Hari Pajak dan Hak Rakyat untuk Berkontribusi

Oleh: Rini Tri Utami, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tahukah Kawan Pajak bahwa setiap tanggal 14 Juli merupakan peringatan Hari Pajak Nasional? Ya, tanggal tersebut telah resmi ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017 tentang Penetapan Hari Pajak dan pertama kali diperingati pada 14 Juli 2018. Penetapan ini juga menjadi momentum penting dalam perjalanan organisasi perpajakan di Indonesia.
Sejarah Hari Pajak
Kilas balik penetapan hari Pajak Nasional tidak lepas dari kisah pertama kali kata pajak muncul dalam rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) kedua yang disampaikan pada 14 Juli 1945. Pada butir kedua Pasal 23 Bab VII Hal Keuangan, disebutkan bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang.” Tulisan tersebut termuat dalam lampiran arsip rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan merupakan coretan perbaikan.
Pada 14 Juli 1945 pulalah disampaikan rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) yang di dalamnya terdapat coretan asli kata pajak yang pertama kali digunakan. Atas dasar hal tersebut, maka pada tanggal 14 Juli kemudian ditetapkan sebagai simbol lahirnya Hari Pajak. Dari sejarah tersebut membuktikan bahwa peran pajak sangat penting bagi negara dan dalam pelaksanaannya membutuhkan payung hukum yang mengaturnya.
Pengertian pajak sendiri memiliki definisi sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan (KUP) pada Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 s.t.d.t.d Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 yang menyebutkan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dari definisi yang termaktub dalam undang-undang tersebut, dapat kita pahami bahwa pajak merupakan kewajiban. Pembayaran pajak merupakan sebuah perwujudan atas kewajiban kenegaraan dan peran serta warga negara sebagai wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan bagi pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Pajak Juga Hak
Jika selama ini sebagian masyarakat hanya beranggapan bahwa pajak merupakan suatu kewajiban warga negara, bisakah kemudian kita memahami bahwa pajak sebenarnya juga menjadi bagian dari hak rakyat?
Jika kita dalami esensi dari keberadaan pajak itu sendiri, pajak merupakan wadah yang diatur dan dijamin oleh undang-undang yang berlaku dan wadah tersebut menjadi mekanisme untuk memberi kemudahan bagi rakyat dalam berkonribusi kepada negara. Rakyat berhak untuk turut serta dalam pembangunan negara ini tanpa terkecuali yang dengan semangat nasionalisme itu warga negara dapat mengangkat kepala dengan bangga dan mengatakan, “Melalui pajak, kami telah berbuat sesuatu untuk negara ini dan berkontribusi untuk mewujudkan cita-cita bersama.”
Menurut Adam Smith dalam bukunya “Wealth of Nations” menyebutkan bahwa pajak memiliki 4 asas pemungutan, yaitu:
- Asas Equality (keseimbangan dan keadilan) yaitu dalam pemungutannya, pemerintah harus memperhatikan kemampuan dan menyesuaikan penghasilan warga negaranya. Negara tidak boleh bersikap diskriminatif dan adil adalah jika wajib pajak memiliki penghasilan lebih tinggi maka tarif pajak lebih tinggi disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya.
- Asas Certainity (Kepastian Hukum). Asas ini menjamin secara hukum bahwa pajak merupakan pungutan resmi yang penetapannya dilakukan secara transparan sesuai ketentuan yang berlaku.
- Asas Convenience of Payment (Tepat Waktu). Pada asas ini pungutan dilakukan pada saat yang tepat, yaitu ketika wajib pajak memiliki kemampuan untuk membayar seperti ketika menerima hadiah dan penghasilan.
- Asas Efficiency (Efisieni) yaitu asas yang terkait dengan nilai ekonomis atas biaya pemungutan pajak yang harus sehemat mungkin dan tidak lebih besar daripada penerimaan pajak, sehingga pemungutan pajak dilakukan dengan benar dan tepat.
Dari hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan salah satu sarana paling ideal dan paling manusiawi bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam membiayai kebutuhan dan penyelenggaraan pada suatu negara serta sebagai wujud dari semangat kesetiakawanan sosial.
PPN Sebagai Sarana Sumbangsih
Selain Pajak Penghasilan (PPh) yang dapat disetorkan kepada negara, kita mengenal pula adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak ini merupakan salah satu sumber pemasukan negara atas konsumsi masyarakat. Pengertian PPN adalah suatu pungutan yang dibebankan atas transaksi jual beli yang terjadi karena adanya pertambahan nilai. Pihak yang membayar PPN adalah konsumen akhir sedangkan pihak yang memungut, menyetor, dan melaporkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Saat ini, PPN di Indonesia diberlakukan tarif sebesar 11% dan menjadi 12% pada Januari 2025 nanti. Di banding negara-negara lain, tarif PPN di Indonesia relatif tidak cukup tinggi maupun rendah. Sebagai contoh di wilayah ASEAN, Malaysia memberlakukan tarif PPN 10%, sementara Filipina 12%, dan Thailand 7%. Untuk negara-negara lain, PPN yang diberlakukan lebih tinggi misalkan Inggris yang menerapkan PPN sebesar 20% dan Argentina sebesar 21%.
Sama seperti PPh, maka PPN-pun dapat kita anggap sebagai sarana untuk berkontribusi sebagai wujud kecintaan kita pada tanah air. Sebagai contoh, jika terdapat orang pribadi yang memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga menjadi nihil dan tidak ada PPh yang dikenakan, dengan PTKP menjadi pengurang penghasilan neto yang diperkenankan dalam peraturan, lantas apakah orang pribadi tersebut menjadi tidak punya hak dan kewajiban untuk berkontribusi bagi negara dalam hal perpajakan?
Maka melalui PPN inilah, menjadi sarana bagi seluruh rakyat untuk bangga ikut berkonstribusi kepada negara. PPN adalah sebuah mekanisme sederhana dan mudah bagi masyarakat untuk turut membangun NKRI.
Kewajiban Negara
Hubungan antara negara dan warga negaranya merupakan hubungan timbal balik yang melibatkan unsur hak dan kewajiban antara kedua belah pihak. Hubungan tersebut secara mendasar terbentuk dari tujuan awal berdirinya negara Indonesia.
Hak dan kewajiban negara terhadap rakyat tercantum pada Undang-Undang Dasar yang secara implisit telah termaktub pada alenia keempat pembukaan UUD 1945. Kewajiban tersebut di antaranya adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, menjamin sistem hukum yang adil, menjamin Hak Asasi Manusia, mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat, memberi jaminan sosial, dan memberi kebebasan beribadah kepada warga negaranya.
Untuk mewujudkan itu semua, maka diperlukan pendapatan negara dalam hal ini APBN yang kuat dan sehat untuk membiayai segala kepentingan rakyat, yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dapat dikatakan bahwa negara melaksanakan kewajiban bagi rakyatnya melalui pembiayaan dari pajak oleh rakyatnya pula.
Oleh sebab itu, hak dan kewajiban atas perpajakan bagi masyarakat tidak hanya berhenti sampai membayar pajak dan menikmati fasilitas umum saja, namun masyarakat juga memiliki hak dan kewajiban untuk mengawasi penggunaan anggaran yang bersumber dari pajak. Seperti slogan “bayar pajak, awasi penggunaannya,” hal ini merupakan wujud kepedulian anak bangsa untuk ikut mewujudkan negara yang maju dan pemerintahan yang bersih serta melayani.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 256 kali dilihat