Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tasikmalaya menggelar sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Krakatau Ballroom, Hotel Horison Jalan Yudanegara Kota Tasikmalaya (Selasa, 21/12). Peserta terdiri dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopinda) dan Wajib Pajak Tasikmalaya.

Acara ini dilakukan secara luring dan daring sehingga masyarakat umum juga bergabung secara virtual melalui aplikasi zoom. Sesuai dengan protokol kesehatan, acara sosialisasi dibagi menjadi sesi pagi dan sesi siang dengan membatasi maksimal 50 (lima puluh) peserta di setiap sesi. Sesi pagi dihadiri oleh Tim Penyuluh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I sebagai narasumber dan sesi siang oleh Danial Indrayana, salah satu anggota Tim Penyuluh KPP Pratama Tasikmalaya. Selain tim penyuluh, acara juga dihadiri oleh Account Representative (AR) KPP Pratama Tasikmalaya sebagai fasilitator untuk berdiskusi bersama Wajib Pajak saat acara berlangsung.

Dalam kesempatan ini, Adriana Hermawati Koraag, Kepala KPP Pratama Tasikmalaya, mengungkapkan, “UU HPP menjadi instrumen yang sangat penting bagi konsolidasi fiskal dan menjadi bekal untuk meneruskan perjalanan Indonesia Maju yang mengalami disrupsi luar biasa akibat Covid-19.”

UU HPP memuat beberapa cluster yang meliputi  Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak karbon, dan Cukai.

Dalam sambutannya, Adriana mengingatkan Wajib Pajak untuk memperhatikan tanggal berlakunya peraturan tersebut, “Program Pengungkapan Sukarela ini waktunya sangat terbatas, yaitu selama 6 (enam) bulan mulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. Wajib Pajak perlu menyiapkan data yang akan diikutsertakan dalam program tersebut,” tuturnya.

Selain itu, Adriana juga memberikan kabar baik kepada para pelaku UMKM, “Dengan berlakunya UU HPP, mulai tahun 2022 UMKM dengan omzet sampai Rp500.000.000 tidak dikenakan pajak penghasilan,”

Dalam acara tersebut, Tim Penyuluh Kanwil DJP Jawa Barat I Adhitia Mulyadi dan Dwi Wahyuningsih juga membahas salah satu topik yang sempat viral di media sosial.

“Sempat ramai di masyarakat mengenai penggunaan NIK sebagai NPWP. Namun, tidak serta merta yang memiliki NIK harus membayar pajak, dilihat terlebih dahulu apakah syarat subyektif dan syarat obyektifnya terpenuhi,” ucap Dwi.

“Penggunaan NIK sebagai NPWP ini adalah salah satu wujud asas kesederhanaan untuk menyederhanakan administrasi. Namun, pemenuhan syarat subyektif dan obyektifnya masih tetap berlaku,” Adhitia menambahkan.

Sesi kedua diisi dengan materi yang sama dan dibawakan oleh Danial Indrayana.

“UU HPP diundangkan menjadi UU No. 7 Tahun 2021 pada 29 Oktober 2021 lalu. Sesuai dengan tujuan pertama yang tercantum dalam UU tersebut, UU HPP menjadi instrumen untuk meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian, melihat situasi pandemi Covid-19 yang sangat berpengaruh dalam 2 (dua) tahun ini,” ungkap Danial.

Sesi kedua ini juga memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk memberikan pertanyaan. Selain itu, Wajib Pajak yang hadir juga berdiskusi dengan AR secara langsung. Acara ditutup dengan rangkuman yang disampaikan oleh moderator.