Oleh: Muhammad Rifqi Saifudin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyediakan kalkulator yang dapat menghitung berbagai jenis pajak. Wajib pajak dapat menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15, 21, 22, 23, 4 ayat (2), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPN Barang Mewah (PPnBM), sampai PPh Badan. Kalkulator ini dapat diakses wajib pajak melalui laman landas (landing page) https://kalkulator.pajak.go.id. 

Wajib pajak sangat antusias dengan hadirnya kemudahan ini sampai timbul dua pertanyaan berikut di akun media sosial DJP.
“Min, sudah dicoba juga dan bagus tapi hanya untuk wajib pajak orang pribadi. Kalau untuk wajib pajak perusahaan dengan jumlah karyawan lebih dari 1.000 gimana?”
“Bisa impor data tidak, Min? Karena ada ribuan karyawan.”

Apa jawaban dari kedua pertanyaan tersebut?

Alasan Hadirnya Kalkulator Pajak

Untuk membantu implementasi pemotongan PPh pasal 21 dengan menggunakan tarif efektif, DJP telah menyiapkan kalkulator untuk menghitung PPh Pasal 21 yang terutang atas wajib pajak penerima penghasilan, yang dapat diakses melalui pajak.go.id. Ini adalah kutipan kata pengantar dari buku elektronik “Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26” terbitan DJP.

Unduh juga:
Buku Elektronik Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26
Buku Elektronik Petunjuk Penggunaan Aplikasi e-Bupot 21/26 

Baca juga:
Kalkulator Pajak yang Dinanti

Kata pengantar tersebut mengartikan kehadiran kalkulator pajak sebagai bantuan untuk wajib pajak dalam implementasi tarif efektif rata-rata (TER) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023). Dalam perkembangannya, kalkulator pajak juga menghadirkan fitur hitung PPh lain termasuk PPN dan PPnBM.

Pada media sosialnya, DJP menyebutkan bahwa kalkulator pajak dapat melakukan simulasi penghitungan berbagai macam pajak. Kata kuncinya adalah simulasi, arti kata ini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya. Meragakan sesuatu, tiruan, mirip dengan keadaan sebenarnya. 

Berdasarkan kata pengantar dan keterangan di media sosial, dapat disimpulkan fungsi sebenarnya kalkulator pajak adalah membantu wajib pajak menghitung pajak tertentu. Misalnya, karyawan yang bingung mendapati kata lebih bayar di e-filing padahal mengisi sesuai bukti potong (bupot) dapat memanfaatkan kalkulator pajak untuk memastikan hitungan bupot benar.

Kalkulator pajak juga dapat dipakai bagian keuangan perusahaan untuk memperkiraan PPh Pasal 23 yang dipotong terhadap transaksi jasa. Selain itu, unsur-unsur yang tampil pada kalkulator pajak dapat dijadikan sebagai ajang edukasi mengenai penghitungan pajak yang baik dan benar. Jadi, apa jawaban dari dua pertanyaan di awal tadi?

e-Bupot Unifikasi dan e-Bupot 21/26

Ya, inilah jawabannya. Kalkulator pajak hanya digunakan untuk simulasi penghitungan, bukan alat utama urusan perpajakan. DJP sudah menyediakan aplikasi bernama e-Bupot Unifikasi dan e-Bupot 21/26 terkait administrasi PPh. e-Bupot Unifikasi digunakan untuk membuat bukti pemotongan (bupot) PPh Pasal 15, 22, 23, 26 dan 4 ayat (2) sedangkan PPh Pasal 21 dan 26 menggunakan e-Bupot 21/26.

e-Bupot merupakan sistem pembuatan bupot secara elektronik. Aplikasi ini juga digunakan sebagai sarana pelaporan SPT Masa PPh. Saat ini wajib pajak tinggal menginput data pada e-Bupot dan memilih jenis transaksi maka akan muncul pajak yang harus dibayar. Familiar dengan caranya? Tentu saja, karena ini sama dengan cara menggunakan kalkulator pajak. Metode ini pada e-Bupot disebut dengan key in, yaitu memasukkan data transaksi satu per satu.

Wajib pajak yang memiliki banyak transaksi atau pegawai, dapat menggunakan skema impor data. DJP sudah menyediakan template impor berbentuk MS Excel yang dapat diunduh wajib pajak. Melalui mekanisme ini, wajib pajak tinggal memasukkan data pada MS Excel lalu diunggah pada aplikasi e-Bupot tanpa perlu key in satu per satu.

Mekanisme ini ada pada aplikasi e-Bupot Unifikasi dan e-Bupot 21/26 namun tidak ada pada kalkulator pajak. Sekali lagi, hal tersebut karena kalkulator pajak disediakan untuk simulasi penghitungan sedangkan penghitungan sebenarnya dilakukan melalui e-Bupot Unifikasi dan e-Bupot 21/26.

Pada e-Bupot, setelah wajib pajak memasukkan data transaksi maka akan terbit bupot. Inilah bukti resmi pemotongan pajak. Setelah satu masa pajak berlalu, wajib pajak dapat melaporkan SPT Masa PPh melalui e-Bupot.

e-Bupot Unifikasi dan e-Bupot 21/26 adalah aplikasi untuk PPh, sedangkan untuk PPN dan PPnBM menggunakan e-Faktur. Lalu untuk PPh Badan dapat menggunakan e-Form yang tersedia saat pelaporan SPT Tahunan.

Kalkulator pajak adalah kemudahan yang disediakan oleh DJP untuk simulasi penghitungan pajak. Ia berguna untuk konfirmasi penghitungan pajak atau edukasi perpajakan yang berkaitan dengan hitungan. Akan tetapi, jangan menggunakan kalkulator pajak untuk menghitung pajak yang sebenarnya. Penghitungan pajak untuk administrasi perpajakan dapat memanfaatkan e-Bupot Unifikasi, e-Bupot 21/26, e-Faktur, e-Filing, dan e-Form, sesuai dengan peruntukannya masing-masing.  

Jadi, jangan (hanya) menghitung pajak di kalkulator pajak. Situs pajak.go.id telah menyediakan fitur administrasi perpajakan lain yang sesuai dengan kebutuhan wajib pajak.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.