Jakarta, 28 Juni 2024 –Alco Regional Jakarta adakan press conference pada hari Jumat, 28 Juni 2024 pada pukul 10.00-11.30. Press Confrence dilaksanakan melalui media daring yang diikuti oleh para pejabat di lingkungan pemerintah provinsi DKI Jakarta berserta pejabat instansi vertikal, para pejabat Forkopimda DKI Jakarta, para pejabat Kantor Wilayah Kementerian Keuangan di regional DKI Jakarta, perwakilan dari Bank Indonesia, BPS, OJK, para ahli dari pemda provinsi DKI Jakarta dan akademisi dari UI, UIN, UNJ, STAN dan STIS. Acara dipandu oleh Langgeng Suwito selaku moderator.

Kondisi perekonomian regional Jakarta bulan Mei 2024 sebagaimana disampaikan oleh Mei Ling, Kepala Kantor Wilayah DJPb DKI Jakarta menunjukkan optimisme yang semakin meningkat. Hal ini tercermin kenaikan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) pada level 135,0 naik 2,68% dan lebih tinggi dari IKE nasional 115,4. Optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian yang tercermin pada pada Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) terjaga pada level 154,8. Yang juga lebih tinggi dari IEK Nasional sebesar 136.

Kondisi inflasi di DKI Jakarta Melandai

Inflasi DKI Jakarta Mei 2024 sebesar 2,08% (yoy) turun 0,03 poin dari bulan April. Komoditas utama yang mempengaruhi inflasi (yoy) adalah beras. Hal lainnya adalah kenaikan kelompok makanan, minuman dan tembakau 1,00%.

Kinerja APBN Regional

Kinerja APBN Regional sampai dengan 31 Mei 2024 disampaikan sebagai berikut :

Pendapatan sebesar Rp713,95 T atau sebesar 45,16% dari target dengan realisasi belanja sebesar Rp657,15 T yaitu sebesar 32,05% dari pagu.

Realisasi Belanja K/L utamanya digunakan untuk:

  1. Belanja bantuan sosial untuk jaminan sosial dan perlindungan sosial dalam bentuk uang.
  2. Belanja barang untuk diserahkan ke Masyarakat/Pemda.
  3. Belanja pegawai (Tunjangan Khusus/Kegiatan/Kinerja).
  4. Belanja modal tanah, peralatan mesin, gedung dan bangunan.

 

Belanja Non K/L sebesar Rp436,07T atau 31,68% dari pagu, naik 12,32% (yoy) dengan kenaikan dominan dari kenaikan belanja barang.

Belanja TKD Rp4,66 T atau 23,49% dari pagu. Realisasi Belanja TKD utamanya digunakan untuk penyaluran DBH dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik.

Realisasi penerimaan perpajakan

Realisasi penerimaan perpajakan nasional di wilayah Jakarta disampaikan oleh Toto Hari Saputra Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I. Toto menyampaikan bahwa sampai dengan Mei 2024, Penerimaan Pajak mencapai Rp538,47 T (40,88% dari target). Penerimaan Pajak mengalami kontraksi sebesar 12,66% akibat penurunan di seluruh jenis pajak. PPh Non Migas ter-realisasi Rp311,08 T (42,95% dari target) dan mengalami penurunan sebesar 13,26% (yoy). Pada bulan Mei tahun 2024 ini, penerimaan PPh Non Migas mengalami kontraksi karena penerimaan PPh Pasal 25 Badan/corporate di wajib pajak prominent.

Pajak Pertambahan Nilai realisasi Rp196,85 T (39,35% dari target) mengalami penurunan 9,74% (yoy), sebagai dampak kenaikan restitusi dan penurunan PPN impor. PPh Migas berhasil merealisasikan Rp29,16 T (38,19% dari target) dan mengalami penurunan 20,64% (yoy). Penurunan karena adanya moderasi harga komoditas seperti batubara dan CPO. Sedangkan PBB dan Pajak Lainnya terealisasi Rp1,36 T (8,43% dari target).

Mayoritas jenis pajak utama masih tumbuh positif dengan pertumbuhan tertinggi pada PPh  Pasal 21 (27,59%), terutama pajak-pajak transaksional (non PPh Badan) yang masih melanjutkan tren positif menunjukkan semakin tangguhnya aktivitas perekonomian Jakarta.

Perpajakan DKI Jakarta tetap stabil ditopang oleh pajak transaksional sektor non komoditas menunjukkan underlying economic activity yang resilien.

Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai

M. Hilal Nur Sholihin dari Kantor Wilayah Kepabeanan dan Cukai Jakarta menyatakan bahwa sampai dengan Mei 2024, Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp8,45 T atau 30,50% dari target APBN 2024 dan termoderasi sebesar 11,88%.

Adapun rinciannya sebagai berikut:

  1. Penerimaan Bea Keluar tumbuh signifikan dengan realisasi sebesar Rp0,13 T atau  137,31% dari target. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh peningkatan penerimaan atas SPKPBK untuk komoditas turunan CPO.
  2. Bea Masuk dengan realisasi Rp8,12 T atau 30,15% dari target yang menunjukkan penurunan sebesar 13,17% (yoy). Persetujuan Impor Besi Baja API-U dan Ban API-U masih belum terbit sehingga menyebabkan tertundanya penerimaan Bea Masuk dari komoditas besi dan baja. Sementara penerimaan Bea Masuk dari komoditas utama seperti plastik bentuk asal turun 10,90% dan mobil turun 49,12%.
  3. Cukai dengan realisasi sebesar Rp0,19 T atau sebesar 28,93% dari target. Realisasi mengalami penurunan sebesar 7,78% (yoy). Perpindahan kontributor utama untuk cukai dari Jakarta menyebabkan penerimaan Cukai Hasil Tembakau turun 5,14% (yoy). Mayoritas penerimaan cukai MMEA berasal dari impor MMEA, sehingga penerbitan kuota impor MMEA yang tertunda mempengaruhi penurunan penerimaan cukai MMEA 8,43% (yoy).

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Didik Hariyanto Kepala Bidang Kepatuhan Internal, Hukum dan Informasi Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta menyampaikan bahwa sampai dengan 31 Mei 2024, Penerimaan PNBP mencapai Rp164,37 T atau 69,31% dari target APBN 2024. Penerimaan PNBP terdiri dari empat unsur yait:

Pertama, Penerimaan dari Bagian Laba BUMN mengumpulkan Rp58,80 T (868,41% dari target) naik sebesar 41,06% yoy. Kenaikan akibat meningkatnya setoran dividen BUMN baik perbankan maupun non perbankan.

Kedua, Penerimaan SDA merealisasikan sebesar Rp36,52 T (38,522% dari target). Penerimaan SDA turun sebesar 28,53% (yoy) karena moderasi pendapatan minyak bumi serta minerba sebagai akibat dari moderasi harga batubara.

Ketiga, PNBP Lainnya mengumpulkan penerimaan sebesar Rp49,21 T (61,95% dari target) turun sebesar 12,78% (yoy).

Keempat, pendapatan BLU mengumpulkan sebesar Rp19,85 T (36,22% dari target) naik sebesar 1,24% (yoy). Kenaikan utamanya berasal dari Pendapatan Jasa Pelayanan Rumah Sakit, Jasa Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Jasa Layanan Perbankan BLU.

 

KINERJA APBD

Mei Ling menambahkan kinerja APBD DKI Jakarta secara ringkas pendapatan daerah DKI Jakarta sd 31 Mei 2024. Pendapatan daerah tumbuh negatif dibandingkan tahun sebelumnya, utamanya dikontribusikan oleh Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Transfer. Adapun secara rinci adalah sebagai berikut :

  1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) didominasi oleh Pajak Daerah (85,45%) diikuti Lain-lain PAD yang Sah (10,86%) kemudian Hasil Pengelolaan Keuangan Daerah yang Dipisahkan (2,53%) dan Retribusi Daerah (1,16%). 
  2. Penurunan Pajak Daerah disebabkan oleh penurunan realisasi Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Pajak Rokok, PKB, BPHTB, PBB-P2 dan Pajak Reklame. Hal ini disebabkan oleh penurunan penjualan BBM, perubahan nilai objek pajak tidak kena pajak BPHTB, insentif pembayaran PBB-P2, dan masih berlakunya insentif fiskal terhadap reklame. 
  3. Kinerja Retribusi tumbuh negatif sebesar 6,76% akibat penurunan pendapatan dari retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu. Hal ini disebabkan oleh beberapa jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu yang dihapuskan berdasarkan UU HKPD.
  4. Pendapatan dari Lain-lain PAD yang Sah naik sebesar 10,72% didorong peningkatan Pendapatan BLUD, Pendapatan Denda Retribusi Daerah, Penerimaan atas Tuntutan Ganti Kerugian Keuangan Daerah, dan Hasil Penjualan BMD yang Tidak Dipisahkan. Hal ini disebabkan oleh dicabutnya regulasi pemberian keringanan denda retribusi.

 

Belanja daerah mengalami moderasi, utamanya dipengaruhi oleh realisasi Belanja Bantuan Sosial.

  1. Belanja Pegawai mengalami peningkatan 9,25% (yoy) didorong peningkatan komponen Belanja Gaji dan Tunjangan ASN, Belanja Gaji dan Tunjangan KDH/WKDH dan Tambahan Penghasilan berdasarkan Pertimbangan Objektif Lainnya ASN.
  2. Belanja Barang dan Jasa tumbuh positif 5,54% (yoy) didorong peningkatan, Belanja Barang Pakai Habis, Belanja Iuran Jaminan/Asuransi, Belanja Jasa Konsultansi Konstruksi dan Non Konstruksi, Belanja Jasa Sewa, Belanja Pemeliharaan, Belanja Perjadin dan Belanja Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan kepada Pihak Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat.
  3. Belanja Modal tumbuh positif 234,60% (yoy) didorong peningkatan di semua komponen Belanja Modal.
  4. Belanja Bunga tumbuh negatif 21,44% (yoy), didorong penurunan realisasi Belanja Bunga Utang Pinjaman kepada Pemerintah Pusat. Hal ini disebabkan oleh nilai outstanding debt yang lebih rendah dibandingkankan tahun lalu dan penyesuaian nilai kurs.
  5. Belanja Subsidi tumbuh negatif 36,91% (yoy), didorong penurunan realisasi Belanja Subsidi kepada BUMD. Hal ini disebabkan oleh penyaluran subsidi transportasi kepada BUMD dan verifikasi terhadap penerima manfaat subsidi lain masih dalam proses.
  6. Belanja Hibah tumbuh positif 61,16% (yoy), didorong peningkatan realisasi Belanja Hibah kepada Pemerintah Pusat dan Belanja Hibah kepada Badan, Lembaga, Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum Indonesia.
  7. Belanja Bantuan Sosial tumbuh negatif 69,53% (yoy), didorong penurunan realisasi Belanja Bantuan Sosial kepada Individu dan Kelompok.

Kesimpulan atas kondisi  ekonomi Jakarta sampai dengan Mei 2024 adalah

  • Prospek ekonomi regional Jakarta masih kuat, didukung oleh Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang masih berada dalam zona optimis, Inflasi yang melandai dan perkembangan indikator konsumsi yang masih memberikan sinyal positif.
  • Kinerja APBN hingga akhir Mei tetap terjaga positif, namun risiko APBN terus diantisipasi dan dimitigasi.
  • Kinerja APBD masih didukung oleh beberapa jenis pajak utama yang tumbuh positif dan dukungan TKD untuk pemerataan kesejahteraan.
  • Peran APBN dan APBD terus diperkuat dalam mendukung perlindungan masyarakat, transformasi perekonomian, dan pembangunan yang inklusif dan berkesinambungan.