Agar Semakin Paham Ihwal Pajak UMKM

Oleh: Ana Farida Sahara, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mulai dikenal sejak 2013 sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan dari Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu ( selanjutnya disebut PP-46). Nah, sebenarnya, term UMKM dalam PP-46, juga tidak disebut secara eksplisit. PP-46 hanya menggunakan istilah "Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu" --dalam hal ini tidak melebihi 4,8 miliar rupiah. Pajak UMKM merupakan sebutan Pajak Penghasilan (PPh) dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak (WP) yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dengan tarif 1% (PP-46), yang kemudian diturunkan menjadi 0,5% (PP 23 Tahun 2018, selanjutnya disebut PP-23) dihitung dari omset serta bersifat final.
Kendati sudah berlaku lebih dari lima tahun, ternyata masih ada hal yang perlu dijernihkan terkait PPh UMKM ini. Dalam keseharian, saya masih banyak bertemu WP yang ternyata kurang tepat memahami PPh UMKM ini, sehingga harus melakukan pembetulan-pembetulan terkait kewajiban perpajakannya. Misalnya saja, mereka akhirnya melakukan Pemindahbukuan pembayaran yang tentunya pada gilirannya sedikit merepotkan WP itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diluruskan, yang sering saya temui di lapangan.
Tidak Selamanya
Pertama, tarif UMKM sebenarnya tidak berlaku seterysnya. WP mengira tarif UMKM dapat digunakan oleh mereka selamanya, sepanjang omsetnya masih di bawah Rp4,8 miliar dalam satu tahun. Padahal, ada batasan waktu untuk masing-masing WP dapat menggunakan tarif PPh UMKM ini.
Batasan ini sudah ada sejak berlakunya PP-23, yaitu:
- 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
- 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan
- 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Lantas, masih kerap ditemui bahwa PT Perseorangan mengikuti batas waktu penggunaan tarif PPh UMKM Orang Pribadi. Dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, disebutkan bahwa batas waktu berlakunya tarif UMKM untuk adalah :
- 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
- 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang; dan
- 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Sehingga untuk PT Perseorangan, batasan waktu penggunaan tarif PPh UMKM ini adalah empat tahun, bukan tujuh tahun.
Batasan ini dihitung sejak tahun pajak 2018 bagi WP yang terdaftar sebelum atau pada tahun 2018, atau sejak terdaftar bagi wajib pajak yang terdaftar setelah tahun 2018. Dan yang perlu diingat, bahwa tarif PPh UMKM ini hanya untuk yang memiliki omset di bawah Rp4,8 miliar. Oleh karena itu, apabila di tahun tersebut omsetnya sudah melebihi Rp4,8 miliar, di tahun berikutnya WP sudah tidak dapat lagi menggunakan tarif PPh UMKM meskipun belum melewati batas waktu yang diperkenankan.
Tidak Semua Penghasilan
Kedua, jenis penghasilan yang dihitung PPh-nya dengan tarif PPh UMKM. Di lapangan, banyak ditemukan seseorang atau sebuah perusahaan dengan berbagai macam bidang usaha. Karena merasa termasuk golongan Wajib Pajak UMKM, semua penghasilannya dihitung pajaknya menggunakan tarif UMKM. Padahal, menurut ketentuan yang berlaku tidak seperti itu. Ada penghasilan-penghasilan yang tidak diperbolehkan dikenakan PPh dengan tarif PPh UMKM tersebut, di antaranya:
- penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
- penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;
- penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri;
- penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak;
Jadi, meskipun WP tersebut masuk ke dalam kriteria UMKM, dia memiliki usaha lain dengan kriteria penghasilan sebagaimana disebutkan di atas, maka atas penghasilan-penghasilan lainnya ini tidak dapat diikutsertakan dikenakan tarif PPh UMKM. Penghasilan yang dikecualikan itu dikenakan PPh dengan ketentuan sesuai kriteria masing-masing penghasilan tersebut. Misalnya, dari pekerjaan bebas dikenakan tarif umum baik itu dengan pembukuan ataupun penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Tidak Semua Wajib Pajak
Ketiga, WP mengira bahwa tarif PPh UMKM dapat digunakan oleh seluruh WP yang baru terdaftar. Faktanya, ada beberapa kriteria WP yang tidak dapat menggunakan tarif PPh UMKM ini meskipun masih baru terdaftar atau omsetnya masih kurang dari Rp4,8 miliar.
WP yang tidak dapat menggunakan tarif PPh UMKM ini antara lain:
- Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan;
- Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
- Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan atau Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya; dan
- Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.
Jadi, WP dengan kriteria sebagaimana di atas, tidak dapat menggunakan tarif PPh UMKM apapun kondisinya.
Tidak Semua Mendapat Batasan Rp500 juta
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terdapat batasan Rp500 juta untuk PPh dari Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yaitu Wajib Pajak UMKM. Namun, batasan ini --istilah yang lebih populer Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP-- hanya diperuntukkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi. Mulai Tahun Pajak 2022, Wajib Pajak UMKM Orang Pribadi mendapatkan hak menggunakan "PTKP" Rp500 juta dari peredaran bruto untuk tidak dikenakan pajak. Artinya apabila dalam satu tahun pajak omset Wajib Pajak tersebut tidak mencapai Rp500 juta, maka tidak ada pajak yang harus dibayar.
Banyak anggapan bahwa batasan omset Rp500 juta ini berlaku untuk semua Wajib Pajak UMKM. Sebenarnya, batasan 500 juta hanya untuk Wajib Pajak Orang Pribadi saja. Untuk WP Badan yang berhak menggunakan tarif UMKM, tidak berlaku batasan "PTKP" itu tadi. Berapapun jumlah omsetnya, Wajib Pajak UMKM Badan tetap harus menyetorkan PPh Final UMKM sebesar 0,5%.
Semoga tulisan kali ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami PPh UMKM. Hal ini untuk mengurangi kesalahan sehingga WP melakukan pembetulan-pembetulan pelaksanaan kewajiban perpajakannya. Karena lebih memahami, akan lebih praktis, bukan?
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 540 kali dilihat