Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Karawang Utara menyita properti milik penunggak pajak dengan utang pajak senilai Rp3,3 Miliar di Bandung (Rabu, 17/2).
KPP Karawang Utara bersinergi dengan KPP Pratama Cimahi dalam melaksanakan penyitaan properti milik penunggak pajak tersebut yang terletak di salah satu perumahan di Cimahi, Bandung. Penyitaan pajak dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Harta yang disita oleh juru sita pajak kemudian akan dilelang untuk melunasi utang pajak wajib pajak.
Sebelum dilakukan penyitaan, wajib pajak telah diberikan waktu untuk membayar utang pajak, namun wajib pajak belum juga melunasi utang pajak tersebut. Sehingga juru sita pajak melanjutkan kegiatan penagihan utang pajak dengan penagihan aktif (hard collection), yaitu penyitaan. Wajib pajak yang memiliki utang pajak tersebut telah bersikap kooperatif dalam pelaksanaan penyitaan, sehingga memperlancar proses penyitaan.
Penyitaan pajak merupakan salah satu tahapan dalam penagihan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Wajib pajak yang memiliki kekurangan pembayaran pajak akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagai dasar penagihan pajak.
Wajib pajak memiliki waktu satu bulan dalam membayar pajak kurang bayar tersebut dan jika belum juga membayar maka akan diterbitkan Surat Teguran. Setelah lewat tujuh hari dan belum juga dilunasi, maka penagihan dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.
Jika dalam 2x24 jam wajib pajak tidak menyelesaikan utang pajaknya, maka mulai dilakukan penagihan aktif oleh juru sita pajak. Wajib pajak tersebut akan diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan untuk menyita harta wajib pajak. Juru sita pajak juga dapat melakukan penyanderaan, pemblokiran rekening, pencegahan atau membuat pengumuman di media massa jika penunggak pajak tidak memiliki ikhtikad baik dalam menyelesaikan utang pajaknya.
Dengan adanya Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, maka juru sita pajak dapat menyita aset milik penunggak pajak sebagai jaminan pelunasanutang pajak. Aset yang disita kemudian dilelang dan digunakan untuk membayar utang pajak.
Undang-Undang Dasar 1945 bagian Pembukaan secara tegas mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara membutuhkan pajak sebagai instrumen utama dalam mencapai tujuan tersebut.
Jika ada penunggak pajak, maka sebenarnya mereka telah mempersulit atau bahkan menggagalkan upaya negara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Bahkan secara ekstrem, penunggak pajak dapat dikatakan bertindak secara langsung dalam memiskinkan masyarakat. Pajak yang seharusnya dapat digunakan untuk menyejahterakan masyarakat, tidak dibayarkan kepada negara oleh para penunggak pajak tersebut.
Penunggak pajak hanya ingin menikmati fasilitas umum yang diberikan oleh negara, tetapi tidak mau turut berkontribusi dalam membayar pajak. Untuk itu diperlukan tindakan ekstra effort dalam menyadarkan wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan tepat dan benar, sehingga tidak ada utang pajak.
Dengan adanya kegiatan penyitaan pajak terhadap penunggak pajak ini, DJP berharap wajib pajak bisa melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sesungguhnya membayar pajak adalah sama dengan menyejahterakan rakyat Indonesia. Bangga membayar pajak.
- 47 kali dilihat