Generasi Sandwich, Si Pemikul Beban Ekonomi Keluarga

Oleh: Ahmad Rifai, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Apakah Anda memiliki penghasilan? Apakah penghasilan Anda digunakan untuk menghidupi keluarga sekaligus orang tua atau mertua? Jika jawabannya adalah ya, berarti Anda termasuk generasi sandwich. Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada 1981 oleh seorang profesor sekaligus direktur praktikum Kentucky University, Lexington, Amerika Serikat bernama Dorothy A. Miller.
Generasi sandwich merupakan generasi orang dewasa yang harus menanggung hidup tiga generasi yaitu orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya. Kondisi tersebut dianalogikan seperti sandwich dengan sepotong daging terhimpit oleh dua buah roti. Roti tersebut diibaratkan sebagai orang tua (generasi atas) dan anak (generasi bawah), sedangkan isi utama sandwich berupa daging, mayones, dan saus yang terhimpit oleh roti diibaratkan sebagai diri sendiri.
Sebutan generasi sandwich umumnya disematkan pada pria maupun wanita yang memiliki rentang umur dari 30 hingga 60 tahun. Namun seorang pakar penuaan dan perawatan lansia bernama Carol Abaya mengategorikan generasi sandwich menjadi tiga kelompok berdasarkan perannya:
- The Traditional Sandwich Generation
Orang dewasa berusia 40 hingga 50 tahun yang menanggung beban orang tua berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan bantuan finansial.
- The Club Sandwich Generation
Orang dewasa berusia 30 hingga 60 tahun yang menanggung beban orang tua, anak, cucu (jika sudah punya), dan atau nenek kakek (jika masih hidup).
- The Open Faced Sandwich Generation
Siapapun yang terlibat dalam pengasuhan orang lanjut usia, namun bukan merupakan pekerjaan profesionalnya (seperti pengurus panti jompo) termasuk ke dalam kategori ini.
Dari definisi di atas, terdapat makna ketergantungan generasi bawah dan generasi atas terhadap generasi sandwich. Dalam bidang ilmu Perencanaan Sumber Daya Manusia, dikenal istilah rasio ketergantungan. Rasio ini dapat dijadikan sebagai indikator keadaan ekonomi negara, apakah sudah maju atau masih dalam tahap negara berkembang. Rasio ketergantungan merupakan jumlah penduduk berumur 0 hingga 14 tahun ditambah jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas, kemudian dibandingkan dengan jumlah penduduk umur 15 hingga 64 tahun (usia produktif).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio ketergantungan terhadap usia produktif di Indonesia tercatat sebesar 44,67 persen pada 2022. Ini berarti ada sekitar 44-45 per 100 orang usia nonproduktif di Indonesia bergantung kepada mereka yang berusia produktif. Data tersebut menggambarkan hampir separuh penduduk nonproduktif di Indonesia menggantungkan hidupnya pada penduduk produktif alias generasi sandwich.
Lantas, bagaimana kedudukan generasi sandwich dalam perspektif perpajakan di Indonesia?
Seperti telah kita ketahui terdapat beberapa macam asas pemungutan pajak, di antaranya asas-asas yang dicetuskan oleh Adam Smith, yaitu Equality, Certainty, Convinience of Payment, dan Efficiency. Dua asas yang akan penulis bahas adalah asas equality dan certainty. Asas Equality adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Sedangkan Asas Certainty berarti semua pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
Kedua asas tersebut diterapkan dalam pemberlakukan Penghasilan Tidak Kena Pajak atau biasa disingkat PTKP. PTKP merupakan komponen penting yang merupakan pengurang jumlah nilai penghasilan bruto Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Besarnya PTKP diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPh sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
PTKP ditentukan berdasarkan status wajib pajak pada awal tahun pajak yang bersangkutan. PTKP diberikan paling sedikit:
- Rp54 juta untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi;
- Rp4,5 juta tambahan untuk wajib pajak berstatus kawin;
- Rp54 juta tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
- Rp4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (contoh: ayah, ibu, anak kandung) dan keluarga semenda (contoh: mertua, anak tiri) dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga.
Anggota keluarga yang tidak memperoleh tambahan pengurangan PTKP adalah saudara kandung dan saudara ipar yang menjadi tanggungan wajib pajak. Sementara itu, saudara dari ayah/ibu tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus.
Generasi sandwich yang berprofesi sebagai karyawan mendapatkan keuntungan dari adanya PTKP. Semakin banyak tanggungan semakin besar PTKP yang didapatkan. Tentu saja besarnya berdasarkan batasan tanggungan yang diatur dalam undang-undang. Sedangkan generasi sandwich yang berprofesi sebagai usahawan yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun berhak mendapatkan fasilitas pengurangan sebesar Rp500 juta setahun.
Menjadi generasi sandwich memang bukan pilihan, namun merupakan suatu kewajiban. Menghidupi diri sendiri sekaligus menanggung beban ekonomi orang tua dan keluarga adalah keniscayaan dan panggilan hidup. Tidak melulu bicara tentang beban berat yang dipikul, generasi sandwich juga perlu memiliki perencanaan dalam hidup serta memiliki pola pikir bahwa inti dari menjadi generasi sandwich adalah momentum untuk berbakti pada orang tua dan menafkahi keluarga.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 450 kali dilihat