Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Nusa Tenggara menggelar kegiatan dengan tema Diskusi Isu-Isu Perpajakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Aula Rinjani, Kanwil DJP Nusa Tenggara (Selasa, 4/11). Kegiatan ini membahas berbagai tantangan dan strategi peningkatan kepatuhan pajak di daerah, terutama di tengah perlambatan ekonomi dan perubahan perilaku masyarakat dalam berinvestasi.
Acara dibuka oleh Kepala Kanwil DJP Nusa Tenggara, Samon Jaya yang menekankan bahwa pajak memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. “Hampir 80 persen penerimaan negara berasal dari pajak. Ini harus kita jaga bersama karena pajak adalah tulang punggung pembangunan,” ujarnya. Samon juga menyoroti bahwa rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih rendah, hanya 17 persen, jauh di bawah rata-rata dunia yang mencapai 31 persen.
Dalam diskusi tersebut, Kepala Kanwil DJP Nusa Tenggara mengungkapkan rencana peningkatan pengawasan terhadap potensi pajak daerah yang belum tergali sepenuhnya. Salah satu isu utama yang dibahas adalah perbedaan data antara pajak pusat dan daerah, khususnya di sektor hotel dan restoran di Kabupaten Lombok Utara. Samon menyatakan, “Kita akan memperkuat kerja sama dengan Pemerintah Daerah, termasuk PHRI dan asosiasi pengusaha hotel agar data pelaporan pajak bisa sinkron dan akurat.”
Selain itu, DJP juga telah menyoroti isu penipuan yang mengatasnamakan pajak, yang kerap menimpa masyarakat. Menanggapi hal ini, DJP bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan aktif melakukan kampanye edukatif melalui media sosial resmi untuk mencegah korban baru. “Kami selalu mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap oknum yang mengaku petugas pajak,” tegas Samon.
Dari sisi kebijakan fiskal, DJP juga menyoroti penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 72 Tahun 2025 yang memberikan insentif pajak bagi pegawai sektor pariwisata di NTB. Insentif tersebut berupa PPh ditanggung pemerintah (DTP) untuk meringankan beban pelaku usaha wisata pasca-pandemi. Menurut DJP, langkah ini menjadi bagian dari upaya menjaga daya saing ekonomi daerah berbasis pariwisata.
Dalam sesi tanya jawab, perwakilan Bank Indonesia NTB, Kejaksaan Tinggi, dan Bakesbangpol NTB turut menyoroti pentingnya integrasi data antara pusat dan daerah guna mencegah kebocoran penerimaan negara. Bank Indonesia menekankan perlunya strategi khusus untuk menjangkau sektor informal dan pekerja migran yang mendominasi ekonomi NTB. Menanggapi hal itu, Kanwil DJP Nusa Tenggara menyatakan tengah melakukan pemetaaan sektor unggulan daerah disertai edukasi kepada para pelaku usaha.
Kegiatan ini juga membahas peran generasi muda (Gen Z) dalam kesadaran pajak. DJP berencana bekerja sama dengan Dinas Pendidikan NTB untuk menjalankan program Inklusi Sadar Pajak di sekolah menengah. Program ini bertujuan menumbuhkan kesadaran pajak sejak dini agar generasi muda memahami kontribusi mereka terhadap pembangunan nasional.
Sementara itu, Kepolisian Daerah NTB dan Kejaksaan Tinggi NTB menyatakan komitmen untuk mendukung DJP dalam penegakan hukum perpajakan. Kolaborasi lintas lembaga ini dinilai penting agar pengawasan terhadap potensi pajak, termasuk penghasilan dari sumber yang tidak sah, dapat berjalan efektif dan transparan.
Kegiatan diskusi ditutup dengan pembacaan kesimpulan oleh Penyuluh Pajak Anang Purnadi yang menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan penerimaan pajak membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga penegak hukum, dunia usaha, dan masyarakat. “Kita semua memiliki peran dalam membangun kesadaran pajak. Kolaborasi adalah kuncinya,” ucap Anang saat menutup kegiatan.
| Pewarta: |
| Kontributor Foto: |
| Editor: |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 5 kali dilihat




