Oleh: Isnaningsih, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Seorang wajib pajak menghampiri saya ketika baru saja selesai melayani wajib pajak yang lain sambil memohon. “Teh punten, minta waktunya sebentar ya Teh. Ajari saya validasi elektronik sebentar aja ya… ini saya nyoba gagal terus Teh. Kenapa ya?”. Setelah saya persilakan Bapak itu menyodorkan layar laptopnya. Lalu dengan beberapa kali klik dan panduan lebih pada bagian input NTPN, validasi yang dilakukan pun selesai. “Yess!” Bapak itu bersorak kegirangan sambil mengepalkan tangannya. Sampai-sampai seisi ruangan memperhatikannya karena kaget akan sorakan Bapak itu. “Ah, kalau gini doang mah bisa selesai sambil ngopi di rumah. Makasih banget ya Teh.” Ia lalu berlalu dengan kegembiraan yang belum hilang.

Di tengah pandemi ini segala kegiatan kita seakan-akan dibatasi. Mulai dari olahraga pagi hingga nongkrong di warung kopi di malam hari menjadi tidak sama seperti sebelumnya. Tak terkecuali kegiatan terkait pengurusan dokumen jual beli tanah dan/atau bagunan serta perintilannya. Layanan pada kantor pajak setelah pelayanan tatap muka dibuka kembali saja masih terbatas. Bahkan layanan validasi PPHTB secara tatap muka dikecualikan dari pelayanan tatap muka di tengah pandemi ini. Lantas apakah menyampaikan permohonan validasi PPHTB melalui pos atau jasa ekspedisi lainnya adalah satu-satunya solusi?

Kabar baiknya adalah Direktorat Jenderal Pajak telah menerbitkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak nomor PER-21/PJ/2019 yang memungkinkan kita melakukan validasi PPHTB secara elektronik. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak ini merupakan perubahan kedua dari PER-18/PJ/2017 mengenai tata cara penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikat jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya. Nah, peraturan baru ini ditandatangani pada akhir Desember 2019. Penerapannya sendiri terkait penerimaan permohonan validasi PPHTB secara elektronik baru diterapkan awal tahun 2020.

Terbitnya PER-21/PJ/2019 ini meringkas persyaratan yang sebelumnya harus dipenuhi berdasarkan peraturan sebelumnya. Persyaratan permohonan validasi PPHTB berdasarkan PER-18/PJ/2017 maupun perubahan pertamanya pada PER-26/PJ/2018 terdiri dari:

  1. Surat Setoran Pajak yang sudah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara dan Nomor Transaksi Bank/Nomor Transaksi Pos/Nomor Penerimaan Potongan atau sarana administrasi lainnya yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak;
  2. surat pernyataan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang telah diisi secara lengkap dan dibubuhi meterai yang merupakan lampiran dari formulirnya;
  3. fotokopi seluruh faktur/bukti penjualan, bukti transfer dan/atau fotokopi bukti penerimaan uang secara tunai yang telah ditandatangani pihak yang mengalihkan tanah dan/atau bangunan di atas meterai;
  4. fotokopi SPPT PBB atau bukti penagihan Pajak Bumi dan Bangunan lainnya untuk tahun terakhir;
  5. fotokopi KTP/Paspor bagi penjual dan pembeli;
  6. surat kuasa dan KTP yang diberi kuasa apabila penyampaian dan/atau pengambilan dokumen dikuasakan;
  7. brosur, price list dan PPJB dalam hal pengalihan tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh pengembang; dan
  8. surat pernyataan tidak wajib menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal penyetoran Pajak Penghasilan tanpa menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Semua persyaratan itu tidak diperlukan lagi karena PER-21/PJ/2019 mengatur bahwa permohonan validasi PPHTB bisa dilakukan hanya dengan mengisi formulir permohonan yang telah diperbarui dilampirkan daftar pembayaran PPh. Ringkas sekali dan sangat mempermudah.

Pada peraturan lama sarana pengajuan permohonan validasi PPHTB secara elektronik sudah diperbolehkan apabila sistem informasi telah tersedia. Namun karena platform yang dimaksud belum ada, hal tersebut belum bisa diterapkan. Kali ini e-PHTB telah dihadirkan sehingga permohonan bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun. Kita dapat mengakses e-PHTB dari akun DJP Online kita di https://pajak.go.id. Apabila belum ditampilkan pilihan menunya, bisa kita atur dulu pada bagian profil dan ceklist pilihan e-PHTB. Oh ya, akun yang digunakan untuk mengajukan permohonan adalah dari pihak yang mengalihkan hak ya, tidak bisa menggunakan akun orang lain. Apabila belum memiliki NPWP tentu saja tidak memiliki akun DJP online dan tidak bisa mengajukan secara elektronik. Sebagai info tambahan, untuk validasi PPHTB yang dilakukan pembayaran PPh lebih dari sepuluh pembayaran belum bisa diajukan melalui e-PHTB. Pembayaran dari hasil pemindahbukuan juga belum bisa.

E-PHTB sangat mempermudah kita dalam melakukan validasi PPHTB. Kita tidak perlu repot ke kantor pajak untuk mengajukannya karena kita bisa melakukannya sendiri dari rumah. Hanya perlu koneksi internet saja, kapan pun dan di mana pun. Dengan mengisi beberapa data yang diminta pada e-PHTB, hasilnya akan langsung keluar. Dibandingkan dengan permohonan manual ke kantor pajak yang memakan waktu setidaknya tiga hari kerja, validasi elektronik sangat menghemat waktu bukan? Kita juga sangat menghemat kertas lantaran persyaratannya dipermudah dan mengesampingkan dokumen-dokumen tebal yang perlu difotokopi.

Masih berpikir bahwa di tengah pandemi ini kegiatan validasi PPHTB menjadi sangat terbatas? Apakah layanan tatap muka kantor pajak yang belum kembali menyediakan layanan validasi PPHTB sangat membatasi kita juga? Hmm… coba berpikir ulang. Justru inilah saatnya kita beralih pada layanan elektronik yang tidak membatasi ruang dan waktu kita. Saatnya mendigitalisasi kegiatan kita dan merasakan betapa mudahnya validasi PPHTB menggunakan e-PHTB.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.