Oleh: Devitasari Ratna Septi Aningtiyas, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian tersebut termaktub di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009.

Pajak digunakan oleh negara sebagai salah satu penopang kegiatan bernegara. Pajak memberikan kontribusi yang besar bagi belanja pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Untuk pemerintah pusat, dana pajak digunakan untuk pembiayaan perlindungan sosial, pendidikan, agama, pariwisata, kesehatan, perumahan dan fasilitas umum, perlindungan lingkungan hidup, ekonomi, ketertiban dan keamanan, pertahanan, dan berbagai macam pelayanan umum lainnya. Sedangkan pada pemerintah daerah, dana pajak digunakan untuk dana desa, dana insentif daerah, dana daerah otonomi khusus, dana daerah keistimewaan, dana alokasi khusus non fisik, dana alokasi khusus fisik, dana bagi hasil, dan dana alokasi umum. Belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan dua komponen besar belanja negara pada APBN.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Lantas, apa hubungan pajak dengan pendidikan ?

Kebutuhan belanja pemerintah guna menyukseskan cita-cita para pendiri bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, kian hari semakin meningkat. Kita semua tahu bahwa pajak merupakan sumber pendapatan Negara sehingga perananya dalam kehidupan bernegara sangatlah penting. Untuk menjaga eksistensi Negara ini, salah satunya adalah menjaga Tax Ratio Indonesia yang sementara ini masih di bawah 15%. Mengapa demikian? Karena melalui Tax Ratio-lah pemerintah dianggap mampu atau tidaknya dalam membiayai keperluan negara.

Direktorat Jenderal Pajak menggandeng kementerian yang membidangi pendidikan untuk melakukan kegiatan peningkatan kesadaran perpajakan peserta didik, guru dan dosen melalui program Inklusi Kesadaran Pajak. Pada tahun 2014, dibuatlah Nota Kesepahaman antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor MoU-21/MK.03/2014 dan Nomor 13/X/NK/2014 tentang Peningkatan Kesadaran Perpajakan Melalui Pendidikan. Kemudian pada tahun 2016, Nota Kesepahaman antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor MoU-4/MK.03/2016 dan Nomor 7/M/NK/2016 tentang Peningkatan Kerjasama Perpajakan Melalui Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terbit. Juga, Perjanjian Kerjasama antara Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Nomor 001/B1/PKS/2016 dan Nomor KEP-48/PJ/2016 tentang Peningkatan Kesadaran Pajak Melalui Pembelajaran dan Kemahasiswaan di Pendidikan Tinggi.

Model kegiatan yang dilakukan yakni integrasi materi kesadaran pajak dalam kurikulum, pembelajaran, dan perbukuan. Inklusi melalui kurikulum yakni memasukkan unsur kesadaran pajak ke dalam kurikulum yang disusun oleh Kementerian bidang pendidikan. Untuk pembelajaran kesadaran pajak, inklusi dilakukan dengan melakukan proses belajar mengajar antara murid dan guru dengan memasukkan unsur kesadaran pajak. Sedangkan pada perbukuan, yakni memasukkan unsur kesadaran pajak melalui penyediaan buku ajar, buku referensi, dan buku bahan ajar.

Selain kegiatan di dalam kelas, inklusi juga dilakukan melalui kegiatan di luar sekolah/pembelajaran, seperti kegiatan kesiswaan/kemahasiswaan. Kegiatan yang dilakukan antara lain kegiatan ekstrakurikuler Duta Pajak, Pajak Berutur, Tax Goes To School, Olimpiade Perpajakan, Lomba Menulis, dan lain-lain.

Inklusi Kesadaran Pajak bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai kesadaran pajak sebagai salah satu nilai budaya bangsa, mengintegrasikan nilai kesadaran pajak dalam sistem pendidikan nasional, memberi nilai tambah bagi para pemangku kepentingan penididikan dalam memajukan dunia pendidikan di Indonesia, menyediakan literasi kesadaran pajak bagi masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan, dan meningkatkan kesadaran perpajakan peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan serta bagi masyarakat.

Oleh sebab itu, sosialisasi maupun pengenalan tentang perpajakan harus terus berjalan agar tingkat kepatuhan wajib pajak senantiasa naik. Upaya untuk mengenalkan pajak sedari dini juga harus dilakukan untuk mewujudkan masa depan Indonesia yang kian sadar pajak. Karena generasi masa depan merupakan tonggak keberlangsungan negara Indonesia ini.

Melalui Inklusi Kesadaran Pajak, Direktorat Jenderal Pajak menginginkan generasi mendatang memiliki budaya dan karakter berwawasan kebangsaan seperti cinta tanah air, bela negara, dan termasuk kesadaran membayar pajak. Untuk itu, pendidikan yang mengandung unsur nilai-nilai kesadaran pajak digalakkan agar generasi mendatang dapat membentuk bangsa yang berbudaya dan berperadaban.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.