Oleh: Dewi Setya Swaranurani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Dua tahun yang lalu, aku sempat bekerja menjadi petugas pajak di sebuah Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di ujung utara Indonesia. Kantor ini memiliki wilayah kerja yang paling luas di Kalimantan Utara, yakni 38.973,56 km persegi dan jumlah penduduk sebanyak 85.316 jiwa pada tahun 2022.

Bumi Intimung atau biasa disebut dengan Kabupaten Malinau, sebagian besar wilayah hutannya berbatasan dengan negara bagian Serawak, Malaysia. Dengan wilayah yang sangat luas tersebut, kabupaten ini tergolong minim jumlah penduduknya. Saking luasnya, kabupaten yang memiliki 15 kecamatan dan 109 desa ini terkadang harus menempuh perjalanan udara menggunakan pesawat Aerei da Transporto Regionale (ATR) seperti Wings Air atau pesawat perintis seperti Susi Air yang hanya tersedia satu bulan sekali dengan harga yang relatif mahal.

Sebagai contoh, untuk menempuh Desa Data Dian, Kecamatan Kayan Hilir, kami harus melakukan perjalanan menggunakan pesawat dulu dari Bandar Udara Malinau Robert Atty Bessing yang terletak di Kecamatan Malinau Kota. Padahal, Malinau Kota sendiri sudah tergolong jauh dari Kota Tarakan yang merupakan tempat kedudukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanjung Redeb, Unit Eselon III yang membawahkan KP2KP Malinau --KP2KP merupakan Unit Eselon IV. Untuk menjangkau Kabupaten Malinau, kita harus menempuh perjalanan selama tiga jam menggunakan speed boat dari Kota Tarakan.

Dengan akses yang lumayan sulit, tak jarang sebagai petugas pajak di kantor tersebut, kami menerima wajib pajak yang berasal dari jauh. Biasanya, wajib pajak yang berbondong-bodong datang adalah wajib pajak Bendahara Instansi Pemerintah. Mereka akan melakukan konsultasi terkait aplikasi, pembuatan kode billing pajak, hingga cara perhitungan pajak. Salah satu kalimat wajib pajak yang pernah kudengar saat itu adalah, “Mbak, saya boleh minta aplikasi untuk hitung pajak nggak?”

“Maaf Pak, untuk saat ini belum ada aplikasinya, supaya mudah pakai Microsoft Excel saja Pak. Nanti masukan rumusnya di situ,” jawabku.

Wajib pajak tersebut tersenyum. “Kalau gitu, buatin boleh ya Mbak?”

Sejak saat itu, aku dan teman-temanku membuat file Microsoft Excel yang berisi rumus-rumus tarif pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh) 22, PPh 23, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan lainnya. Sepertinya terlihat simpel, namun hal ini cukup membantu wajib pajak. Apalagi sebagai Wajib Pajak Bendahara Instansi Pemerintah, banyak kode billing yang harus dibuat.

Saat itu, kantorku juga memfasilitasi dua komputer dan satu printer yang disediakan bagi wajib pajak yang mau membuat kode billing secara mandiri. Hal ini dikarenakan, beberapa wajib pajak tersebut tidak memiliki perangkat yang memadai. Tak banyak dari mereka juga bercerita bahwa desanya sulit mendapatkan sinyal internet. Hal tersebut dikarenakan sebagian wilayahnya masih dikelilingi hutan dan pegunungan. Tentu saja, apabila wajib pajak butuh bantuan kami siap melayani mereka. Di kantor ini, tak hanya pegawai tetap yang paham soal perpajakan—pegawai honorer pun sudah lumayan paham dan dapat mengajari wajib pajak apabila butuh bantuan. Pastinya karena wajib pajak ini banyak yang datang dari jauh, kami harus memberikan pelayanan prima yang baik dan melayani dengan sepenuh hati.

Baru-baru ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempublikasikan bahwa Kalkulator Pajak telah tersedia di laman https://pajak.go.id. Hal ini mengingatkanku pada cerita yang baru saja kujelaskan di atas, bahwa sebetulnya Kalkulator Pajak ini sangat dinanti oleh para wajib pajak. Terutama, bagi wajib pajak yang butuh membuat banyak kode billing, contohnya Wajib Pajak Bendahara Instansi Pemerintah yang meliputi Bendahara Pemerintah Pusat, Bendahara Pemerintah Daerah, hingga Bendahara Desa.

Unduh juga:
Buku Elektronik Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26

Pada pertengahan 2022 lalu, saat Kalkulator Pajak belum tersedia, para wajib pajak sempat mengeluh karena lupa bahwa saat itu tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per 1 April 2022 sudah berganti menjadi 11%.  “Saya lupa Mbak pakai file Microsoft Excel terbaru yang dibagikan di grup WhatsApp, jadi saya pakai file yang lama tarif 10%. Udah saya buat banyak pula kode billing-nya,” ucap seorang wajib pajak saat itu.

Kini, hal tersebut bisa dipastikan tak terjadi lagi apabila para wajib pajak menggunakan Kalkulator Pajak yang tersedia di pajak.go.id. Tentunya, tarif yang berlaku di sana akan otomatis ter-update. Untuk penggunaan kalkulator pajak pun cukup mudah, berikut caranya :

  1. Buka laman pajak.go.id ;
  2. Pilih ikon Kalkulator Pajak di sebelah kanan laman;
  3. Apabila ikon Kalkulator Pajak sudah diklik, akan diarahkan ke laman landas (landing page) https://kalkulator.pajak.go.id;
  4. Pilih jenis pajak yang akan dihitung, input jumlah penghasilan bruto beserta kolom item lainnya jika diperlukan (misal kolom Penghasilan Tidak Kena Pajak pada jenis pajak PPh Pasal 21), dan ... Kalkulator Pajak secara satset watwet akan menampilkan hasil penghitungannya.

Mudah bukan caranya? Terlebih lagi, saat ini Kalkulator Pajak sudah bisa digunakan tanpa log in akun DJP Online. Meskipun kelihatannya simpel, Kalkulator Pajak ini sangat berguna dan membantu wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya yaitu menghitung pajak. Dengan demikian, sistem self assessment yang memberi kepercayaan dan  tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung pajaknya sendiri akan lebih dipermudah dengan launching-nya Kalkulator Pajak ini.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.