,19% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Artinya terjadi perpindahan metode pelaporan SPT Tahunan setelah surat edaran penghentian aktivitas tatap muka.
Tanpa menyampingkan akibat wabah virus ini, penurunan pelaporan SPT secara manual bisa menjadi jalan awal untuk meningkatnya pengguna layanan perpajakan secara elektronik ke depannya. Tidak ada target apapun atas meningkatnya pelaporan secara elektronik, tetapi kemauan wajib pajak dalam menyikapi perkembangan pelayanan pajak secara elektronik yang harus digarisbawahi sebagai bagian dari hal positif.
Dengan kondisi seperti ini wajib pajak mau tidak mau harus mempelajari cara pengisian secara elektronik daripada harus menerima sanksi tidak dan/atau terlambat lapor. Atau bagi wajib paja yang terbiasa dibimbing langsung pengisian SPT-nya oleh pegawai pajak maka pada saat ini wajib pajak harus mencoba menerapkan konsep self assessment system mereka sendiri.
Secara keseluruhan wajib pajak pasti sangat terdampak dengan adanya penghentian tatap muka ini, terutama wajib pajak yang memang selama ini menjalankan kewajibannya dan berkonsultasi dengan langsung datang ke kantor pajak.
Namun dalam kondisi tidak kondusif seperti ini wajib pajak masih aktif mengikuti perkembangan yang diberikan oleh DJP dengan tidak lupa juga membagikan informasi ke wajib pajak yang lain, meskipun itu dikarenakan sebagai bentuk antisipasi agar tidak diterbitkan sanksi administrasi di kemudian hari.
Kemandirian wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya ini harus diapresiasi.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 15432 kali dilihat