Jumat Sore di Subulussalam

Oleh: Teddy Ferdian, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Himpaaakkk..!!!! suara itu menggema di salah satu sudut ruangan KPP Pratama Subulussalam, dilanjutkan dengan suara-suara berikutnya dari ruangan lainnya.. Himpaaakkk..!!! Himpaaakkk..!!!... Suara memanggil yang diiringi tawa kecil dari segenap penghuni kantor di salah satu sudut kota Subulussalam, kota hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil pada tahun 2007.
Himpak adalah salah satu moda tranportasi yang dapat dipilih untuk menuju kota Medan dan sekitarnya dari kota Subulussalam. Nama perusahaannya adalah CV. DR Himpak. DR Himpak sendiri bukanlah nama tokoh yang telah menamatkan studi S3, melainkan singkatan dari Dairi Raya Himpunan Masyarakat Pakpak.
Mobil berjenis Mitsubishi L300 berkapasitas 8 sampai 11 penumpang ini merupakan salah satu moda transportasi favorit para pegawai KPP Pratama Subulussalam menuju Medan. Tak heran jika setiap hari jumat sore selalu ada satu atau dua mobil Himpak yg sudah bersedia di depan kantor, belum lagi ditambah pegawai yg menggunakan mobil pribadi, serta mobil travel yg menjadi pilihan beberapa pegawai.
Hari itu, jumat sore sekitar pukul 17.00 WIB suasana KPP Pratama Subulussalam sedikit lebih ramai dari hari biasanya. Beberapa orang terlihat berjalan dengan tas ransel di punggung. Ada juga yang menenteng tas jinjing dan tas plastik yang kelihatannya penuh terisi, ntah apa isinya.
Senyum sumringah nampak tersungging di wajah mereka seolah menepis rasa lelah bekerja satu minggu ini. Senyum ini juga menjadi awal perjalanan melintasi jalan lintas barat Aceh – Sumatera Utara menuju kota Medan yang lumayan bikin sakit pinggang karena harus melintasi medan yang dihiasi dengan lubang yang menganga di setiap permukaan jalan. Jurang yang dalam menemani perjalanan di pinggir jalan yang terkadang hanya ditutupi rumput dan semak tanpa pembatas. Jalan berat sepanjang kurang lebih 225 km, yang ditempuh dalam waktu 6 – 7 jam, harus dilalui setiap minggu, setiap dua minggu, setiap satu bulan, atau bahkan setiap tahun demi bisa bersua dan berkumpul dengan keluarga tercinta.
Dua atau tiga hari berkumpul bersama keluarga menjadi berkah dan rasa syukur tersendiri sekaligus dapat merefresh pikiran, menetralisir emosi, dan meluruskan pinggang yang terombang ambing dalam mengarungi jalan menuju Medan. Bagi sebagian dari kami bahkan perjalanan belum selesai sampai di sini, masih berlanjut menuju kota berikutnya karena keluarga menunggu di sana. Perjalanan lanjutan menuju Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Palembang, Riau, dan kota2 lain yg tidak hanya menguras kocek tetapi juga tenaga dan pikiran.
Jalur menuju Medan memang lebih dipilih oleh sebagian dari kami yang harus ke bandara untuk melanjutkan perjalanan melalui udara. Jalur yang lebih berat tetap dipilih dibandingkan harus menempuh waktu yang lebih lama ke Banda Aceh, sekitar 11-12 jam. Seringkali kami harus menunggu cukup lama di bandara, menanti pesawat pagi karena sudah tiba di bandara pada tengah malam atau dini hari.
Semua itu dihadapi dengan senyuman. Senyum yang dapat menjaga api semangat kami bekerja demi negara tercinta sebagai laskar penghimpun pajak negara. Semoga kami selalu istiqomah menjaga integritas kami dalam bekerja. Karena dalam setiap langkah kami ada doa dari orang-orang terkasih, keluarga, teman, dan sanak saudara yang selalu mengasihi kami dimanapun kami berada.
Salam dari wilayah selatan provinsi Aceh.. kota termuda provinsi Aceh.. kota Subulussalam.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja
- 939 kali dilihat