Oleh: Putu Panji Bang Kusuma Jayamahe, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak mau ketinggalan dalam mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19 dengan berbagai kebijakan strategis. Salah satu kebijakan tersebut adalah menerbitkan aturan terkait pemberian insentif pajak. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 82/PMK.03/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, terdapat enam insentif pajak yang diberikan pemerintah hingga kini.

Pertama, insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP). Insentif ini diberikan kepada karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu. Kedua, insentif pajak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau PPh final DTP. Dengan demikian, wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak. Kedua insentif ini menyasar pelaku UMKM serta para karyawan di beberapa sektor.

Selanjutnya, insentif PPh final jasa konstruksi DTP. Wajib pajak yang menerima penghasilan dari usaha jasa konstruksi dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) mendapatkan insentif PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah. Tujuannya tentu untuk memastikan berbagai proyek peningkatan tata guna air irigasi berjalan lancar.

Keempat, pembebasan PPh Pasal 22 Impor guna mendorong wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 132 bidang usaha tertentu. Kelima, insentif angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 216 bidang usaha tertentu. Dan yang terakhir insentif pajak pertambahan nilai (PPN) berupa restitusi dipercepat. Pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 132 bidang usaha tertentu berhak mendapat insentif restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.

Akhir bulan lalu, DJP kembali menerbitkan insentif tambahan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 102/PMK.010/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Sewa Ruangan atau Bangunan kepada Pedagang Eceran yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021. Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Neilmaldrin Noor, insentif ini diberikan untuk PPN yang terutang atas sewa bulan Agustus sampai dengan Oktober 2021 yang ditagihkan di bulan Agustus sampai dengan November 2021.

Tentunya seluruh wajib pajak yang memperoleh insentif tersebut wajib melaporkan realisasi insentif pajak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

 

Tujuan Insentif

Sebagai tulang punggung penerimaan negara, DJP memiliki tugas menghimpun pajak sebagai pundi-pundi pendapatan negara yang telah ditargetkan dan ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak yang dihimpun tersebut menjadi pendapatan utama dalam proporsi APBN Indonesia.

Tugas tersebut menjadi semakin berat ketika perekonomian melemah saat pandemi terjadi. Karena terjadi penurunan willingness to pay wajib pajak akibat terdampak pandemi, berbagai kebijakan strategis harus diterbitkan agar target penerimaan negara dapat sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Salah satu kebijakan strategis yang dipilih DJP adalah pemberian insentif pajak kepada para wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19. Insentif tersebut secara singkat berupa pajak yang ditanggung pemerintah ataupun dibebaskan dari pengenaan pajak.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa DJP justru memberikan insentif pajak? Bukankah secara sederhana hal tersebut akan mengurangi penerimaan negara? Hal tersebut terjadi karena wajib pajak hanya perlu melaporkan realisasi insentif tanpa harus membayar pajak secara langsung.

Secara kasat mata tentu hal tersebut terlihat merugikan pemerintah karena pajak yang masuk ke kas negara akan berkurang. Terlebih di masa pandemi pemerintah pasti akan memerlukan lebih banyak dana untuk membiayai berbagai program penanggulangan pandemi Covid-19. Program-program seperti pembatasan kegiatan masyarakat, bantuan sosial, vaksinasi, hingga perawatan pasien yang terpapar virus di berbagai fasilitas kesehatan tentunya memakan biaya yang tidak sedikit.

Apakah hal tersebut yang diharapakan oleh DJP? Tentu saja tidak. Secara umum ada tiga hal utama yang diharapkan DJP terkait pemberian insentif tersebut. Tiga harapan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menjaga arus kas wajib pajak.

Tujuan utama dari pemberian insentif adalah meringankan beban pelaku usaha di masa pandemi. Keringanan tersebut tentunya bersumber dari terjaganya arus kas wajib pajak. Dengan adanya insentif pajak ini, wajib pajak hanya perlu melaporkan realisasi penggunaan insentif tanpa harus membayar pajak. Uang yang seharusnya digunakan untuk membayar pajak tentunya memperlancar arus kas wajib pajak dan dapat digunakan untuk hal lain yang dibutuhkan wajib pajak.

2. Menciptakan efek domino.

Dengan arus kas yang terjaga, wajib pajak akan lebih leluasa untuk mengembangkan usahanya. Selain itu dengan arus yang terjaga akan menumbuhkan daya beli ekonomi dan mendukung sisi permintaan atau menjaga kemampuan masyarakat untuk tetap melakukan belanja. Contohnya, uang yang seharusnya disetorkan sebagai pembayaran pajak dapat digunakan untuk membeli kebutuhan lain. Dengan demikian, siklus ekonomi tidak terhenti dan diharapkan dapat tumbuh secepat mungkin.

Ekonomi yang bertumbuh akan menumbuhkan kembali potensi pajak dan juga kemampuan wajib pajak untuk membayar pajak. Hal ini yang diharapkan DJP dengan memberikan insentif pajak kepada para wajib pajak. Sebuah efek domino yang secara tidak langsung diharapkan mampu memulihkan perekonomian negara.

3. Menguatkan basis data perpajakan

Selain dua harapan sebelumnya, DJP juga mengharapkan sumber informasi yang selanjutnya akan menadi basis data perpajakan. Wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak memang tidak perlu membayar pajak, tetapi perlu melaporkan realisasi pemanfaatan insetif tersebut. Laporan realisasi itulah yang akan menjadi basis data perpajakan yang akan dimanfaatkan DJP pada tahun-tahun berikutnya. Dengan pemberian insentif tanpa harus membayar pajak, wajib pajak diharapkan dapat melaporkan realisasi sebenar-benarnya.

Oleh karena itu, buat wajib pajak yang memenuhi syarat sesuai ketentuan pemberian insentif pajak dapat memanfaatkan insentif tersebut untuk mempercepat pemulihan ekonomi.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.