Dunia Akan Semakin Transparan bagi Otoritas Perpajakan ( oleh: Raden Agus Suparman )

Oleh: Raden Agus Suparman, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewakili Indonesia menandatangani Multilateral Instrument on Tax Treaty (MLI) di kantor pusat OECD Paris, Perancis, pada Rabu (7/6). Penandatanganan perjanjian ini bukanlah yang berdiri sendiri. Ada serangkaian perjanjian yang sudah ditandatangani oleh Indonesia dalam rangka pencegahan praktik-praktik penghindaran pajak sejak tahun 2011.

Pada bulan Nopember 2011, Indonesia telah menandatangani Convention on Mutual Adminitrative Assistence in Tax Matters (MAC). Konvensi ini adalah instrumen multilateral paling komprehensif untuk mengatasi semua bentuk-bentuk penghindaran pajak. Sampai dengan sekarang sudah 111 negara yang menandatangani MAC.

Pada bulan Juni 2015 Indonesia juga telah menandatangani Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA). Perjanjian ini bertujuan memberikan fasilitas pertukaran informasi yang berstandar Internasioan dan dilakukan dengan sangat efesien. Sampai dengan Juni 2017 sudah ada 90 negara yang menandatangani MCAA. 

Indonesia telah berkomitmen untuk melakukan pertukaran informasi berdasarkan MCAA mulai September 2018. MCAA mewajibkan Indonesia, baik diminta atau tidak diminta, menyampaikan informasi keuangan ke negara lain. Dan berlaku resiprokal. Resiprokal berarti Indonesia akan mendapatkan informasi dari negara lain jika Indonesia memberikan informasi serupa kepada negara lain. Dalam hal Indonesia tidak dapat memberikan informasi kepada negara lain, Indonesia tidak mendapatkan informasi dari negara lain ditambah dengan sanksi administrasi. 

Perppu Nomor 1 Tahun 2017

Automatic Exchange of Financial Account Information (AEoI) mensyaratkan tersedianya legislasi domestik setingkat undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Dalam rangka memenuhi memenuhi persyaratan tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Kemudian Kementrian Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 sebagai pelengkap persyaratan.

Kedua peraturan tersebut hukumnya wajib. Artinya, dalam hal Indonesia tidak memiliki peraturan primer (setingkat undang-undang) dan sekunder (peraturan dibawah undang-undang) maka Indonesia telah ingkar pada perjanjian dan tidak akan mendapatkan informasi keuangan dari negara lain.

Ketiadaan kiriman informasi keuangan dari negara lain merupakan kerugian besar bagi Indonesia. Ditjen Pajak sebagai otoritas pajak Indonesia tidak akan mengetahui kekayaan penduduk Indonesia yang disimpan di luar negeri. Ini berarti Ditjen Pajak akan kehilangan potensi pajak.

Hasil program amnesti pajak menunjukkan bahwa harta penduduk Indonesia yang berada di luar negeri sebesar Rp1.183 triliun. Dan hanya Rp147 triliun yang direpatriasi ke dalam negeri. Diindikasikan bahwa masih banyak harta di luar negeri yang belum dideklarasikan. Harta-harta tersebut hanya bisa dikenai pajak jika Indonesia mendapatkan kiriman informasi dari negara tempat harta tersebut disimpan.

Meningkatkan Tax Ratio

Hasil amnesti pajak seperti dua sisi mata uang. Total harta yang dideklarasikan sebesar Rp4.881 triliun. Satu sisi angka tersebut menunjukkan keberhasilan program amnesti pajak. Bahkan dipastikan Indonesia merupakan negara paling berhasil dengan amnesti pajak jika dilihat dari nilai harta yang dideklarasikan. Tetapi di sisi lainnya menunjukkan bahwa Indonesia tidak kuasa untuk mengungkap harta dan menggali pajak penghasilan.

Sekitar 58,6% dari total aset yang dideklarasikan berupa aset keuangan. Artinya, penduduk Indonesia sangat mudah menyembunyikan uang baik yang disimpan di lembaga keuangan maupun yang disimpan di rumah tanpa diketahui oleh otoritas pajak.

Fakta hasil amnesti pajak telah membuktikan bahwa rahasia perbankan yang berlaku di Indonesia telah memberikan keburukan yang lebih besar bagi perpajakan dan pembangunan. Indonesia menjadi tidak optimal mengumpulkan pajak-pajak untuk membiayai pembangunan. Tidak heran jik tax ratio Indonesia sulit beranjak dari angka 11% sejak beberapa tahun yang lalu.

Karena itu, perlu ada satu terobosan baru dalam rangka meningkatkan tax ratio. Berdasarkan Perppu nomor 1 Tahun 2017, Ditjen Pajak diberikan kewenangan untuk mengakses rekening keuangan, sekaligus mewajibkan semua lembaga keuangan memberikan informasi rekening keuangan ke Ditjen Pajak.

Masyarakat Tidak Perlu Resah

Kewajiban lembaga keuangan untuk memberikan informasi rekening keuangan ke Ditjen Pajak banyak ditanggapi negatif. Sebagian masyarakat awam menduga akan ada pajak baru. Sebagian lagi merasa “ditelanjangi” padahal selama ini tertutup.

Perppu nomor 1 Tahun 2017 tidak mewajibkan kepada lembaga keuangan untuk menyampaikan seluruh transaksi keuangan, kecuali diminta. Informasi nominal yang disampaikan adalah saldo pada akhir tahun. Selain itu, tidak semua rekening keuangan wajib diberikan ke Ditjen Pajak. Hanya rekening keuangan yang memiliki saldo Rp1 miliar atau lebih yang wajib dilaporkan oleh lembaga keuangan.

Setidaknya ada dua alasan kenapa masyarakat tidak perlu resah. Pertama, bahwa saldo rekening keuangan bukan penghasilan tetapi harta. Harta berupa rekening keuangan wajib dilaporkan di SPT Tahunan bersama-sama dengan harta lain seperti tanah, rumah, dan kendaraan. Kewajiban melaporkan harta sudah ada sejak berlakunya Undang-Undang KUP tahun 1984.

Kedua, saldo rekening keuangan tidak dapat dijadikan dasar untuk menghitung pajak penghasilan. Tetapi, saldo ini memang akan menjadi data awal pengujian kepatuhan perpajakan wajib pajak. Jadi baru sebatas indikasi.

Selain itu, Perppu nomor 1 Tahun 2017 ini dikaitkan dengan komitmen AEoI. OECD telah memberikan standar penanganan informasi keuangan oleh otoritas pajak. Secara periodik, OECD akan melakukan assessment terhadap pelaksanaan standar ini. Ditjen Pajak sebagai otoritas pajak Indonesia wajib melaksakan standar AEoI.

Menurut standar AEoI, tidak semua pegawai Ditjen Pajak dapat mengakses informasi rekening keuangan. Hanya pegawai yang telah diberikan otorisasi yang dapat mengakses. Selain itu, setiap pegawai yang telah mengakses diwajibkan memberikan laporan atas penggunaan informasi rekening keuangan. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu khawatir petugas pajak menyalahgunakan informasi rekening keuangan. (*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja