Tax Treaty VS Kontrak Bisnis Internasional

Oleh: Kadek Rama Maheswara Putra, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tak dapat dihindari lagi bahwa saat ini negara Indonesia sangat tergantung dengan negara lain dalam melakukan bisnis di berbagai bidang. Pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa, lisensi atas hak kekayaan intelektual, dan kebutuhan lainnya sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas bisnis di Indonesia. Transaksi antarnegara pun menjadi suatu hal yang lumrah terjadi. Namun terkadang dalam melakukan transaksi dengan negara lain, pihak Indonesia akan menjadi pihak yang dirugikan. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah perusahaan Indonesia harus menanggung beban pajak yang padahal berdasarkan sumber hukum Internasional (dalam hal ini tax treaty) telah diatur pembagian hak pemajakan yang seharusnya.
Prinsip Dasar Kontrak Bisnis Internasional
1. Asas kebebasan berkontrak seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian mengenai hal apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
2. Asas pacta sunt servada maksudnya perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.
3. Asas konsensualisme yaitu perjanjian itu telah terjadi apabila ada konsensus antara pihak-pihak yang membuat perjanjian.
Contoh Pengaturan Kewajiban Perpajakan dalam Kontrak Bisnis Internasional
· XYZ Pte. Ltd sebuah perusahaan pemilik software yang berdomisili di Singapura;
· PT. ABC sebuah perusahaan yang berdomisili di Indonesia;
· Para pihak melakukan kontrak bisnis berupa penggunaan software;
· Ditemukan fakta bahwa XYZ Pte. Ltd tidak bersedia untuk dikenakan pajak dalam bentuk apapun dan membebankan seluruh kewajiban perpajakan yang timbul kepada PT ABC;
Adapun dalam Kontrak diatur sebagai berikut:
XI Taxes
PT ABC shall be solely responsible for the payment of any and all foreign, federal, state, and local sales, use, value-added, luxury, and other taxes, duties, and charges, if any, that may accrue in connection with this contract, including but not limited to, payment of any and all foreign, federal, state, and local sales, use, value added, luxury, and other taxes, duties, and charges.
XII. Choice of Law
1. This Contract, its interpretation, issues of validity or invalidity as well as consequences of its breach shall be governed by Singaporean law.
XIII. Jurisdiction
1. Any dispute, controversy or claim arising out of or in relation to this contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be decided by Singapore Court. The rights and obligations of the parties shall be governed by the substantive laws of the Singapore. The language to be used in proceedings shall be English.
Berdasarkan kontrak diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
· Para Pihak setuju untuk menentukan satu pihak yang akan bertanggungjawab atas setiap kewajiban perpajakan yang timbul yaitu PT. ABC.
· Dalam hukum perpajakan Indonesia, seharusnya PT ABC berkewajiban untuk melakukan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atau sesuai dengan tarif tax treaty yang berlaku.
· Oleh karena terdapat tax treaty Indonesia - Singapura maka ketentuan PPh Pasal 26 dikesampingkan, mengingat tax treaty adalah bentuk lex specialis dari Undang-undang Pajak Penghasilan.
· XYZ Pte. Ltd memberikan Form DGT 1 dan Certificate of Residence yang diterbitkan oleh Inland Revenue Authority Singapore (IRAS) kepada PT ABC sehingga XYZ Pte. Ltd dapat memanfaatkan benefit tax treaty Indonesia – Singapura yang telah berlaku.
· Dalam tax treaty Indonesia-Singapura, pihak Indonesia sebagai negara sumber penghasilan berhak untuk memajaki sebesar 15% atas transaksi penggunaan copyrights dari software yang dimiliki XYZ Pte. Ltd. karena transaksi tersebut dapat dikategorikan sebagai royalti (Pasal 12 Tax Treaty Indonesia-Singapura). Dengan kata lain, XYZ Pte. Ltd harus bersedia untuk dipotong penghasilannya karena memenuhi ketentuan pengertian royalti dalam tax treaty Indonesia-Singapura.
· Namun oleh karena dalam perjanjian disepakati bahwa PT ABC adalah pihak yang harus menanggung setiap beban pajak atas transaksi tersebut maka tidak ada pilihan lain PT ABC harus melakukan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan tax treaty Indonesia - Singapura dengan konsekuensi seakan-akan XYZ Pte. Ltd adalah pihak yang memenuhi kewajiban perpajakan tersebut.
Permasalahan
1. Jika terdapat perbedaan pengaturan dalam tax treaty dan kontrak bisnis internasional, ketentuan yang manakah yang akan berlaku?
Analisis Permasalahan
· Asas pacta sunt servada adalah sebuah asas dalam kontrak bisnis internasional yang menegaskan bahwa perjanjian yang disepakati akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Mempertimbangkan para pihak telah sepakat maka para pihak wajib memenuhi segala hak dan kewajiban yang timbul dengan itikad baik (good faith)
· Sesuai dengan adagium promissorum implendorum obligati bahwa seseorang yang mengikatkan diri pada sebuah janji mutlak untuk memenuhi janji tersebut. Meskipun dalam tax treaty telah mengatur pembagian hak pemajakan yang ada namun jika diatur lain bahwa pembayaran pajak harus dilakukan oleh salah satu pihak maka pihak yang berkewajiban tersebut wajib untuk melakukan pembayaran pajak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
· Satu adagium lain yang perlu diperhatikan yaitu pacta tertiis nec nocent nec prosunt artinya hanyalah para pihak perjanjian yang terikat oleh suatu perjanjian dengan kata lain beda pihak dalam kontrak maka akan mungkin beda pihak yang akan melakukan pembayaran pajak. Jadi meskipun sebuah kontrak itu mengikat tetapi mengikat sebatas kepada para pihak yang sepakat dalam kontrak tersebut.
· Jika terdapat perbedaan pada apa yang diatur dalam kontrak dan tax treaty, kembali mengacu pada asas kontrak internasional yaitu asas kebebasan berkontrak.
· Dapat terlihat jelas bahwa para pihak sepakat untuk menentukan salah satu pihak memenuhi kewajiban perpajakan maka itu harus dijalani, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Intinya setiap unsur pembayaran yang menimbulkan pajak akan menjadi tanggungan pihak yang ditunjuk meskipun berdasarkan tax treaty pembagian hak pemajakan telah diatur. Ketika pemenuhan kewajiban perpajakan terpenuhi meskipun yang membayar adalah PT ABC maka sesungguhnya XYZ Pte Ltd. adalah pihak yang memenuhi kewajiban perpajakan (seolah-olah bersedia untuk dilakukan pemotongan penghasilan).
· Akan menjadi permasalahan jika para pihak sepakat untuk mengabaikan kewajiban perpajakan yang timbul maka hal itu dapat menjadi dasar bahwa perjanjian bertentangan dengan undang-undang/aturan yang berlaku dan perjanjian dapat dikatakan tidak sah.
· Pada situasi dalam kontrak tidak diatur sama sekali atau diatur bahwa setiap kewajiban perpajakan yang muncul akan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, maka sudah dapat dipastikan tax treaty berlaku dalam menentukan pembagian hak pemajakan.
· Terkait dengan XYZ Pte. Ltd yang berpikir bahwa dengan menyerahkan Form DGT 1 dan/atau Certificate of Residence maka mereka tidak akan dikenakan pajak sama sekali di negara sumber penghasilan (dalam hal ini Indonesia) adalah suatu bentuk kesalahpahaman. Tentu hal ini merupakan pengertian yang salah dalam memahami maksud dan tujuan dari tax treaty yaitu pembagian hak pemajakan. Jika mengacu pada kasus diatas yang merupakan transaksi pembayaran royalti, maka negara sumber (Indonesia) berhak memajaki dengan persentase terbatas berdasarkan Article 12 tax treaty Indonesia – Singapura atau dengan kata lain XYZ Pte. Ltd tidak berhak menggunakan pasal Business Profit yang akan memenuhi kewajiban perpajakan di negara domisilinya saja (dalam hal ini Singapura) kemudian mengabaikan kewajiban perpajakan dari negara sumber penghasilan.
Kesimpulan
Terkadang situasi dan kondisi menyebabkan pihak perusahaan Indonesia yang harus memenuhi kewajiban perpajakan. Hal ini sebenarnya tidak ada masalah sama sekali jika memang para pihak sepakat akan hal itu dan siap akan segala konsekuensi yang ada. Kenyataan yang sering dihadapi adalah ketika Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) bermaksud melakukan pemotongan pajak, Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) tidak bersedia untuk dipotong lalu kemudian melapor kepada Fiskus Indonesia. Fiskus ketika membaca kontrak yang ada jelas membaca bahwa PT ABC yang wajib membayar seluruh kewajiban perpajakan yang timbul akibat kontrak tersebut. Oleh karena itu, agar kontrak tersebut tidak dikatakan sebagai bertentangan dengan undang-undang, pajak yang terutang sudah seharusnya untuk dibayar sesuai kontrak.
Saran
Sebaiknya dalam melakukan kesepakatan dalam membuat kontrak baik WPDN dan WPLN melakukan review yang mendetail. Karena jika kemudian hari masing-masing pihak berkeberatan dalam melaksanakan kewajiban yang timbul akibat kontrak tersebut tidak akan menjadi sengketa. Jika sengketa terjadi maka akan menimbulkan biaya yang harus dikeluarkan, apalagi dalam kasus diatas penyelesaian sengketa diadakan dihadapan pengadilan Singapura.
WPDN wajib untuk menjalankan kewajiban dalam hal menjadi pemotong/pemungut. Dalam kontrak telah ditentukan bahwa WPDN yang memenuhi kewajiban perpajakan jadi tidak ada pilihan lain harus dipatuhi. Apabila tidak ingin menjadi pihak yang dibebankan atas pajak seharusnya dalam proses negosiasi diatur sedemikian rupa bahwa kewajiban perpajakan yang timbul akibat adanya kontrak ini akan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku (dalam hal ini, tax treaty Indonesia-Singapura). (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
REFERENSI
Chen W, Goldstein G. The Asian Principles of Private International Law: objectives, contents, structure and selected topics on choice of law. Journal of Private International Law. 2017;13(2):411-434. doi:10.1080/17441048.2017.1355508.
Mrs. Cindawati. Prinsip Good Faith(Itikad Baik) Dalam Hukum Kontrak Bisnis Internasional. Mimbar Hukum, Vol 26, Iss 2, Pp 181-193 (2014). 2014;(2):181. https://e-resources.perpusnas.go.id:2057/login?url=https://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=edsdoj&AN=edsdoj.3731a50da6404052a44ed96247a19d61&site=eds-live. Diakses 16 Desember, 2018.
Zaeni Asyhadie, Arief Rahman. 2017. Pengantar Ilmu Hukum. Ed-2. Cet. 4. Depok: Rajawali Pers.
- 3443 views