Oleh: Fahmi Setyo Baskoro, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Dunia tengah berakselerasi dalam sebuah lintasan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Revolusi Industri 4.0, yang ditandai dengan kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), dan ekonomi berbasis data, telah melahirkan sebuah era baru: era disrupsi digital. Batas-batas negara menjadi semakin kabur, model bisnis konvensional tertantang, dan arus modal serta layanan digital mengalir deras melintasi yurisdiksi tanpa bentuk fisik.

Di tengah pusaran perubahan ini, sebuah pertanyaan fundamental muncul: bagaimana sebuah negara dapat mempertahankan kedaulatan dan stabilitas ekonominya? Jawabannya terletak pada kemampuan kita untuk memperkokoh kembali fondasi negara, yaitu benteng fiskal yang kini harus bertransformasi menjadi perisai adaptif bagi ekonomi digital.

Erosi Senyap di Fondasi Fiskal

Tantangan fiskal yang dihadirkan oleh disrupsi digital bukanlah isapan jempol. Transaksi tanpa batas (borderless transactions) pada layanan streaming, perangkat lunak, hingga iklan digital membuat konsep "kehadiran fisik" yang menjadi acuan pemajakan selama puluhan tahun menjadi usang.

Raksasa teknologi global mampu meraup keuntungan masif dari pasar Indonesia tanpa perlu mendirikan kantor representatif yang signifikan. Hal ini menciptakan medan permainan yang tidak setara, sekaligus berpotensi menggerus basis pajak nasional secara perlahan namun pasti. Jika benteng fiskal kita tidak diperkuat dengan pilar-pilar baru, fondasi pendanaan untuk pembangunan dan layanan publik dapat terancam.

Menempa Perisai yang Adaptif

Menjawab tantangan ini, negara tidak tinggal diam. Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak, telah mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan bahwa kedaulatan fiskal tetap tegak di ranah digital. Salah satu instrumen yang menjadi perisai utama adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Kebijakan ini merupakan manifestasi dari prinsip keadilan, di mana perusahaan digital luar negeri yang menikmati manfaat ekonomi dari pasar Indonesia turut serta memikul tanggung jawab perpajakannya, sama seperti pelaku usaha konvensional di dalam negeri. Ini bukan sekadar upaya mengumpulkan penerimaan, melainkan sebuah pernyataan bahwa setiap nilai tambah ekonomi yang lahir dari bumi pertiwi, baik di dunia nyata maupun maya, harus memberikan kontribusi kembali kepada negara.

Menciptakan Siklus Pembangunan Digital

Lebih dari itu, pajak di era digital berfungsi sebagai perisai yang melindungi sekaligus menumbuhkan. Penerimaan yang terkumpul dari PPN PMSE dan instrumen pajak digital lainnya menjadi bahan bakar untuk membangun infrastruktur digital yang lebih merata, meningkatkan literasi digital masyarakat, dan memperkuat keamanan siber nasional.

Terciptalah sebuah siklus positif: pajak dari ekonomi digital digunakan untuk memperkuat ekosistem digital itu sendiri, memastikan Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga menjadi pemain yang tangguh dan berdaya saing. Pajak menjadi mekanisme untuk mengubah keuntungan korporasi digital global menjadi kemaslahatan kolektif bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kolaborasi Global untuk Kedaulatan Nasional

Pada akhirnya, perjuangan menegakkan kedaulatan fiskal di era digital bukanlah pertarungan yang bisa dimenangkan sendiri. Indonesia secara aktif terlibat dalam forum global, seperti Group of Twenty (G20) dan Organization of Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mendorong konsensus perpajakan internasional yang lebih adil, salah satunya melalui inisiatif Two-Pillar Solution. Langkah ini menunjukkan bahwa sembari memperkuat perisai domestik, kita juga ikut serta membangun arsitektur pajak global yang mampu menjawab tantangan zaman.

Era disrupsi adalah keniscayaan. Namun, masa depan ekonomi bangsa adalah pilihan. Dengan terus beradaptasi, berinovasi, dan memperkuat instrumen perpajakan sebagai perisai ekonomi digital, kita sedang membangun sebuah benteng fiskal yang bukan hanya kokoh, melainkan juga cerdas dan dinamis. Ini adalah wujud gotong royong modern, di mana setiap transaksi digital menjadi bagian dari upaya kolektif menjaga kedaulatan, melindungi ekonomi nasional, dan mewujudkan slogan “Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh”.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.