AADC: Ada Apa dengan Catur?

Catur, siapa tidak kenal permainan ini. Jenis permainan yang mengandalkan pikiran dan strategi oleh dua orang pemain. Catur merupakan salah satu permainan tertua di dunia dan potongan permainan ini ditemukan di Rusia, Cina, India, Asia Tengah, dan Pakistan. Umumnya, catur dibuat berwarna hitam dan putih serta dilengkapi bidak-bidak yang terdiri dari raja, menteri, peluncur, kuda, benteng, dan pion. Pemain akan dinyatakan menang tatkala dapat membuat raja lawan mati langkah (check mate).
Dewasa ini, dunia media sosial dihebohkan oleh polemik antara Dadang Subur alias Dewa Kipas dan pemilik akun GothamChess, Levy Rozman, dalam permainan catur di Chess.com pada 2 Maret 2021. Hal tersebut didasari unggahan anak Dadang melalui akun Facebook pribadinya. Ia menceritakan bahwa akun Dadang diblokir usai mengalahkan Levy Rozman, pemilik akun GothamChess. Levy meyakini bahwa pemilik akun Dewa Kipas melakukan kecurangan saat mengalahkannya. Seorang grandmaster wanita catur asal Indonesia, Irene Sukandar, turut mengomentari perkara ini dan memberikan surat terbuka kepada salah seorang youtuber Deddy Corbuzier, untuk meluruskan polemik ini.
Pertanyaannya, apakah benar Dadang Subur (Dewa Kipas) melakukan kecurangan?
Mengakhiri polemik itu, Deddy berniat mempertemukan Irene dan Dadang pada sebuah pertandingan persahabatan catur. Tak tanggung-tanggung, ia berjanji akan menyodorkan total hadiah ratusan juta rupiah bagi keduanya. Menarik untuk mengetahui apakah hadiah itu dikenakan pajak serta bagaimana perlakuan perpajakan atas penghasilan pemain catur?
Objek Pajak Penghasilan
Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pemain catur sendiri termasuk kedalam olahragawan. Olahragawan dalam arti luas yaitu orang yang suka berolahraga sedangkan dalam arti sempit merupakan orang yang mengikuti pelatihan secara teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai prestasi.
Masih di dalam beleid yang sama tepatnya pasal 86 menjabarkan bahwa setiap pelaku olahraga, organisasi olahraga, lembaga pemerintah/swasta, dan perseorangan yang berprestasi dan/atau berjasa dalam memajukan olahraga diberi penghargaan. Penghargaan tersebut diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, organisasi olahraga, organisasi lain, dan/atau perseorangan.
Penghargaan dapat berbentuk pemberian kemudahan, beasiswa, asuransi, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, kewarganegaraan, warga kehormatan, jaminan hari tua, kesejahteraan, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat bagi penerima penghargaan. Menilik hal tersebut serta ditinjau dari sisi perpajakan, atas penghargaan yang diterima oleh olahragawan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu penghasilan dari pekerjaan bebas dan penghasilan berupa natura/kenikmatan.
DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. Kendatipun memiliki penghasilan sampai dengan Rp 4,8 miliar setahun, Pekerjaan bebas dilarang untuk menghitung pajak penghasilannya dengan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Namun olahragawan diizinkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dan cukup menyelenggarakan pencatatan.
Adapun menurut lampiran peraturan direktur jenderal pajak nomor PER-17/PJ/2015 yang mengatur klasifikasi lapangan usaha untuk olahragawan (93192) bahwa untuk ibu kota provinsi dikenakan tarif 35%, ibu kota provinsi lainnya 32,5%, dan untuk daerah lainnya 31,5%. Olahragawan yang melakukan pencatatan dapat menghitung peredaran nettonya dengan cara mengalikan norma penghitungan penghasilan neto dengan penghasilan bruto.
Peserta Kegiatan
Dalam penghitungan PPh Pasal 21, Penghasilan yang diterima oleh pemain catur dalam mengikuti suatu ajang/kompetisi olahraga dapat dikategorikan sebagai penghasilan sehubungan dengan peserta kegiatan.
Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
Pemain catur dapat menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk peserta kegiatan dengan cara mengalikan tarif pasal 17 dengan penghasilan bruto. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 17 merupakan pasal yang secara terperinci mengatur tarif pajak yang dibebankan kepada wajib pajak, baik wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan.
Ketentuan tarif ini terhadap wajib pajak bersifat progresif yang artinya tarif pungutan pajak yang mana persentase akan naik sebanding dengan dasar pengenaan pajak. Apabila wajib pajak memiliki penghasilan kena pajak sampai dengan 50 juta rupiah maka akan dikenakan tarif 5%, adapun penghasilan 50 juta rupiah sampai dengan 250 juta rupiah akan dikenakan tarif 15%, penghasilan kena pajak yang menyentuh 250 juta rupiah sampai dengan 500 juta rupiah akan dikenakan 25%, dan terakhir untuk penghasilan kena pajak lebih dari 500 juta rupiah akan kena tarif 30%.
Contohnya:
PT Dua Satu menyelenggarakan pertandingan catur persahabatan dengan total hadiah Rp1.150.000.000. Pertandingan itu melibatkan Irene Sunandar dan Dadang Zubur yang masing-masing mendapatkan hadiah Rp575.000.000. Maka untuk menghitung besaran PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut.
PPh Pasal 21:
5% X Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00
15% X Rp200.000.000,00 = Rp30.000.000,00
25% X Rp250.000.000,00 = Rp62.500.000,00
30% X Rp75.000.000,00 = Rp22.500.000,00
Total PPh Terutang = Rp117.500.000,00
Sehingga PPh yang terutang untuk masing-masing individu adalah Rp. 117.500.000,00
Sedangkan penghasilan berupa natura atau kenikmatan merupakan pemberian barang atau kenikmatan dan bukan dalam bentuk uang. Penghasilan yang diterima oleh pemain catur dalam bentuk natura/kenikmatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh wajib pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) maka harus dipotong PPh Pasal 21/26.
Semisal Irene atau Dadang mendapatkan hadiah mobil atas pertandingan tadi dengan harga pasar Rp575.000.000,00. PT Dua Satu sebagai pihak penyelenggara bukan wajib pajak yang termasuk dalam kategori wajib pajak PP 23 Tahun 2018 sehingga tidak termasuk wajib pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final. Oleh karena itu, atas mobil tersebut, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah nihil.
Contoh kasus dan perhitungan
Ojik adalah salah satu atlet catur yang berasal dari Jakarta. Berdasarkan catatan tahun 2020, dia menjuarai berbagai ajang kompetisi catur dan memperoleh hadiah sebagai berikut:
1. Djakarta Virtual Open dengan hadiah Rp300.000.000,00
2. Pekan Olahraga Nesyenel Rp150.000.000,00
3. Gubernur DKI Open Series Rp120.000.000,00
4. Bali Internesyenel Challenge 2020 Rp250.000.000,00
Sehingga Ojik mendapatkan total hadiah dari kompetisi catur selama tahun 2020 adalah Rp820.000.000,00
Selain itu juga Ojik mendapatkan hadiah mobil dari turnamen Kuda Liar series yang pemberi hadiahnya bukan termasuk Perusahaan yang dikenai PPh Final atau Deemed Profit. Ojik berstatus sudah menikah dan tidak memiliki tanggungan. Bukti Potong yang diperoleh dari pemberi hadiah adalah sebagai berikut:
1. Djakarta Virtual Open dipotong PPh Pasal 21 sebesar Rp45.000.000,00
2. Pekan Olahraga Nesyenel dipotong sebesar Rp17.500.000,00
3. Gubernur DKI Open Series dipotong sebesar Rp13.000.000,00
4. Bali Internesyenel Challenge 2020 dipotong sebesar Rp32.500.000,00
Maka, Ojik akan dipotong PPh Pasal 21 sebesar Rp108.000.000,00
Penghitungan untuk penghitungan SPT Tahunan PPh-nya adalah:
Penghasilan Neto dari usaha dan atau pekerjaan bebas:
35% x Rp820.000.000,00 = Rp287.000.000,00
1. Penghasilan Netto dari usaha atau pekerjaan bebas Rp287.000.000,00
2. Penghasilan Netto sehubungan dengan pekerjaan Rp0,00
3. Penghasilan Netto dalam negeri lainnya Rp0,00
4. Penghasilan Netto Luar Negeri Rp0,00
5. Jumlah Penghasilan Netto (1+2+3+4) Rp287.000.000,00
6. Zakat/Sumbangan Keagamaan yang bersifat wajib Rp0,00,-
7. Jumlah Penghasilan Netto setelah Pengurangan
Zakat/Sumbangan Keagamaan yang bersifat wajib (5-6) Rp287.000.000,00-
8. Kompensasi Kerugian Rp0,00
9. Jumlah Penghasilan Netto setelah Kompensasi Kerugian Rp287.000.000,00
10. Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/0) (Rp58.500.000,00)
11. Penghasilan Kena Pajak Rp228.500.000,00
12. PPh Terutang Rp29.275.000,00
13. Pengembalian/Pengurangan PPh Pasal 24
yang telah dikreditkan Rp. 0,00
14. Jumlah PPh Terutang (12-13) Rp. 29.275.000,00
15. PPh yang dipotong/dipungut pihak lain (Rp. 108.000.000,00)
16. Jumlah PPh dibayar sendiri/(Lebih dipotong/dipungut) (Rp. 78.725.000,00)
Menjadi Profesional? Mengapa Tidak?
Terlepas dari ingar bingar saat ini, olahraga catur sudah mempunyai dunia sendiri. Layaknya olahraga lainnya, para pemain catur profesional dapat meraih penghasilan dengan nominal yang fantastis utamanya lewat hadiah dari berbagai turnamen yang mereka ikuti.
Catur menjadi tren di berbagai media sosial, informasi tentang olahraga ini bertebaran mulai dari masalah teknis hingga urusan kantong seorang profesional catur. Tak percaya? Tengok saja ucapan dari Grandmaster catur nomor satu di Indonesia, Susanto Megaranto yang mengatakan penghasilan tertinggi yang pernah diperolehnya dari catur ialah saat ia berhasil memenangkan lima medali emas dan berhak mendapat hadiah hingga miliaran rupiah.
Hal itu diharapkan dapat menjadi pelecut bagi generasi muda Indonesia untuk menjadikan catur sebagai opsi profesional. Dan ketika sudah menjadi warga negara yang memiliki penghasilan, tentu harus tahu bagaimana cara menghitung, memperhitungkan, dan membayarkan pajak atas penghasilan yang kita peroleh karena pajak kita untuk kita.
*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 77 kali dilihat